Senin, 11 Januari 2016

Di Sini, Harga Kangkung Sepuluh Ribu Seikat

kebun sekolah
Menu makan siang kami kali ini sangat spesial. Tak ada sarden kalengan yang kalau cium baunya saja udah berasa enek. Sayuran segar, kangkung dan terong yang barusan dipetik dari kebun menjadi pembeda. Kalau lauk lain ya masih tetep telur dadar, tapi gapapa lah asal bukan sarden. Selama beberapa minggu terakhir ini kami jarang makan sayur. Di daerah pesisir Teluk Bintuni, pertanian bukanlah budaya dari masyarakat setempat. Kalaupun ada yang bertani, mereka adalah para transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa. Baru beberapa tahun terakhir ini pemda setempat membekali warga di kampung-kampung pengetahuan tentang pertanian salah satunya di Tomage ini. Perwakilan warga tiap kampung di Fakfak diberikan pelatihan singkat mengenai pertanian. Mereka dikirim ke Malang untuk selanjutnya diberi tanggungjawab mengembangkan ilmunya di kampung masing-masing.


Beberapa petak kebun sayuran tampak di pekarangan beberapa rumah. Bedengan sederhana dibuat sebagai media tanam sayur. Tak luas, hanya belasan meter persegi saja tiap petaknya. Kangkung dan Terong adalah sayuran yang banyak mereka tanam. Para mama lah yang biasanya menanam dan merawat kebun itu. Sekolah pun tak ketinggalan, mereka memiliki kebun di halaman sekolah. Tanam menanam juga diajarkan di sekolah.
Sayur yang ditanam biasanya hanya untuk konsumsi sendiri saja. Kalau sisa baru dijual ke tetangganya itupun kalau ada yang beli. Orang sini masih belum biasa makan sayur kebun. Pola pemenuhan makan mereka masih tergantung pada alam, hutan menjadi sumber utama makanan mereka. Tak banyak sayur yang ditanam, tak banyak juga kebutuhan sayur warga, jadi seimbang lah.

“Mama, kangkungnya biasa dijual berapa?”, Tanyaku. “Sepuluh ribu satu ikat”, jawab si mama dengan santainya seolah itu wajar. Aku pun berusaha tenang dan menanggapinya dengan wajar meski dalam hati misuh-misuh. Kangkung macam apa sih yang dijual segitu? Ternyata ya cuma seikat kecil yang kalau di Jawa bisa ditebus dengan seribu atau bahkan lima ratus perak. Jangan ditanya rasanya... hmm.. biasa saja seperti kangkung normal lainnya. Tapi kalau makannya sambil mengingat harganya rasanya jadi luar biasa. Sekali makan siang kami habiskan Rp90.000 untuk beberapa ikat kangkung dan beberapa buah terong. Berasa makan makanan mewah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar