kopi, rokok, dan bir, suguhan untuk menyambut tamu |
Setelah sebelumnya menginap di
Borong, Manggarai Timur kamipun bergerak menuju ke Benteng Jawa (BJ) kota
kecamatan wilayah cacah pertama. Naik mobil, perjalanan Borong – Benteng Jawa
ditempuh sekitar 3 jam. Jalan aspal cukup mulus tapi sempit. Sesampai di BJ
kami mampir di rumah pak “dewan”. Di sinilah kami disuguhi kopi manggarai yang
katanya nikmat. Pas pertama nyoba, biasa aja. Cuma segelas kopi, agak pait
campur manis, ga ada bedanya sama kopi kapal api. Setelah ngobrol basa-basi,
kami lanjutkan perjalanan ke rumah bapak kepala dinas.
Di sana disuguhi BM (Bakar
Menyala), konon saking tingginya kadar alkohol, minuman itu bisa langsung
menyala jika disulut api. Mereka agak memaksa kami meminumnya sebagai tanda menghargai sambutan tuan rumah, kami semua
memberi tanda penolakan. Si Bapak pun tetap memaksa secara halus, tiba-tiba
seorang kawan cewek menenggak minuman itu. Peristiwa itu menguatkan “pemaksaan”
untuk meminum BM. Didorong rasa penasaran, aku pun meminumnya sangaat sedikit
(hanya beberapa tetes). Sesaat setelah itu kepalaku terasa pening, bumi nampak
gonjang-ganjing. Minum bir bintang aja belum pernah langsung minum tuak yang
beginian, ya begitulah jadinya. Untung aja ga kuhabisin tuh BM, bisa habis
nyawa kalau habis BM sebotol.
Malamnya kami sampai di Compang
Necak (desa tujuan) dan langsung disambut secara adat dengan “suguhan”
sebungkus rokok, dan sebotol bir bintang. Dipimpin seorang tetua yang komat
kamit menggunakan bahasa Manggarai, ritual penyambutan dimulai. Usai acara
penyambutan, kami disuruh untuk menyembelih ayam yang nantinya akan akan
menjadi hidangan utama. Mereka nampaknya sudah terbiasa dan memahami kepercayaan
umat Muslim. Karena seorang kawan takut darah, akhirnya aku yang harus menyembelih
ayam.
3 orang vs 1 ayam |
Ini pertama kalinya aku potong ayam, gugup, ditambah
pisau pertama tumpul. Pisau kedua pun juga tumpul atau lebih tepatnya terasa tumpul
karena kegugupanku. Si ayam pun juga tampak galau, tanganku yang sedari tadi
megang lehernya merasakan lembab di bulunya, mungkin dia keringetan. Tidak mau
mem-php si ayam, aku pun berusaha sekuat tenaga menggosok-gosokan sisi tajam
pisau ke leher ayam putih unyu itu. Akhirnya.. kepala si ayam terlepas dari
tubuhnya. Ya.. leher ayam itu pun terputus seketika. Masih shock dengan
kejadian itu, si ayam malang itu diambil oleh abang yang sedari tadi sabar
menunggu eksekusi kemudian dibawa ke dapur. Kami diberi 2 kamar, untuk tiga cowok
dan dua cewek. Malamnya kami beristirahat sebelum besok mulai ngenum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar