jetty Waiwo Resort |
Mobil
terparkir di tepi jalan pinggir hutan. Jalan setapak nampak mengarah ke hutan.
Tak jauh dari jalan terdapat sebuah pondokan sedehana. Setelah melewati
pondokan, terlihatlah pantai kecil. Pantai kecil berpasir putih yang dibatasi
hutan. Di beberapa titik terdapat pondokan kecil, yang di salah satunya
terdapat baliho bertuliskan Waiwo Dive Resort. Jetty atau dermaga kayu membujur
ke arah laut. Jetty tampak bagus dan terawat, sepertinya masih baru. Di tengah
ada semacam pondok kayu kecil beratap alang. Di tengah jetty dibuat semacam
tempat istirahat dengan beberapa tempat duduk dengan atap yang juga terbuat dari
alang. Dari situ ada tangga kayu yang mengarah ke ujung jetty.
Dari
jetty bawah, ada tangga yang disediakan untuk turun ke jembatan apung. Terbuat
dari semacam jeriken kosong, jembatan apung ini biasa digunakan untuk melihat
ikan-ikan dari dekat. Berbagai jenis ikan hidup di area pantai Waiwo. Karena
itu, daerah sekitar jetty Waiwo dijadikan sebagai salah satu titik penyelaman
menarik di Raja Ampat. Sebenarnya tak perlu menyelam, hanya dengan snorkeling
saja sudah bisa menikmati keindahan bawah laut di sekitar jetty. Bahkan dengan
adanya jembatan apung ini, kita bisa melihat keindahan ikan-ikan tanpa harus
nyemplung. Cukup berbekal remahan roti, kita bisa memanggil sekumpulan ikan.
Segerombolan ikan nan cantik dan unyu akan segera mengerubungi remahan roti
yang ditaburkan. Mereka berenang dengan bebasnya sambil memburu remahan roti.
Air laut yang sangat jernih, menjadikan atraksi ini kian sempurna.
ikan-ikan unyu di bawah jetty |
Saat
kami berkunjung ke sana, Waiwo Dive Resort cukup sepi. Hanya ada beberapa
wisatawan lokal saja yang tampak selain kami. Letaknya yang cukup dekat dengan
kota Waisai menjadikan tempat ini sebagai salah satu destinasi favorit untuk
menikmati keindahan bawah laut Raja Ampat. Ada dua jalur bagi wisatawan untuk
masuk resort ini, pertama melalui darat seperti kami dan kedua melalui laut.
Khusus untuk yang lewat laut, bisa langsung parkir kapal di jetty. Fasilitas di
resort ini terbilang cukup lengkap dan mewah. Untuk biaya masuknya, kami tidak
tahu menahu. Turun dari pick up, kami langsung aja masuk ikut si abang sopir.
Usai
puas bermain-main dengan ikan di Waiwo, kami naik ke mobil dan menuju destinasi
berikutnya. Lagi-lagi kami tak tahu mau dibawa ke mana oleh si sopir. Kembali
mobil menyusuri jalan tengah hutan menuju suatu tempat. Sekitar 20 menit
kemudian, mobil pun berhenti di pinggir jalan dekat pantai. Saleo, nama pantai
berpasir putih ini. Pantainya sebenarnya cukup panjang, namun sebagian besar
masih dipenuhi pepohonan. Area terbukanya tidak terlalu luas dan terpusat di
satu titik. Di sini hanya terdapat beberapa gubuk kecil dan warung. Beberapa
unit penginapan juga disediakan oleh pengelola. Setiap unit biasanya berupa
rumah panggung kecil beratap ilalang dengan satu kamar. Untuk setiap unit
disewakan 300.000/malam/orang, dengan fasilitas kasur busa dan kelambu serta
makan 3X sehari.
pantai Saleo |
Sama
seperti di Waiwo, pantai di sini sangat jernih airnya dan ombaknya tenang. Area
pantai cukup bersih, tak tampak sampah berserak. Terlihat beberapa wisatawan
lokal di pantai Saleo ini. dibanding Waiwo, tempat ini sedikit lebih ramai.
Pengelola pantai Saleo juga menyediakan beberapa permainan seperti perahu
karet, ban, dan kano. Sementara beberapa kawan asyik bermain dengan perahu
karet, aku cukup di pinggir pantai saja. Sekadar menyelupkan kaki di air bagiku
sudah cukup sebagai syarat sah jika mengunjungi suatu pantai. Tak perlu bermain
air sampai ke tengah, karena memang ndak bisa renang. Santai di pantai,
menikmati semilir angin laut sambil ngobrol ngalor ngidul dengan kawan. Rasanya
menyenangkan menikmati waktu selo di Saleo.
penginapan "sederhana" di Saleo |
Cukup
lama kami di Saleo, tampaknya mereka keasyikan main air di tengah. Kami yang di
pantai hanya bisa menunggu sambil ngobrol atau makan, untungnya di sini ada
warung. Bosan duduk-duduk di satu tempat, aku pun memutuskan untuk jalan-jalan
di sekitar pantai. Kemudian kuhampiri seorang kawan yang sedang ngobrol dengan
bang sopir dan kawannya. Ternyata mereka berdua adalah orang Bugis dan cukup
banyak orang Bugis di sini. Di Waisai dan sekitarnya memang banyak pendatang
dari Maluku dan Sulawesi, sama seperti beberapa kampung yang kami singgahi di
Teluk Bintuni kemarin. Peluang kerja di Papua memang masih terbuka lebar
terutama bagi para pendatang dari pulau-pulau terdekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar