Senin, 11 Januari 2016

Jangan Bikin Onar di Kampung Onar

kampung Onar Lama
Seorang pengurus kampung tiba-tiba berteriak sambil mengacung-acungkan parang ketika beberapa kawan hendak mengurus perijinan. Sontak mereka pun lari terbirit-birit menjauh dari Bapak yang menyambut mereka dengan acungan parang. Kejadian ini ternyata hanya salah paham saja, si Bapak merasa kami sudah melakukan kegiatan di kampungnya tanpa ijin. Padahal sebenarnya waktu itu kami mau minta ijin, tapi si Bapak keburu menghunus parangnya. Singkat cerita akhirnya si Bapak mengijinkan kegiatan kami tak lama setelah insiden itu. Orang sini memang gampang emosi, karena itu kami harus berhati-hati agar tidak timbul keonaran lagi.


Sebenarnya nama “Onar” di sini bukan berarti kata “onar” dalam bahasa Indonesia. Kata tetua adat setempat nama “onar” berasal dari kata dalam bahasa lokal “onara” yang berarti pepohonan sagu. Konon dulu sebelum jadi kampung, daerah ini banyak terdapat pohon sagu. Kampung Onar telah ada sejak tahun 50-an, diawali dari pembukaan lahan oleh sebuah perusahaan kayu. Mulanya hanya ada 3 rumah didirikan di tempat yang sekarang masuk dalam wilayah kampung Onar Lama. Sejak tahun 60-an mulai berdatangan orang dari kampung lain bahkan pulau lain. Hingga saat ini kampung Onar Lama dihuni oleh warga yang berasal dari berbagai tempat seperti pulau Seram, Bugis, dan Papua sendiri.

Tak hanya dapat sambutan parang, beberapa di antara kami juga sempat dipalak oleh orang sana. Sebut saja si Om (sengaja ga disebutin namanya), biasa kupanggil dia dengan sebutan demikian (sok akrab, biar ga dipalak juga.. hehe). Tinggi besar, badan berotot, kepala botak, wajah sangar, kata seorang kawan mirip Holyfield, begitulah gambaran si Om. Meskipun bertampang seram, suaranya begitu lembut. Bahkan kalau malak dia lakukan secara halus namun sedikit memaksa. Kalau cara malaknya gitu bisa lah ngeles, tapi tampang dan badan besarnya sangat mengintimidasi. 

Sebenarnya meski berbadan besar dan bertampang seram, si Om ternyata cukup penakut juga. Kata orang kampung, kalau kita bersikap biasa dan tak tampak ketakutan dia pun akan segan. Memang benar, sebelumnya aku juga bersikap seperti itu dan dia tak pernah malak aku. Sempat takut juga sih saat pertama ketemu preman kampung itu, tapi entah gimana caranya harus bersikap tenang. Karena itu biasanya aku yang disuruh nemuin, kalau dia datang ke beskem kami. Yang lain terutama para cewek langsung masuk ke dalam kalau dia datang, trauma karena pernah dipalak. Kalau buat kami yang cowok ya biasa aja, wong sudah tahu wataknya. Yang penting tetap tenang dan jaga omongan. Karena kalau sampai salah ngomong dan dia marah, ga bisa dibayangin kalau si Holyfield itu marah (diem aja dah serem, apalagi marah)..

Suatu malam dia datang ke beskem dan langsung mendekatiku karena kebetulan sedang sendirian duduk-duduk di bangku. Diapun menyapa dengan sopan (preman ini memang sopan), dan mulai obrolan. Dia mengoceh banyak hal, menawariku dengan berbagai barang. Dari mulai Jakob (kakatua jambul kuning) hingga daun bungkus (semacam daun sakti idaman para lelaki). Aku pun cuma menanggapi sekenanya, pura-pura tertarik sambil mengulur waktu. Sampai suatu saat dia ngomong “mas yang kemarin ngasi rokok hitam itu baik ya”.. blablabla. Dia pun mulai memuji seorang kawan yang pernah memberinya rokok hitam kemarin. Mungkin dia mau nyindir-nyindir biar diberi rokok. Aku cuma menanggapinya dengan dingin, kalau punya rokok pun ga akan ku kasih. Menyadari usahanya sia-sia, diapun bertanya, “mas yang ngasi rokok hitam kemarin di mana ya?”. “dia su balik ke Babo Om” jawabku singkat. “Ohh.. gitu ya” jawabnya. Lalu dia pun ngeloyor pergi tanpa hasil. Setelah dia agak jauh, kami pun ketawa geli. Gimana ndak ketawa, lha wong oknum pemberi rokok hitam yang dicari si Om sebenarnya ada di situ juga sedang main poker. Masa orang segede itu ga liat sih Om, percaya aja kalo dikibulin.. hahaha. Sempat khawatir juga sih kalau dia tahu sedang dikerjai, bisa-bisa si Om marah besar dan bikin onar di beskem kami. Dan akulah yang paling terancam di sini.. hmmm..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar