kebun sekolah |
Menu
makan siang kami kali ini sangat spesial. Tak ada sarden kalengan yang kalau
cium baunya saja udah berasa enek. Sayuran segar, kangkung dan terong yang
barusan dipetik dari kebun menjadi pembeda. Kalau lauk lain ya masih tetep
telur dadar, tapi gapapa lah asal bukan sarden. Selama beberapa minggu terakhir
ini kami jarang makan sayur. Di daerah pesisir Teluk Bintuni, pertanian
bukanlah budaya dari masyarakat setempat. Kalaupun ada yang bertani, mereka
adalah para transmigran yang kebanyakan berasal dari Jawa. Baru beberapa tahun
terakhir ini pemda setempat membekali warga di kampung-kampung pengetahuan
tentang pertanian salah satunya di Tomage ini. Perwakilan warga tiap kampung di
Fakfak diberikan pelatihan singkat mengenai pertanian. Mereka dikirim ke Malang
untuk selanjutnya diberi tanggungjawab mengembangkan ilmunya di kampung
masing-masing.
Beberapa
petak kebun sayuran tampak di pekarangan beberapa rumah. Bedengan sederhana
dibuat sebagai media tanam sayur. Tak luas, hanya belasan meter persegi saja
tiap petaknya. Kangkung dan Terong adalah sayuran yang banyak mereka tanam.
Para mama lah yang biasanya menanam dan merawat kebun itu. Sekolah pun tak
ketinggalan, mereka memiliki kebun di halaman sekolah. Tanam menanam juga
diajarkan di sekolah.
Sayur
yang ditanam biasanya hanya untuk konsumsi sendiri saja. Kalau sisa baru dijual
ke tetangganya itupun kalau ada yang beli. Orang sini masih belum biasa makan
sayur kebun. Pola pemenuhan makan mereka masih tergantung pada alam, hutan
menjadi sumber utama makanan mereka. Tak banyak sayur yang ditanam, tak banyak
juga kebutuhan sayur warga, jadi seimbang lah.
“Mama, kangkungnya biasa dijual berapa?”, Tanyaku. “Sepuluh ribu satu ikat”, jawab si mama dengan santainya seolah itu wajar. Aku pun berusaha tenang dan menanggapinya dengan wajar meski dalam hati misuh-misuh. Kangkung macam apa sih yang dijual segitu? Ternyata ya cuma seikat kecil yang kalau di Jawa bisa ditebus dengan seribu atau bahkan lima ratus perak. Jangan ditanya rasanya... hmm.. biasa saja seperti kangkung normal lainnya. Tapi kalau makannya sambil mengingat harganya rasanya jadi luar biasa. Sekali makan siang kami habiskan Rp90.000 untuk beberapa ikat kangkung dan beberapa buah terong. Berasa makan makanan mewah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar