sawah lingko yang baru masuk masa tanam (Tim M) |
Sekitar tiga bulan lalu, seorang
kawan menunjukkan foto epiknya hasil dari traveling di Flores. Dari layar
ponselnya tampak hamparan sawah dengan pola jaring laba-laba jika dilihat dari
atas. Sawah yang saat itu sedang hijau-hijaunya terlihat sangat menakjubkan
karena polanya yang unik. Dia pun cerita pengalamannya selama di Flores hingga
sampai ke sawah lingko itu. Sempat ngiler juga, pengen rasanya ke sana. Tapi
apa daya, uang tak ada. Aku pun hanya bisa bertanya dalam hati, kapan bisa ke
sana? Dan jawabannya pasti “kapan-kapan”
Tak disangka sekarang aku sudah
di Flores, Ruteng tepatnya. Katanya sawah jaring laba-laba itu tak jauh dari
sini. Setelah tanya sana-sini kami bertiga putuskan untuk ke sana. Angkot yang
langsung menuju lokasi biasanya mangkal di pasar. Untuk itu kami harus jalan ke
pasar dulu. Sebenarnya ke pasarnya bisa naik angkot tapi, kami pilih jalan kaki
saja. Itung-itung sambil menikmati pemandangan Ruteng dan yang terpenting bisa
hemat ongkos. Sesampai di pasar, kami naik
angkot jurusan Cancar. Perjalanan melewati jalan pegunungan, berkelok-kelok
namun tidak membosankan. Setengah jam kemudian kami sampai di Cancar, ongkos
angkot 7.000/orang. Dari tempat kami turun, ternyata masih jalan beberapa kilo
lagi untuk sampai ke tempat tujuan.
Sebelum naik, kami mampir dulu di
rumah pengelola objek wisata ini. Wisata lingko ini masih dikelola secara
mandiri oleh si Bapak pemilik rumah itu. Rumahnya sederhana, di dalamnya
terdapat beberapa benda budaya khas Manggarai seperti tameng dan pecut (seperti
properti dalam tarian Caci). Setelah mengisi buku tamu dan membayar 5.000/orang
kami pun segera naik. Ditemani tiga bocah yang sudah membututi sejak keluar
rumah, kami naik ke bukit untuk menyaksikan karya luhur orang Manggarai. Jalan
setapak sudah cukup bagus, bersih, dan tidak terlalu terjal. Tak sampai
seperempat jam kami sudah tiba di puncak bukit. Sawah berbentuk jaring
laba-laba terhampar luas. Menurut salah seorang bocah, di sini ada 11 bagian
lingko. Lingko adalah sistem pembagian tanah adat untuk pertanian. Pemandangan
yang beberapa bulan lalu hanya bisa kulihat dari ponsel, kini sudah bisa
kulihat langsung.
canda tiga bocah yang membersamai kami (Tim M) |
Matahari semakin condong ke barat, usai puas berfoto
ria dengan latar sawah lingko kami pun pulang. Angin bertiup membawa udara
dingin menerobos pintu angkot sesaat setelah kami masuk ke dalamnya. Aku memilih
duduk menghadap pintu karena masih kosong dan bisa lihat pemandangan dengan leluasa. Seorang kawan perempuan mengikuti
dan duduk di sampingku. Lama kelamaan, angkot semakin penuh. Posisi duduk kami
pun semakin mendekat dan merapat. Obrolan kami berdua semakin menghangat,
membicarakan tentang matahari sore yang begitu indah. Hembusan angin dingin tak
begitu terasa karena kehangatan telah tercipta. Sore sederhana yang menyenangkan jadi penutup sempurna jalan-jalan selo ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar