Selasa, 02 Februari 2016

Liburan Kere Hore di Raja Ampat (2), Menyapa Lumba-Lumba di Kampung Keren Saporkren



kampung keren Saporkren
Destinasi kami selanjutnya terletak tak jauh dari Saleo. Kali ini mobil berhenti tepat di pinggir pantai. Sebuah pantai kecil dengan hamparan pasir putihnya, sepi seperti pantai pribadi. Tapi bukan pantai ini tujuan kami. Abang sopir dan kawannya menuntun kami masuk ke dalam hutan. Jalan setapak menanjak menjadi permulaan. Vegetasi cukup lebat, masih banyak pohon besar di sekitar. 


Sekitar 10 menit jalan santai di hutan, kami memasuki kebun pisang dan kemudian terlihatlah pantai. Tidak terlalu luas, terdapat semacam beton penahan gelombang di bagian pinggir. Di ujung pantai, terdapat semacam jalan berupa jembatan dari kayu yang sengaja dibuat untuk menuju suatu tempat di balik bukit. Biasanya, untuk menuju kampung Saporkren ini pengunjung dibawa menggunakan kapal. Jarang ada yang trekking lewat hutan seperti yang kami lakukan ini. Tapi namanya juga liburan kere hore, yang penting hemat dan bisa hore-hore.
jembatan penghubung
Jembatan kayu dengan pondasi beton itu dibangun melingkar sepanjang tebing hingga berakhir di pantai sebelah. Dari ujung jembatan sudah mulai tampak beberapa rumah penduduk yang dibangun dekat pantai. Terlihat beberapa mama sedang duduk bersantai sambil ngobrol di luar rumah. Di perkampungan, rumah-rumah berjajar rapi di sepanjang jalan kampung yang cukup lebar. Terdapat pagar kayu bercat biru dan kuning memanjang yang menjadi batas antara halaman rumah dan jalan. Tanaman bunga menghiasi halaman tiap-tiap rumah, mempermanis lanskap kampung itu. Rangkaian hiasan janur kuning dibentangkan sepanjang pagar. Sepertinya kampung itu menghias diri untuk merayakan natal kemarin.

Kampung Saporkren, begitulah sepenggal kata yang tertera di depan kantor Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang yang sederhana. Baru kutahu kalau nama kampung keren ini adalah Saporkren.  Di tengah kampung terdapat gereja yang tepat di seberangnya ada jetty. Sementara itu  mendung yang sedari tadi menggantung kian pekat dan tebal. Benar saja, tak lama kemudian hujan deras mengguyur. Kami pun berteduh di halaman gereja yang kebetulan masih terpasang tenda terpal dan beberapa kursi. Tak sampai setengah jam kemudian, hujan mereda.
jetty kampung Saporkren
Seperti biasa menjelang sore anak-anak sudah nongkrong di jetty. Di manapun, jetty memang jadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu sore terutama bagi anak-anak. Beberapa diantara mereka berloncatan ke laut, berenang sebentar, kemudian naik lagi ke jetty. Begitu seterusnya dilakukan berulang dengan wajah yang riang. Sebagian anak lainnya hanya jalan-jalan atau duduk-duduk saja di jetty, ada juga beberapa anak yang mancing dengan alat seadanya di tepi jetty. Di sekitar pantai terlihat beberapa sampan yang mencoba peruntungan untuk mencari ikan.

Ditemani beberapa anak dan warga lokal, kami duduk-duduk di ujung jetty. Salah seorang warga mengeluarkan siulan yang nyaring, bermaksud “memanggil” lumba-lumba. Tak lama kemudian beberapa ekor lumba-lumba tampak berlompatan di kejauhan. Mereka berenang sambil berlompatan di sekitar pantai seakan menanggapi panggilan warga tadi. Selama beberapa waktu lumba-lumba itu menyapa kami, kemudian kembali ke tengah laut. Katanya daerah ini memang banyak terdapat lumba-lumba dan masih cukup mudah untuk “memanggilnya”.

Waktu semakin sore, kami putuskan untuk segera kembali ke Waisai. Di tengah perjalanan hujan deras mengguyur lagi. Meski duduk di bak terbuka, kami tak peduli badan kebasahan (yang penting HP aman). Lebatnya hutan sekitar jalan kembali dilalui. Laut dan pantai yang masih bersih, ditambah hutan yang lestari menandakan masih terjaganya alam di Raja Ampat khususnya pulau Waigeo. Semoga saja aktivitas turisme yang kian semarak, tidak mengubah kelestarian alam Raja Ampat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar