Selasa, 02 Februari 2016

Kopi, Sopi, dan Ayam, Selamat Datang di Manggarai

kopi, rokok, dan bir, suguhan untuk menyambut tamu

Setelah sebelumnya menginap di Borong, Manggarai Timur kamipun bergerak menuju ke Benteng Jawa (BJ) kota kecamatan wilayah cacah pertama. Naik mobil, perjalanan Borong – Benteng Jawa ditempuh sekitar 3 jam. Jalan aspal cukup mulus tapi sempit. Sesampai di BJ kami mampir di rumah pak “dewan”. Di sinilah kami disuguhi kopi manggarai yang katanya nikmat. Pas pertama nyoba, biasa aja. Cuma segelas kopi, agak pait campur manis, ga ada bedanya sama kopi kapal api. Setelah ngobrol basa-basi, kami lanjutkan perjalanan ke rumah bapak kepala dinas.

Di sana disuguhi BM (Bakar Menyala), konon saking tingginya kadar alkohol, minuman itu bisa langsung menyala jika disulut api. Mereka agak memaksa kami meminumnya sebagai tanda  menghargai sambutan tuan rumah, kami semua memberi tanda penolakan. Si Bapak pun tetap memaksa secara halus, tiba-tiba seorang kawan cewek menenggak minuman itu. Peristiwa itu menguatkan “pemaksaan” untuk meminum BM. Didorong rasa penasaran, aku pun meminumnya sangaat sedikit (hanya beberapa tetes). Sesaat setelah itu kepalaku terasa pening, bumi nampak gonjang-ganjing. Minum bir bintang aja belum pernah langsung minum tuak yang beginian, ya begitulah jadinya. Untung aja ga kuhabisin tuh BM, bisa habis nyawa kalau habis BM sebotol.

Malamnya kami sampai di Compang Necak (desa tujuan) dan langsung disambut secara adat dengan “suguhan” sebungkus rokok, dan sebotol bir bintang. Dipimpin seorang tetua yang komat kamit menggunakan bahasa Manggarai, ritual penyambutan dimulai. Usai acara penyambutan, kami disuruh untuk menyembelih ayam yang nantinya akan akan menjadi hidangan utama. Mereka nampaknya sudah terbiasa dan memahami kepercayaan umat Muslim. Karena seorang kawan takut darah, akhirnya aku yang harus menyembelih ayam.
3 orang vs 1 ayam
Ini pertama kalinya aku potong ayam, gugup, ditambah pisau pertama tumpul. Pisau kedua pun juga tumpul atau lebih tepatnya terasa tumpul karena kegugupanku. Si ayam pun juga tampak galau, tanganku yang sedari tadi megang lehernya merasakan lembab di bulunya, mungkin dia keringetan. Tidak mau mem-php si ayam, aku pun berusaha sekuat tenaga menggosok-gosokan sisi tajam pisau ke leher ayam putih unyu itu. Akhirnya.. kepala si ayam terlepas dari tubuhnya. Ya.. leher ayam itu pun terputus seketika. Masih shock dengan kejadian itu, si ayam malang itu diambil oleh abang yang sedari tadi sabar menunggu eksekusi kemudian dibawa ke dapur. Kami diberi 2 kamar, untuk tiga cowok dan dua cewek. Malamnya kami beristirahat sebelum besok mulai ngenum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar