Tampilkan postingan dengan label gunungkidul. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gunungkidul. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 November 2019

HeHa Sky View, Sepetak Balkon di Jogja Lantai Dua


Malam di HeHa Sky View

Jarum jam menunjuk angka 4 saat kami tiba di halaman parkir HeHa Sky View. Kami pun segera masuk ke ruangan yang lebih mirip lobby hotel dibanding loket penjualan tiket masuk yang saya bayangkan. Di meja petugas tiket terpasang papan kecil bertuliskan biaya masuk yang dibedakan berdasarkan waktu. Sebelum jam 16.00 pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp10.000/orang, setelah jam 16.00 menjadi Rp15.000/orang. Pada hari biasa HeHa Sky View buka mulai pukul 11.00, sedangkan di akhir pekan buka pukul 10.00. Jam tutup di hari Minggu hingga Kamis pukul 22.00, hari jumat pukul 22.30, dan hari Sabtu pukul 23.00.

Kamis, 07 Agustus 2014

Jalan-Jalan ke Pantai Sadranan

Pantai Sadranan
Untuk ke sekian kalinya, saya bertandang ke pantai Gunung Kidul. Kali ini saya diajak lebih tepatnya dipaksa seorang kawan untuk menemaninya ke pantai Sadranan. Dengan agak malas, saya turuti permintaannya. Perjalanan cukup panjang selama dua jam kembali saya tempuh untuk menuju ke wilayah pantai Gunung Kidul. Di tengah jalan banyak terlihat rombongan sepeda motor yang berkonvoi menuju pantai. Mobil-mobil berplat luar daerah dapat dengan mudah dijumpai selama perjalanan, tak ketinggalan bus-bus pariwisata juga turut meramaikan jalan. Pemandangan yang cukup aneh mengingat hari itu adalah hari kerja kedua setelah libur lebaran 2014. Meski bukan hari libur masih banyak juga wisatawan yang berkunjung ke sana. Ah... Gunung Kidul emang ga ada matinya.

Gunung Kidul dikenal akan pantai pasir putihnya yang indah. Salah satu  yang cukup terkenal adalah pantai Sadranan. Pantai ini terletak satu kompleks dengan pantai Sundak. Akses menuju pantai ini sudah cukup bagus, hanya saja beberapa ratus meter sebelum tempat parkir, jalanan masih berupa jalan tanah berbatu. Memasuki area pantai, mata langsung dimanjakan oleh pemandangan birunya air laut. Pasir putihnya memantulkan cahaya matahari siang sehingga terlihat agak menyilaukan. Gradasi warna air laut dari hijau ke biru terlihat memikat. Terlihat beberapa  anak bermain air, ada juga serombongan remaja jalan-jalan di tepi pantai. Tersedianya persewaan alat snorkeling semakin menambah pilihan wisatawan untuk menikmati keindahan pantai.
deretan gubuk wisata di Pantai Sadranan
Teriknya matahari membuat sebagian pengunjung bersantai sambil berteduh di tempat teduh tentunya. Ada yang duduk-duduk di cekungan batu karang, tiduran di bawah pohon, dan ada yang memilih untuk bersantai di gubuk sambil menikmati suasana pantai. Deretan gubuk memang sudah disiapkan oleh pengelola untuk memanjakan wisatawan. Gubuk-gubuk seluas 2m x 2m  itu terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang. Untuk memberi kenyamanan, lantai gubuk dialasi dengan tikar. Dengan merogoh kocek 20 ribu, kita bisa menikmati fasilitas itu.

Bosan dengan suasana pantai, kami naik ke atas sebuah bukit. Dari kejauhan bukit itu terlihat dipehuhi oleh beberapa bangunan villa. Serpihan bebatuan disusun menjadi anak tangga sebagai akses menuju komplek villa itu. Tiga buah bangunan terbuat dari kayu berdiri kokoh di puncak bukit. Di sekitarnya terdapat taman yang dihiasi beragam jenis bunga dan tanaman yang disusun sedemikian rupa sehingga terlihat elok dipandang. Di beranda salah satu bangunan terdapat meja dan kursi yang menghadap langsung ke arah laut. Dari sudut itu, lanskap laut dan perbukitan terlihat sempurna dengan adanya taman di depan villa.
lanskap mewah pantai Sadranan
Kami bisa dengan leluasa keliling di sekitar villa dan duduk-duduk santai di beranda karena di sana sedang sepi. Dua bangunan terkunci sedangkan satunya terbuka namun nampak sepi. Puas menikmati “kemewahan” gratisan itu, kami pun segera turun. Istirahat sebentar sambil menikmati kesegaran es kelapa muda. Siang itu suasana pantai masih ramai. Panasnya sengatan matahari tak menyurutkan minat wisatawan untuk menikmati keindahan pantai Sadranan. Bahkan di hari kerja seperti ini pun pantai masih saja dikunjungi banyak wisatawan. Pesona pantai Sadranan ditambah dengan pengelolaan yang semakin bagus membuat tempat ini menjadi salah satu destinasi favorit wisata pantai Gunung Kidul.
  

Selasa, 05 Juli 2011

Pantai Ngobaran, Gunung Kidul

Ngobaran merupakan pantai yang cukup eksotik. Kalau air surut, anda bisa melihat hamparan alga (rumput laut) baik yang berwarna hijau maupun coklat. Jika dilihat dari atas, hamparan alga yang tumbuh di sela-sela karang tampak seperti sawah di wilayah padat penduduk. Puluhan jenis binatang laut juga terdapat di sela-sela karang, mulai dari landak laut, bintang laut, hingga golongan kerang-kerangan.

Tapi yang tak terdapat di pantai lain adalah pesona budayanya, mulai dari bangunan hingga makanan penduduk setempat. Satu diantaranya yang menarik adalah adanya tempat ibadah untuk empat agama atau kepercayaan berdiri berdekatan. 

Bangunan yang paling jelas terlihat adalah tempat ibadah semacam pura dengan patung-patung dewa berwarna putih. Tempat peribadatan itu didirikan tahun 2003 untuk memperingati kehadiran Brawijaya V, salah satu keturunan raja Majapahit, di Ngobaran. Orang yang beribadah di tempat ini adalah penganut kepercayaan Kejawan (bukan Kejawen lho). Nama "Kejawan" menurut cerita berasal dari nama salah satu putra Brawijaya V, yaitu Bondhan Kejawan. Pembangun tempat peribadatan ini mengaku sebagai keturunan Brawijaya V dan menunjuk salah satu warga untuk menjaga tempat ini.

Berjalan ke arah kiri dari tempat peribadatan tersebut, Anda akan menemui sebuah Joglo yang digunakan untuk tempat peribadatan pengikut Kejawen. Saat YogYES berkunjung ke tempat ini, beberapa pengikut Kejawen sedang melakukan sembahyangan. Menurut penduduk setempat, kepercayaan Kejawen berbeda dengan Kejawan. Namun mereka sendiri tak begitu mampu menjelaskan perbedaannya.
Bila terus menyusuri jalan setapak yang ada di depan Joglo, anda akan menemukan sebuah kotak batu yang ditumbuhi tanaman kering. Tanaman tersebut dipagari dengan kayu berwarna abu-abu. Titik dimana ranting kering ini tumbuh konon merupakan tempat Brawijaya V berpura-pura membakar diri. Langkah itu ditempuhnya karena Brawijaya V tidak mau berperang melawan anaknya sendiri, Raden Patah (Raja I Demak).

Beberapa meter dari kotak tempat ranting kering tumbuh terdapat pura untuk tempat peribadatan umat Hindu. Tak jelas kapan berdirinya pura tersebut.

Di bagian depan tempat ranting tumbuh terdapat sebuah masjid berukuran kurang lebih 3x4 meter. Bangunan masjid cukup sederhana karena lantainya pun berupa pasir. Seolah menyatu dengan pantainya. Uniknya, jika kebanyakan masjid di Indonesia menghadap ke Barat, masjid ini menghadap ke selatan. Bagian depan tempat imam memimpin sholat terbuka sehingga langsung dapat melihat lautan.

Setelah puas terheran-heran dengan situs peribadatannya, Anda bisa berjalan turun ke pantai. Kalau datang pagi, maka pengunjung akan menjumpai masyarakat pantai tengah memanen rumput laut untuk dijual kepada tengkulak. Mereka biasanya menjual rumput laut dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilo. Hasilnya lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Namun, kalau datang sore, biasanya Anda akan menjumpai warga tengah mencari landak laut untuk dijadikan makanan malam harinya. Untuk bisa dimakan, landak laut dikepras dulu durinya hingga rata dan kemudian dipecah menggunakan sabit. Daging yang ada di bagian dalam landak laut kemudioan dicongkel. Biasanya warga mencari landak hanya berbekal ember, saringan kelapa, sabit, dan topi kepala untuk menghindari panas.

 Lengkap bukan? Dari keindahan pantai, pesona tempat peribadatan hingga hidangan yang menggoda. Mungkin tak ada di tempat lain.

sumber: http://www.yogyes.com

Gunung Nglanggeran, Gunung Kidul

Gunung Nglanggeran adalah sebuah gunung api purba berumur sekitar 60 juta tahun yang terletak di kawasan Baturagung, bagian utara Kabupaten Gunung Kidul pada ketinggian sekitar 200-700 mdpl.
Teletak di desa Nglanggeran Kecamatan Patuk, tempat wisata ini dapat ditempuh sekitar 15 menit atau sekitar 22 km dari kota Wonosari.
Kawasan ini konon merupakan kawasan yang litologinya disusun oleh material vulkanik tua dan bentang alamnya memiliki keindahan yang secara geologi sangat unik dan bernilai ilmiah tinggi. Berdasarkan hasil sejumlah penelitian dan referensi, gunung Nglanggeran adalah gunung berapi purba, yang keberadaanya jauh sebelum terbentuknya Gunung Merapi di Kabupaten Sleman.
Nama Nglanggeran berasal dari kata planggaran yang bermakna setiap perilaku jahat pasti ketahuan. Ada pula yang menuturkan, nama bukit berketinggian 700 meter di atas permukaan laut ini dengan kata langgeng artinya desa yang aman dan tentram.
Selain sebutan tersebut, gunung yang tersusun dari banyak bebatuan ini dikenal dengan nama Gunung Wayang karena terdapat gunung/bebatuan yang menyerupai tokoh pewayangan. Menurut kepercayaan adat jawa Gunung Nglanggeran dijaga oleh Kyi Ongko Wijaya dan Punakawan. Punakawan dalam tokoh pewayangan tersebut, yakni Semar, Gareng, Petruk, serta Bagong.
Kepercayaan lain menyebutkan bahwa Gunung Nglanggeran sebagai Gunung Wahyu karena gunung tersebut diyakini sebagai sarana meditasi memperoleh wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa. Air dari gunung Nglanggeran sering diambil abdi dalem dari Kraton Yogyakarta sebagai sarana mohon ketentraman dan keselamatan semua masyarakat DIY. Tak heran, sebagian orang masih mengeramatkan gunung tersebut. Pada malam tahun baru Jawa atau Jumat Kliwon, beberapa orang memilih semedi di puncak gunung  ini.

sumber: http://gudeg.net

Wanagama, Gunung Kidul

Wanagama, nama yang berasal dari kata wana = alas atau hutan dan gama akronim dari gajah mada, sebuah kawasan hutan lindung seluas 600 hektar di wilayah kabupaten Gunungkidul. Luas Wanagama meliputi empat desa di dua kecamatan yang berbeda, yakni kecamatan Patuk dan Playen. Hutan yang ikut serta berperan menghijaukan Gunungkidul ini mulai dirintis pada tahun 1964 oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno, salah satu akademisi Universitas Gajah Mada yang dengan sukarela menggunakan uang pribadinya untuk memulai proyek penghijauan ini. Langkah yang telah dirintis oleh Prof. Oemi ini mendapat sambutan positif berbagai pihak sehingga kini lahanya menjadi seluas 600 hektar.

Kawasan Hutan Wanagama mempunyai kekayaan Flora dan Fauna. Berbagai tanaman dari beberapa daerah dapat dijumpai di sini. Lengkapnya ada sekitar 550 jenis tanaman. Di antaranya, pohon akasia, pohon yang banyak digunakan dalam industri kertas, Pohon Kayu putih, sebagai bahan dasar pembuatan minyak kayu putih, Pohon pinus yang biasanya dijumpai di Sumatera, Pohon Eboni yang berasal dari Sulawesi, pohon Murbei, pohon wangi dan Pohon Jati. Salah satu di antara pohon jati di hutan ini mempunyai sejarah yang tentu saja membanggakan. Pohon ini di tanam oleh Pangeran Charles saat beliau berkunjung pada tahun 1989. Selain itu aneka fauna hidup tenteram di kawasan hutan lindung yang saat ini menjadi pusat penelitian fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Berbagai repilia khas penghuni hutan, unggas dan kera.

Di dalam kawasan hutan Wanagama dibangun sebuah aula atau pendopo yang sering digunakan untuk berbagai acara dan sebagai tempat peristirahatan para wisatawan. Terdapat juga tempat perkemahan dengan sarana pendukung yang cukup lengkap seperti air yang bersih untuk MCK, listrik, dan keamanan yang terjamin.

Hutan lindung yang dialiri tiga sungai (kalii Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo). Sungai yang menyuplai kebutuhan air bagi penghuni kawasan hutan lindung yang juga berfungsi sebagai hutan wisata ini. Hutan Wanagama, sebuah kawasan yang mencerminkan bentuk kepedulian kepada alam, fasilitas wisata, dan penunjang ekonomi masyarakat sekitar.

Kawasan ini mempunyai koleksi lebih dari 550 jenis tanaman hutan. Di dalamnya terdapat pula beragam jenis binatang unggas, kera, serta binatang reptilia khas penghuni hutan. Di sini dibangun pula gedung serbaguna yang bisa dimanfaatkan sebagai ruang kuliah maupun berbagai acara lainnya.

sumber: www.wisatagunungkidul.com