Tampilkan postingan dengan label kalimantan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kalimantan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Januari 2015

Kalimantan Barat


Menyeberang Kapuas
Ketiadaan jembatan penyeberangan membuat jasa penyeberangan Kapuas menjadi kebutuhan utama transportasi Sekadau – Belitang. Arus kendaran dari Sekadau ke tiga kecamatan di Belitang (Belitang Hilir, Belitang, dan Belitang Hulu) dan sebaliknya relatif ramai karena adanya perkebunan sawit yang besar di daerah Belitang. Tiap hari puluhan truk sawit hilir mudik Sekadau – Belitang dengan menyeberang Kapuas. Selain itu mulai berkembangnya penduduk di Belitang semakin meramaikan penyeberangan. Oleh karena itu pemda setempat berinisiatif membangun ferry penyeberangan yang pada Oktober 2014, dermaga masih dalam proses pembangunan.


Gereja St Petrus Bukit Sadayang
Gedung gereja yang terletak di sebuah bukit kecil ini diresmikan pada Februari 2001. Lokasinya berada tepat di pinggir jalan trans Kalimantan. Hanya saja untuk mencapainya masih harus melalui jalan masuk yang menanjak. Tak jauh, hanya sekitar 100 meter kemudian sudah sampai di komplek pastoran. Diarsiteki seorang putra daerah, bangunan gereja paroki ini berbentuk segi lima dengan memadukan tiga unsur budaya masyarakat setempat yaitu Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Atapnya yang berbentuk tumpang tiga mirip atap surau/masjid yang sering dijumpai di Kalimantan Barat mewakili budaya Melayu. Bagian ujung bawah atap gereja melengkung, menyerupai model atap rumah etnis Tionghoa. Di bagian atas pintu masuk terdapat ukiran khas Dayak. Dan di dua sisi atap bagian depan terdapat hiasan berbentuk kepala burung Enggang yang merupakan hewan langka khas Kalimantan dan juga menjadi maskot dari Kalimantan Barat.



Eks Lapangan Terbang
Terbentang sepanjang lebih kurang 500 meter, jalan yang berada tepat di depan SMPN 6 Belitang Hulu ini dulunya difungsikan sebagai landasan pesawat. Landasan ini dibangun untuk keperluan misi di daerah Belitang dan sekitarnya. Hampir di setiap gereja besar (Paroki) terdapat landasan serupa. Adanya landasan ini tak lepas dari belum dibuatnya jalan yang menghubungkan antara kota Sekadau dengan Belitang. Dahulu, jika ingin milir/mudik (menuju ke kota/balik ke kampung) sungai menjadi jalur transportasi favorit meski membutuhkan waktu yang lama. Karena itu pesawat terbang menjadi satu-satunya alternatif tercepat untuk mencapai daerah Belitang. Landasan itu terakhir kali digunakan pada tahun 2004 karena akses darat sudah mulai dibuka. Kini 130 km jarak yang terbentang antara kota Sekadau dengan desa Terduk Dampak dapat dilalui motor, mobil, bahkan truk dengan waktu tempuh mencapai 5 jam dalam kondisi normal (jalanan kering).