Selasa, 02 Februari 2016

Menembus Kabut Menuju Elar


kabut mistis Elar

Selepas dari Bawe kami harus ke Ruteng dahulu untuk mencari mobil yang sesuai. Katanya medan menuju Elar cukup terjal dan jalannya rusak sehingga dibutuhkan mobil yang tangguh. Singkat cerita, akhirnya kami dapat mobil yang dibutuhkan. Berangkatlah kami menuju ke kecamatan Elar.

Mendung pekat menggantung di langit Ruteng, sesaat sebelum berangkat hujan turun dengan derasnya. Kota Ruteng yang berada di pegunungan Manggarai memang dikenal dengan langitnya yang hampir selalu mendung sepanjang hari. Cuaca di sini cenderung susah diprediksi karena sering berubah-ubah. Pagi biasanya cerah namun tiba-tiba siang berubah gelap, dan sebelum sore hujan deras. Sudah terlanjur siap, kami pun tetap melanjutkan perjalanan.

jalan berliku menuju Elar (Tim M)

Keluar dari kota Ruteng, jalanan mulai menanjak dan menyempit. Selanjutnya jalan gunung meliuk-liuk mewarnai perjalanan menuju Elar. Seringkali kami temui bukit-bukit yang tergerus akibat longsor. Jalan makin menyempit dan banyak lubang ketika kami mendekati Elar. Mobil yang sering terguncang membuat kami yang tak nyaman akibat duduk berdesakan menjadi semakin galau. Namun pemandangan pegunungan saat memasuki wilayah Elar membuatku sedikit melupakan posisi tak nyaman ini. Perbukitan dan lembah hijau terlihat suram berselimut kabut, indah dan sangat romantis. Kebun kopi terhampar luas, katanya tempat ini merupakan sentra penghasil kopi terkenal di Elar.

pegunungan Manggarai (Tim M)

Senja semakin tua, kami tak kunjung sampai di tempat yang dituju. Jalan aspal rusak berubah menjadi jalan terjal berbatu sesaat setelah kami berbelok dari sebuah pertigaan sebelum kota kecamatan Elar. Beberapa kali kami harus turun dari mobil lantaran mobil itu tak sanggup membawa penumpangnya mendaki. Kerikil dan bebatuan lepas mempersulit roda mobil untuk mencengkeram, sempat selip beberapa kali namun mobil tetap dipaksa melanjutkan perjalanan. Sampai di sebuah persimpangan, ke arah kiri jalanan menurun, namun ke arah kanan jalan menanjak. Menurut warga di kampung bawah, untuk menuju Watu Ling, mobil sebaiknya ambil jalan kiri. Lumpur bekas hujan menjebak roda mobil dan memaksanya untuk tidak bisa lanjut nanjak ke atas.

Setelah mencari berbagai alternatif, akhirnya kami putuskan untuk balik ke arah jalan aspal dan mencari tempat menginap semalam. Tak bisa kami paksakan untuk naik ke atas karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan serta sudah terlalu larut malam. Menjelang tengah malam, akhirnya kami dapat tempat menginap di sebuah rumah sederhana. Pemilik rumah itu adalah pak Goris, seorang pria paruh baya yang ramah dan humoris. Tanpa ragu, dia menerima tamu yang datang mendadak malam-malam dan bersedia memberikan tumpangan serta mau repot-repot menyiapkan makanan untuk kami. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar