Kamis, 04 Februari 2016

Susahnya Air di Tanah Sumba

halaman sekolah di Waitama (Tim M)

Waitama, sebuah kampung kecil di pedalaman Sumba Timur. SD SMP Satu Atap Waitama adalah sekolah tujuan kami. Di sekolah ini pula kami tinggal, tepatnya di ruang kelas 9 yang masih belum diisi. Pada tahun ajaran 2013/2014 ini SMP Waitama dibuka setahun yang lalu sehingga baru menerima dua angkatan. Setelah menimbang-nimbang dan mikir-mikir, kami serta pengelola sekolah sepakat menggunakan ruang kelas 9 sebagai beskem. Di sinilah ruang kerja, kamar, ruang makan sekaligus dapur kami.

Kebetulan sekarang sedang bulan Ramadhan sehingga hanya perlu masak sekali pas buka puasa, kalau sahur biasanya tinggal ngangetin aja. Air minum dan masak beberapa hari pertama bisa dipenuhi dari belasan botol air mineral ukuran besar yang sempat diisi ulang sebelum ke sini dan air hujan. Kalau hujan biasa kami tampung dengan ember dan panci, lumayan lah buat masak atau sekadar cuci piring (tapi hujan hanya beberapa kali saja turun). Pas nampung air pun harus dijaga betul-betul karena kalau lengah bisa-bisa diminum sama anjing kampung. Kalau sudah gitu, air yang susah-susah ditampung akhirnya harus dibuang begitu saja.

ambil air (Tim M)

Beberapa hari kemudian baru kami tahu kalau di kampung sebelah ada sumur. Setelah itu krisis air bisa tertangani, meski harus kerepotan bawa banyak botol pake motor. Cukup jauh jarak sumur dari beskem kami, mana jalannya rusak lagi, ditambah harus motong jalan lewat hutan kecil dan sawah kering untuk memangkas jarak. Dengan berboncengan kami bawa botol aqua 1,5 liter sebanyak mungkin, karena tak punya alat tampung yang lebih besar. Medan yang cukup sulit dengan beberapa tanjakan terjal harus kami lalui. Terkadang satu dua botol yang sudah terisi penuh tumpah karena hilang keseimbangan. Tapi tak apalah yang penting masih bisa bawa pulang air. Sehari biasa kami ambil air dua kali saat pagi  hari. Demi dapat air, apapun akan dilakukan.

Kebetulan ada sedikit sisa tandon air sekolah yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan MCK. Sebenarnya para guru sudah memesankan air satu tandon untuk keperluan kami. Tapi entah kenapa pesanan itu tak datang juga sampai kami selesai tugas di sana. Jadi air tandon yang tersisa harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Hanya untuk keperluan kakus saja, kebutuhan cuci sudah ada air hujan. Kalau untuk mandi, tak terpikirkan lagi. Bisa dapat air buat minum dan makan aja udah syukur. Diambil positifnya aja, jadi ada alasan kuat buat ga mandi kan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar