Senin, 06 November 2017

Menembus Kabut Gunung Prau via Kalilembu

menembus kabut 
Gerimis turun sesaat setelah kami membungkus rapat tubuh dengan sleeping bag. Beberapa saat kemudian suara rintik gerimis itu memudar, kemudian hilang. Sudah reda, semoga dini hari nanti langit cerah sehingga tampak jelas bintang-bintang. Melihat megahnya langit dengan miliaran titik cahaya bintang dari dalam tenda sambil makan cemilan berkadar micin tinggi. Namun harapan itu hanya sebatas angan. Hujan kembali turun, kali ini lebih deras dan semakin deras. Kilatan petir menyambar disertai dentuman guntur yang bersahutan. Suhu semakin terasa dingin, resleting sleeping bag kunaikkan. Saat hujan memang sangat nyaman untuk tidur, suara rintiknya membuatku segera terlelap. Sempat nglilir beberapa kali karena suara gludug, namun segera bisa tertidur kembali.

Basecamp Kalilembu yang Sunyi

Basecamp Kalilembu

Gelap, hanya papan petunjuk kecil di pinggir jalan bertuliskan “Basecamp Kalilembu”. Sangat sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan saat kami masuk beberapa ratus meter ke dalam gapura desa. Hanya ada kebun sayur di sisi kiri dan dinding tebing di sisi kanan. Namun yang menarik adalah jalan desa ini berupa aspal mulus dengan marka jalan yang begitu jelas, sepertinya jalan ini baru saja selesai dibuat. Lebar jalan sekitar 3 meter, cukup lebar untuk ukuran jalan desa. Kalilembu merupakan salah satu dari dua dusun yang ada di desa Dieng Wetan.

Kamis, 02 November 2017

Mengenal Lebih Dekat Tenaga Kesehatan di Papua Barat

jalan utama Kampung Tofoi (2013)
Sesosok perempuan muda muncul membuka pintu rumah dinas di komplek puskesmas Tofoi. Memakai kaos, rambut diikat sekenanya, dengan kesadaran yang masih belum pulih benar. Sepertinya dia baru saja bangun tidur, karena agak lama saya mengetuk pintu dan menunggu. Tubuhnya mungil, wajahnya pun masih terlihat imut. Hampir saja saya bilang, “adik, bu dokter ada ka tidak?”. Tapi untungnya pertanyaan bodoh itu tidak jadi keluar dari mulut saya. Setelah tahu maksud dan tujuan saya, dia pun mempersilahkan masuk. Rumah dinas dengan beberapa kamar, satu ruang tamu, dan dapur, cukup besar untuk ditinggali sendiri. Setelah mempersilahkan duduk, dia pun segera membuatkan teh.

Rabu, 01 November 2017

Belajar Toleransi dari Bapak Ibu Guru di Tomage

Bapak Ibu Guru dan Warga Tomage mengantar kepergian kami
Riuh ocehan bocah-bocah terdengar dari dalam gereja. Sabtu pagi adalah jadwal murid-murid SD YPPK (Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik) Santo Titus Tomage untuk jalan-jalan keliling kampung sekaligus bersih-bersih gereja. Usai membersihkan gereja, mereka melanjutkan perjalanan ke jetty/dermaga kampung. Sesekali mereka menyanyikan lagu-lagu rohani yang dibimbing oleh Pak Eli, salah satu guru di SD tersebut. Pria asal Ambon ini memang cukup fasih melantunkan lagu-lagu rohani. Kegiatan rekreasi ini rutin dilakukan untuk menghalau kejenuhan murid-murid setelah hampir seminggu belajar di kelas.           

Selasa, 25 April 2017

Musim Asap yang Menyesakkan, Akankah Terus Berulang?

Kota Nanga Pinoh dalam kepungan asap (Melawi, September 2015)
Kalimantan Barat, Musim Asap 2015. Kabut asap hampir merata menyelimuti semua Kabupaten/Kota dengan intensitas berbeda. Tak hanya Kalimantan Barat, bencana ini juga dialami hampir seluruh pulau Kalimantan dan banyak daerah lain di Nusantara. Pengaruh El Nino katanya yang menyebabkan kemarau berkepanjangan dan menyebabkan terbakarnya lahan gambut. Lalu apa/siapakah El Nino ini? Ah.. siapa pula yang peduli.

Senin, 10 April 2017

Batas Sambas, Beranda Depan yang Mulai Berbenah

Para Pelintas Batas di Border Aruk (Dokumentasi Pribadi)
Para Pelintas Batas
Tumpukan pasir nampak di sepanjang jalan raya desa Sijang. Beberapa truk terparkir di tepi jalan, sementara para sopir menepi di warung kopi. Keesokan harinya pasir yang tadinya menumpuk di pinggir jalan, kini telah rata menutup permukaan jalan sepanjang beberapa ratus meter. Alat berat perata jalan mondar mandir menggilas apapun yang dilewati tanpa ampun. Perlahan tapi pasti, tanah dan kerikil yang tadinya berhambur menjadi rata dan padat. Sebentar lagi bagian jalan ini siap untuk diaspal.

Temawang Bulai, Desa Mandiri Energi di Kaki Bukit Saran

Pemukiman desa Temawang Bulai berlatar bukit Saran
Desa Temawang Bulai
Seperti biasa, kabut pagi hampir selalu menyelimuti desa. Kabut pagi ini cukup pekat, bukit Saran juga masih belum terlihat. Pukul 6 pagi, desa masih sepi tak tampak aktivitas berarti. Dalam suasana yang masih remang, tampak titik cahaya di depan rumah-rumah warga yang berjajar di sepanjang jalan desa. Sepanjang malam hingga pagi, lampu-lampu beranda masih menyala. 

Mengenal Keunikan Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat

Rumah Betang Sui Utik, Kapuas Hulu
Terpisah parit kecil, sekilas tidak ada perbedaan antara dusun Menukung 2 dengan dusun Mekarsari. Sama seperti masyarakat Dayak di daerah hulu sungai Melawi lain, mereka bekerja di sektor pertanian. Karet adalah sumber penghidupan utama mereka selain ladang padi. Seiring masuknya perusahaan sawit, sebagian mereka juga memiliki pekerjaan tambahan sebagai pekerja perkebunan. Kebanyakan warga kedua dusun itu masih memiliki hubungan kekerabatan. Dalam keseharian pun mereka membaur dan seringkali melakukan gotong royong. 

Rabu, 22 Februari 2017

Bermain Mobil, Mengisi Sore Ceria di Kampung Heret


anak-anak Heret dan mobilnya

Mobil, begitu seorang bocah menyebut benda yang sedang didorongnya itu. Dengan malu-malu dia menjawab pertanyaanku tentang nama mainan yang terbuat dari bambu panjang, diujungnya terdapat semacam roda dari kayu. Benda itu dimainkan dengan cara didorong menggunakan semacam setang dari kayu yang ditusukkan di badan bambu. Entah kenapa mainan itu dinamakan mobil. Si bocah pun hanya bengong, tak bisa menjawab kekepoanku itu. Mungkin karena malu, takut, atau bingung mau jawab apa. Yang pasti mainan itu jadi kegemaran anak-anak di kampung Heret, kampung kecil di pegunungan pulau Flores, NTT.