Tampilkan postingan dengan label gunung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label gunung. Tampilkan semua postingan

Jumat, 09 Juli 2021

Menggapai Atap Yogyakarta

Gunung Kendil

Gunung Kendil, nama yang cukup asing bagi saya. Padahal gunung ini terletak tak jauh dari Puncak Suroloyo yang sudah tersohor itu. Gunung Kendil merupakan sebuah bukit di tepi Jl Suroloyo. Jika kita menuju ke Puncak Suroloyo dari kota Jogja, Gunung Kendil terletak di sebelah kiri jalan. Hanya ada penanda plang kecil bertuliskan “Gunung Kendil” saat saya ke sana karena papan yang lebih besar roboh terkena angin.

Rabu, 24 Oktober 2018

Gunung Prau via Wates, Jalan Panjang Menuju Puncak Dieng


Jalan Panjang

Kembang api meluncur tanpa henti saat kami akan memulai perjalanan dari basecamp. Cahaya purnama kini mendapat saingan dari cahaya warna-warni kembang api. Suara letusan khasnya memecah kesunyian malam di awal bulan Juli 2018. Sejenak kami berhenti, sekadar menikmati atraksi kembang api. Lima menit berlalu, namun tak ada tanda-tanda akan berakhir. Awalnya saya kira itu hanya ulah iseng anak-anak desa Wates mengisi malam minggunya. Namun ternyata atraksi kembang api merupakan salah satu rangkaian acara peresmian mushola. Acara puncaknya, yakni pemotongan pita baru dilakukan Minggu pagi.

Senin, 06 November 2017

Menembus Kabut Gunung Prau via Kalilembu

menembus kabut 
Gerimis turun sesaat setelah kami membungkus rapat tubuh dengan sleeping bag. Beberapa saat kemudian suara rintik gerimis itu memudar, kemudian hilang. Sudah reda, semoga dini hari nanti langit cerah sehingga tampak jelas bintang-bintang. Melihat megahnya langit dengan miliaran titik cahaya bintang dari dalam tenda sambil makan cemilan berkadar micin tinggi. Namun harapan itu hanya sebatas angan. Hujan kembali turun, kali ini lebih deras dan semakin deras. Kilatan petir menyambar disertai dentuman guntur yang bersahutan. Suhu semakin terasa dingin, resleting sleeping bag kunaikkan. Saat hujan memang sangat nyaman untuk tidur, suara rintiknya membuatku segera terlelap. Sempat nglilir beberapa kali karena suara gludug, namun segera bisa tertidur kembali.

Jumat, 15 Agustus 2014

Menikmati Fajar dan Senja di Pulau Langit

Gunung Sindoro, pemandangan dari Gunung Sumbing (dokumentasi tim)
September 2011, pada bulan ini untuk pertama kalinya aku berkesempatan naik gunung. Dua gunung sekaligus kudaki dalam sebulan ini. Keduanya menawarkan pengalaman dan sensasi yang sangat berbeda. Salah satu pengalaman yang ingin kurasakan adalah melihat terbit dan terbenamnya matahari. Sebuah fenomena biasa memang, tapi jika dinikmati dari sudut pandang yang tak biasa berubah menjadi fenomena yang luar biasa. Dalam pendakian ini aku ingin melihat fenomena itu dari ketinggian yang belum pernah kucapai.
awal pendakian
Lereng Gunung Sindoro 2800mdpl, 6 September 2011
Jam 3 pagi, mata ini belum juga bisa terpejam. Hembusan kuat angin pegunungan sejak malam tadi menimbulkan suasana horor di dalam tenda. Aku yang baru pertama kali naik gunung begitu galau mendengar gemuruh angin disusul dengan tenda ikut bergoyang dengan kerasnya. Seakan tanpa jeda, hembusan angin itu menyerang tenda kami dari berbagai arah. Kupikir angin gunung ini akan menghempaskan tenda seisinya ke jurang. Aku hanya bisa meringkuk pasrah di dalam sleeping bag. Sampai jam 3 lebih sedikit, angin mulai berkurang baik intensitas maupun kecepatannya.
Sebenarnya kami berencana muncak mulai jam 3 pagi agar dapat menikmati sunrise di puncak. Namun, akhirnya kami baru bisa berangkat jam 4 pagi. Pagi itu, angin tak begitu kencang, meski demikian hawa dingin tetaplah menusuk walau sudah dibungkus jaket tebal. Jam 5 pagi, suasana sudah mulai terang. Dari arah timur mulai terlihat semburat warna merah, sementara puncak masih cukup jauh. Aku sadar bahwa tak akan bisa mengejar sunrise di puncak. Sambil sesekali istirahat, ku sempatkan untuk melihat keindahan terbitnya matahari.
sunrise Sindoro
Luar biasa! Matahari terlihat muncul dari balik lautan awan putih. Awan yang bergerombol pagi itu terlihat seperti lautan putih sejauh mata memandang. Terlihat di kejauhan dua gundukan tanah di tengah lautan awan yang mirip pulau. Kedua gundukan itu tak lain adalah gunung Merapi dan Merbabu. Terlihat juga gunung Sumbing yang berdiri gagah diselimuti awan bagian bawahnya. Belum seluruh wajah matahari nampak, terlihat sebuah pelangi menaunginya. Sungguh pagi yang sempurna.

Pos 2 jalur Wekas Gunung Merbabu 2500mdpl, 24 September 2011
Tiga tenda sudah didirikan, cukup untuk melindungi kami dari terpaan dinginnya angin gunung malam nanti. Masih jam 4 sore, kamipun mengisi waktu senggang ini dengan berbagai aktivitas mulai dari mencari air sampai sekedar melepas lelah setelah 3,5 jam mendaki dari basecamp. Namun, kesibukan kami terusik oleh penduduk lokal gunung Merbabu. Dia mengendap-endap dan berhasil mencuri persediaan beras memanfaatkan kelengahan kami. Tidak hanya itu, dia juga berhasil menggondol sebungkus keju! Tanpa merasa berdosa, dia melahap makanan curiannya di balik semak-semak. Sementara itu, kami masih terpaku tak berdaya di sekitar tenda sambil mengutuki kebodohan kami. Semua persediaan beras memang disimpan dalam satu tempat. Jadi dalam pendakian ini sudah pasti kami tidak dapat menikmati nasi. Kembali teringat teori portofolio investasi “jangan taruh semua telur dalam satu keranjang”.

Akhirnya kami hanya bisa memasak sayur sop dan tempe (tanpa nasi) untuk makan malam. Kebutuhan karbohidrat dipenuhi dari mie instant dan roti yang untungnya tersedia cukup untuk tiga kali makan. Setelah agak longgar, kusempatkan untuk merebahkan diri di atas sekumpulan ilalang yang sudah mengering. Cukup untuk menghangatkan tubuh di tengah udara yang semakin dingin. Menatap birunya langit biru yang bersih, hanya ada awan tipis menghiasinya. Di arah puncak, terlihat hijaunya bukit dengan latar langit biru. 

Jam di HP menunjukkan pukul 17.15, sudah saatnya aku bergabung dengan kawan-kawan yang lain di pinggir tebing untuk melihat sunset. Tebing itu berada tidak jauh dari lokasi tenda, tepatnya di sebelah barat. Tempat itu memang menjadi favorit para pendaki untuk menikmati keindahan matahari terbenam. Dari tebing itu dapat dilihat air terjun dan aliran sungai yang ada di bawah. Meski tertutup kabut tipis, masih bisa terlihat kelokan aliran sungai dan hijaunya pepohonan di lembah gunung Merbabu.
jelang senja di gunung Merbabu (dokumentasi tim)
Matahari sudah semakin rendah memancarkan cahaya kuning keemasan. Langit mulai berubah warna menciptakan gradasi yang mengagumkan. Dari kejauhan terlihat dua gunung kembar Sindoro-Sumbing. Kedua gunung itu terlihat seperti pulau yang berdampingan di tengah lautan awan. Matahari pun semakin condong dan perlahan tenggelam ke dalam lautan awan. Meskipun matahari sudah tak tampak lagi, aku masih terpaku karena terpukau oleh keindahan sunset yang belum pernah kulihat sebelumnya. Sementara itu, kawan-kawan yang lain sudah menuju tenda meninggalkan aku dan salah seorang kawan di tepi tebing. Sesekali kami ngobrol, tapi lebih banyak diam menjadi saksi keagungan Tuhan.

Senin, 21 April 2014

Tingginya Gunung Tidak Hanya Sekedar 5 cm

Menuju puncak Merapi

Akhir-akhir ini, banyak tersiar berita tentang kecelakaan yang dialami pendaki gunung. Mulai dari yang tersesat dengan perbekalan yang minim, sampai ada yang meninggal karena menghirup gas beracun. Kecelakaan dalam pendakian biasanya disebabkan oleh faktor alam dan kesalahan pendaki sendiri. Untuk kasus di Indonesia, faktor kesalahan manusia lah penyebab utama terjadinya kecelakaan itu. Kurangnya persiapan seperti persiapan fisik, peralatan dan perbekalan yang memadai, serta kurangnya pemahaman medan adalah kesalahan yang fatal bagi pendaki.