kabut mistis Elar |
Selepas dari Bawe kami harus ke
Ruteng dahulu untuk mencari mobil yang sesuai. Katanya medan menuju Elar cukup
terjal dan jalannya rusak sehingga dibutuhkan mobil yang tangguh. Singkat
cerita, akhirnya kami dapat mobil yang dibutuhkan. Berangkatlah kami menuju ke
kecamatan Elar.
Mendung pekat menggantung di langit
Ruteng, sesaat sebelum berangkat hujan turun dengan derasnya. Kota Ruteng yang
berada di pegunungan Manggarai memang dikenal dengan langitnya yang hampir
selalu mendung sepanjang hari. Cuaca di sini cenderung susah diprediksi karena
sering berubah-ubah. Pagi biasanya cerah namun tiba-tiba siang berubah gelap,
dan sebelum sore hujan deras. Sudah terlanjur siap, kami pun tetap melanjutkan
perjalanan.
jalan berliku menuju Elar (Tim M) |
Keluar dari kota Ruteng, jalanan
mulai menanjak dan menyempit. Selanjutnya jalan gunung meliuk-liuk mewarnai
perjalanan menuju Elar. Seringkali kami temui bukit-bukit yang tergerus akibat
longsor. Jalan makin menyempit dan banyak lubang ketika kami mendekati Elar.
Mobil yang sering terguncang membuat kami yang tak nyaman akibat duduk
berdesakan menjadi semakin galau. Namun pemandangan pegunungan saat memasuki
wilayah Elar membuatku sedikit melupakan posisi tak nyaman ini. Perbukitan dan
lembah hijau terlihat suram berselimut kabut, indah dan sangat romantis. Kebun
kopi terhampar luas, katanya tempat ini merupakan sentra penghasil kopi
terkenal di Elar.
pegunungan Manggarai (Tim M) |
Senja semakin tua, kami tak
kunjung sampai di tempat yang dituju. Jalan aspal rusak berubah menjadi jalan
terjal berbatu sesaat setelah kami berbelok dari sebuah pertigaan sebelum kota
kecamatan Elar. Beberapa kali kami harus turun dari mobil lantaran mobil itu
tak sanggup membawa penumpangnya mendaki. Kerikil dan bebatuan lepas
mempersulit roda mobil untuk mencengkeram, sempat selip beberapa kali namun
mobil tetap dipaksa melanjutkan perjalanan. Sampai di sebuah persimpangan, ke
arah kiri jalanan menurun, namun ke arah kanan jalan menanjak. Menurut warga di
kampung bawah, untuk menuju Watu Ling, mobil sebaiknya ambil jalan kiri. Lumpur
bekas hujan menjebak roda mobil dan memaksanya untuk tidak bisa lanjut nanjak
ke atas.
Setelah mencari berbagai alternatif, akhirnya kami
putuskan untuk balik ke arah jalan aspal dan mencari tempat menginap semalam.
Tak bisa kami paksakan untuk naik ke atas karena kondisi jalan yang tidak
memungkinkan serta sudah terlalu larut malam. Menjelang tengah malam, akhirnya
kami dapat tempat menginap di sebuah rumah sederhana. Pemilik rumah itu adalah
pak Goris, seorang pria paruh baya yang ramah dan humoris. Tanpa ragu, dia
menerima tamu yang datang mendadak malam-malam dan bersedia memberikan
tumpangan serta mau repot-repot menyiapkan makanan untuk kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar