Senin, 03 Februari 2020

Kisah Pilu Masa Lalu tentang PGRS/PARAKU

hutan Kalimantan



“Dulu di sini banyak orang Cina, tapi karena ada kerusuhan mereka pergi”. Sepotong cerita dari seorang warga di salah satu desa di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Hanya sepotong itu saja ceritanya, tak lebih. Tidak dijelaskan alasan kepergian orang-orang etnis Tionghoa maupun latar belakang kerusuhan itu. Usai menceritakan cerita itu, dia pun diam sejenak. Kemudian melanjutkan dengan pokok bahasan yang lain. Kerusuhan apa lagi ini? Waktu itu saya belum tahu tentang kerusuhan yang melibatkan etnis Tionghoa di Kalimantan Barat. Mungkinkah itu kerusuhan 1998? Tapi mengapa itu bisa sampai ke pedalaman Kalimantan? Entah kenapa, saya yang biasanya kepo tidak berusaha mengulik cerita yang terpotong itu. Dan akhirnya pertanyaan-pertanyaan itu tenggelam begitu saja, tak sempat tertanya.

Menapak Jejak Sejarah Kerajaan Tertua di Kalimantan Barat

Keraton Ismahayana, Ngabang (dok. pribadi)

Seorang lelaki paruh baya menghampiri kami yang sedang bersantai di beranda. Hanya tersenyum, lalu dia membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk. Sebuah rumah panggung kecil dengan warna kuning yang dominan dipermanis dengan warna hijau di bagian pintu, jendela, dan tiang. Bagian beranda dibatasi pagar kayu bermotif unik dibalut dengan warna kuning cerah. Enam pilar kayu berwarna hijau menjadi bagian dari pagar beranda sekaligus menjadi selingan dari warna kuning yang mendominasi. Di bagian tengah beranda terdapat lampu gantung klasik. Di samping beranda, terdapat selasar kecil yang masih terhubung dengan beranda namun tidak beratap. Bangunan beraksitektur khas Melayu itu cukup kecil, sama seperti beberapa rumah di sekitarnya.