Senin, 11 Januari 2016

Tomage, Kampung yang Tersembunyi di Belantara Hutan Papua.

secarik pelangi di langit teluk Bintuni

Pagi di muara Otoweri, hening sesekali ditimpali kicauan burung di rerimbunan hutan. Langit sedikit berawan membiaskan cahaya matahari yang mulai menampakkan wujudnya. Di ufuk barat langit memerah berhiaskan secarik pelangi. Jangkar masih mengakar di dasar muara. Sejak malam tadi ketinting kami berlabuh di muara Otoweri sebelum melanjutkan perjalanan ke kampung Tomage, kampung yang letaknya berada di daerah hulu.


Usai sarapan dan persiapan seperlunya, jangkar pun di angkat kemudian dimulailah pelayaran ke arah hulu. Ketinting berjalan perlahan menyusuri sungai Otoweri. Air sungai yang berwarna coklat teh tersibak menimbulkan gelombang lembut ke arah tepian. Sunyi, hanya deru suara mesin ketinting dan sesekali terdengar ocehan kami. Alur sungai Otoweri berkelok-kelok membelah belantara hutan hujan tropis Papua. Sepanjang perjalanan hanya nampak pepohonan raksasa yang menjadi tempat bermain burung-burung. Mereka beterbangan dengan bebasnya, bekicau, bertengger dari satu dahan ke dahan lain. Tak tampak jejak peradaban manusia sedikitpun. Sejenak terpikir bahwa kami berada di dunia yang hilang. Dunia yang belum terjamah manusia, dunia yang masih alami. Dunia di mana ekosistem berjalan dengan normal tanpa gangguan keserakahan manusia.

Udara begitu segar, ditambah lagi kicauan burung yang mulai muncul menyemarakkan suasana. Sejam berlalu, ketinting masih melaju perlahan tapi pasti. Sungai yang tadinya lebar makin menyempit. Sungai yang semula selebar puluhan meter kini menjadi hanya beberapa meter saja. Tumbuhan sejenis palem-paleman mendominasi tepian sungai. Air pun makin dangkal dan terlihat beberapa puing kayu hanyut. Jika lengah, kapal bisa karam dan lebih parah lagi baling-baling bisa rusak karena terbentur kayu atau tersangkut akar. Dibutuhkan kemampuan kemudi yang bagus dan berpengalaman untuk melalui sungai seperti ini. Beruntung, nakhoda kami cukup berpengalaman dan dibantu pula oleh Om Karim yang sudah malang-melintang menjelajahi beberapa sungai di perairan Teluk Bintuni. Dalam situasi seperti ini, biasanya Om Karim duduk di ujung haluan sambil memberi arahan kepada nakhoda yang kemudinya ada di bagian belakang.
menyusur sungai Otoweri
Setengah jam kemudian, sudah tampak adanya tanda-tanda kehidupan. Sebuah bangunan jetty/dermaga kecil ada di sisi sungai. Kemudian, terlihat seorang mama dan anaknya sedang mendayung sampan. Sungai merupakan jalur transportasi utama selain jalan setapak hutan di daerah hulu sungai Otoweri ini. Kampungnya pun hanya ada beberapa saja dengan SP 1 Distrik Bomberai (tempat pemukiman transmigran) sebagai “pusat kota” terdekat.

Tak jauh dari situ, kampung Tomage berada. Dari kejauhan tampak jetty kecil dengan jembatan yang beratap alang. Di seberang jembatan terlihat plang kecil yang berlatar spanduk ajakan menabung. Hanya ada dua rumah kayu sederhana di sekitar jetty, sementara rumah-rumah lain ada di dalam perkampungan. Sepi, siang itu tak ada aktivitas di jetty. Ketinting segera merapat, Om Karim melompat ke jetty terlebih dahulu sambil menambatkan beberapa utas tali. Setelah ketinting tertambat sempurna kami pun segera menyusul turun ke jetty. “Selamat Datang di Kampung Tomage” tulisan di plang kecil buatan mahasiswa KKN Unipa 2013 itu menyapa kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar