Tampilkan postingan dengan label purworejo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label purworejo. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Juli 2011

Menggapai Keelokan Curug Muncar

Curug Muncar di Kejauhan

Kaliwungu, sebuah desa yang terletak di kecamatan Bruno, kabupaten Purworejo ini mungkin kurang dikenal. Desa ini terletak 45 Km arah barat laut pusat kota Purworejo. Wajar saja, desa yang ada di daerah pegunungan ini memang letaknya cukup terpencil. Akses menuju desa ini hanya ada satu yaitu Jl Kutoarjo-Wonosobo. Untuk mencapai desa ini diperlukan waktu sekitar 40 menit dari Kutoarjo. Jalan yang cukup sempit dan berliku-liku menjadi tantangan tersendiri bagi pengendara. Hutan, tebing, sungai, dan jurang menjadi pemandangan yang lazim sepanjang perjalanan. Penerangan yang sangat minim serta rusaknya jalan di beberapa tempat membuat pengendara harus ekstra hati-hati saat melintas malam hari. Namun demikian, desa ini menawarkan panorama alam pegunungan yang masih asri. Selain itu, di desa ini juga terdapat sebuah air terjun dengan ketinggian mencapai puluhan meter. Keindahan air terjun ini dapat dilihat dari jarak beberapa kilometer karena letaknya yang berada di tengah-tengah lereng pegunungan. Air terjun ini oleh masyarakat sekitar dikenal dengan nama Curug Muncar.

Menurut masyarakat, curug ini sudah menjadi objek wisata. Namun nampaknya situs wisata ini masih kurang mendapat perhatian baik dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Akses yang sangat sulit membuat curug ini masih belum banyak dikunjugi sehingga tempat wisata ini relatif belum dikenal. Akses ke arah curug sebenarnya ada banyak, tetapi hanya ada beberapa yang sering dilewati salah satunya adalah melalui dusun Kamasan.
 
Rute ini dapat ditempuh dengan mengikuti jalan raya sampai menjumpai pertigaan kecil dengan papan petunjuk arah ke curug, lalu belok ke kiri. Jalan ke arah curug ini berupa jalan tanah yang menanjak. Tak seberapa jauh dari jalan itu ada perempatan kecil yang juga ada papan petunjuk ke curug mengarah lurus mengikuti jalan beton. Jalan cukup sempit dan harus melalui beberapa tanjakan curam dengan kombinasi belokan tajam. Cukup menantang adrenalin bagi pengendara yang baru pertama kali melintas. Dengan kondisi seperti ini, hanya sepeda motor yang paling memungkinkan digunakan. Setelah berkendara selama sekitar 10 menit, sampailah pada sebuah lapangan kecil yang biasa dijadikan tempat parkir oleh pengunjung. Meskipun curug masih beberapa kilometer lagi, tapi jalanan yang masih ”alami” membuat sepeda motor tidak lagi bisa digunakan. Sehingga harus dititipkan di lapangan itu. Tapi kadang, lapangan itu tidak ada yang menjaga sehingga motor bisa dititipkan ke rumah penduduk.

Setelah motor dititipkan, lanjut dengan jalan kaki. Jalan setapak yang cukup sempit, naik turun, dan licin jika tersiram air hujan membuat kita harus berhati-hati melewatinya. Namun lingkungan sekitar yang masih alami membuat perjalanan menjadi menyenangkan. Setelah beberapa saat berjalan, kita melewati hutan pinus dengan pohonnya yang tinggi menjulang menawarkan kesejukan khas pegunungan. Di beberapa titik tertentu sepanjang perjalanan dapat dilihat pemandangan pedesaan dari ketinggian. Hamparan sawah, diselingi dengan deretan rumah sederhana yang dibelah oleh jalan yang menarik jika dilihat dari ketinggian. Perjalanan yang harus di tempuh sekitar 45 menit pun tidak akan membosankan.

Perjalanan yang cukup panjang dan menantang itu terbayar lunas dengan kemegahan curug muncar. Dari ketinggian sekitar 80 meter, ribuan liter air dihempaskan ke tanah dan bebatuan menciptakan pemandangan yang luar biasa. Percikan air begitu kuat saat mendekat ke curug, menunjukkan betapa kuatnya energi hempasan air pada bebatuan di bawahnya. Kesegaran menyelimuti tubuh, tatkala kita duduk di bebatuan dekat dengan titik jatuhnya air. Air yang memercik kuat, membuat tubuh diberondong jutaan tetes air yang memantul dari bebatuan. Sambil merasakan dorongan energi air yang menerpa tubuh dan kesegaran air pegungungan, kita dapat menyaksikan pemandangan pedesaan dari atas. Hamparan sawah diselingi hutan yang menghijau sangat memanjakan mata yang rindu akan kesejukan.

Selain untuk menikmati keindahan alam, tempat ini cocok untuk merenung dan bahkan meluapkan segala perasaan yang tidak enak. Jika kita teriak, suaranya akan tersamarkan oleh gemuruh air terjun yang cukup keras. Selain itu tempat ini cukup sepi, apalagi saat hari biasa bukan hari libur. Maklum tempat ini masih belum banyak diketahui masyarakat umum.

Objek wisata ini memang kurang mendapat perhatian dari  Pemda setempat sehingga kurang berkembang dengan baik. Namun di sisi lain kealamian lingkungan sekitar curug masih terjaga karena masih sedikitnya manusia yang menjamah tempat itu. Suasana yang sepi dan alami ini menawarkan wisata petualangan bagi pengunjung.