kampung keren Saporkren |
Destinasi
kami selanjutnya terletak tak jauh dari Saleo. Kali ini mobil berhenti tepat di
pinggir pantai. Sebuah pantai kecil dengan hamparan pasir putihnya, sepi
seperti pantai pribadi. Tapi bukan pantai ini tujuan kami. Abang sopir dan kawannya
menuntun kami masuk ke dalam hutan. Jalan setapak menanjak menjadi permulaan.
Vegetasi cukup lebat, masih banyak pohon besar di sekitar.
Sekitar 10 menit
jalan santai di hutan, kami memasuki kebun pisang dan kemudian terlihatlah
pantai. Tidak terlalu luas, terdapat semacam beton penahan gelombang di bagian
pinggir. Di ujung pantai, terdapat semacam jalan berupa jembatan dari kayu yang
sengaja dibuat untuk menuju suatu tempat di balik bukit. Biasanya, untuk menuju kampung Saporkren ini pengunjung dibawa menggunakan kapal. Jarang ada yang trekking lewat hutan seperti yang kami lakukan ini. Tapi namanya juga liburan kere hore, yang penting hemat dan bisa hore-hore.
jembatan penghubung |
Jembatan
kayu dengan pondasi beton itu dibangun melingkar sepanjang tebing hingga
berakhir di pantai sebelah. Dari ujung jembatan sudah mulai tampak beberapa
rumah penduduk yang dibangun dekat pantai. Terlihat beberapa mama sedang duduk
bersantai sambil ngobrol di luar rumah. Di perkampungan, rumah-rumah berjajar
rapi di sepanjang jalan kampung yang cukup lebar. Terdapat pagar kayu bercat
biru dan kuning memanjang yang menjadi batas antara halaman rumah dan jalan.
Tanaman bunga menghiasi halaman tiap-tiap rumah, mempermanis lanskap kampung
itu. Rangkaian hiasan janur kuning dibentangkan sepanjang pagar. Sepertinya
kampung itu menghias diri untuk merayakan natal kemarin.
Kampung
Saporkren, begitulah sepenggal kata yang tertera di depan kantor Lembaga
Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang yang sederhana. Baru kutahu kalau nama
kampung keren ini adalah Saporkren. Di
tengah kampung terdapat gereja yang tepat di seberangnya ada jetty. Sementara
itu mendung yang sedari tadi menggantung
kian pekat dan tebal. Benar saja, tak lama kemudian hujan deras mengguyur. Kami
pun berteduh di halaman gereja yang kebetulan masih terpasang tenda terpal dan
beberapa kursi. Tak sampai setengah jam kemudian, hujan mereda.
jetty kampung Saporkren |
Seperti
biasa menjelang sore anak-anak sudah nongkrong di jetty. Di manapun, jetty
memang jadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu sore terutama bagi
anak-anak. Beberapa diantara mereka berloncatan ke laut, berenang sebentar,
kemudian naik lagi ke jetty. Begitu seterusnya dilakukan berulang dengan wajah
yang riang. Sebagian anak lainnya hanya jalan-jalan atau duduk-duduk saja di
jetty, ada juga beberapa anak yang mancing dengan alat seadanya di tepi jetty.
Di sekitar pantai terlihat beberapa sampan yang mencoba peruntungan untuk
mencari ikan.
Ditemani
beberapa anak dan warga lokal, kami duduk-duduk di ujung jetty. Salah seorang
warga mengeluarkan siulan yang nyaring, bermaksud “memanggil” lumba-lumba. Tak
lama kemudian beberapa ekor lumba-lumba tampak berlompatan di kejauhan. Mereka
berenang sambil berlompatan di sekitar pantai seakan menanggapi panggilan warga
tadi. Selama beberapa waktu lumba-lumba itu menyapa kami, kemudian kembali ke
tengah laut. Katanya daerah ini memang banyak terdapat lumba-lumba dan masih
cukup mudah untuk “memanggilnya”.
Waktu
semakin sore, kami putuskan untuk segera kembali ke Waisai. Di tengah
perjalanan hujan deras mengguyur lagi. Meski duduk di bak terbuka, kami tak
peduli badan kebasahan (yang penting HP aman). Lebatnya hutan sekitar jalan kembali
dilalui. Laut dan pantai yang masih bersih, ditambah hutan yang lestari
menandakan masih terjaganya alam di Raja Ampat khususnya pulau Waigeo. Semoga
saja aktivitas turisme yang kian semarak, tidak mengubah kelestarian alam Raja
Ampat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar