hutan di desa Apan, Embaloh Hulu |
Beranjak dari Sintang, kembali perjalanan
mudik dilanjutkan melalui sungai Kapuas. Setelah perjalanan panjang melewati
banyak kelokan sungai, sampailah kita di Uncak Kapuas. Dalam bahasa setempat,
“uncak” berarti ujung atau bisa juga berarti hulu. Bumi Uncak Kapuas adalah
julukan dari Kapuas Hulu yang merupakan kabupaten paling timur di Kalimantan Barat.
Kabupaten ini beribukotakan di Putussibau, sebuah kota yang berjarak 814 km
jalan darat/846 km via sungai Kapuas dari Pontianak. Ada banyak versi terkait
asal mula penamaan Putussibau. Secara umum, nama “Putussibau” berasal dari
putusnya aliran sungai Sibau oleh sungai Kapuas. Kedua sungai ini membelah kota
Putussibau dan berarti penting bagi warganya. Kota Putussibau didirikan pada 1
Juni 1895 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Namun jauh sebelum itu kota
ini sudah didiami oleh orang-orang dari suku Dayak Taman dan Dayak Kantu’.
Kabut pagi cukup pekat
menyelimuti Bumi Uncak Kapuas. Meski tergolong berada di dataran rendah, namun
Putussibau terasa sejuk dan segar di pagi hari. Mungkin itu karena masih
banyaknya hutan hujan yang masih terjaga. Wajar saja karena 56% dari luas
wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah kawasan konservasi dalam bentuk taman
nasional atau hutan lindung. Selain terlindung oleh status Taman Nasional,
hutan Kapuas Hulu juga dilindungi dan dijaga oleh kearifan lokal masyarakat
Dayak setempat. Salah satu suku yang memiliki kearifan lokal tersebut adalah
Dayak Iban yang tinggal di Embaloh Hulu, tepatnya di Sungai Utik.
jalan lintas utara yang membelah hutan hujan tropis |
Untuk menuju Sungai Utik, dari
Putussibau kita hanya perlu mengikuti jalan lintas utara Kapuas Hulu yang
beraspal hitam mulus. Jalan ini menghubungkan kota Putussibau dengan Badau yang
merupakan pintu lintas perbatasan Indonesia – Malaysia. Kondisi jalan lintas
utara ini sudah jauh lebih baik dari beberapa tahun yang lalu. Dahulu jalan
lintas ini sangat buruk, sehingga banyak warga yang protes. Beberapa protes
mereka lancarkan mulai dari membakar fasilitas pemerintah di desa hingga
mengancam untuk ganti kewarganegaraan. Bahkan ada salah satu kades yang
mengancam akan mengibarkan bendera Malaysia. Baru pada 2010-an jalan lintas
utara ini secara bertahap diperbaiki hingga seperti sekarang ini.
Rumah Betang Sungai Utik, yang ditetapkan menjadi benda cagar budaya |
Hampir dua jam kemudian sampailah
di Sungai Utik, ditandai dengan sebuah gapura bertuliskan “Gaga Temuai Datai”
(Selamat Datang). Hanya sekitar 200 m dari jalan raya, berdiri dengan megah
rumah betang. Rumah khas suku Dayak ini membentang sepanjang 180 m dan dihuni
sekitar 28 KK. Wilayah hukum adat Iban Sungai Utik mencakup 9.500 ha. Dari
tanah seluas itu, 6000 ha merupakan hutan lindung adat sedangkan sisanya
digunakan untuk pemukiman, hutan produksi, dan hutan cadangan. Mereka hanya
dibolehkan menebang pohon dari hutan produksi dan cadangan, untuk hutan lindung
adat tak dapat diganggu gugat. Mereka menyadari sepenuhnya jika hutan merupakan
sumber kehidupan mereka sehingga harus dijaga kelestariannya.
gapura selamat datang di Sungai Utik |
Kapuas, panjang membentang
menyimpan banyak kisah yang tak kan tuntas dibahas. Mulai dari kisah para
pionir pelintas Kapuas hingga masyarakatnya sekarang yang multietnis. Selama
kelestarian alam terjaga, air akan tetap tersedia. Sepanjang itu air akan terus
mengalir, sepanjang itu pula kehidupan tetap berjalan, sepanjang aliran sungai
Kapuas.
Catatan Kecil: Milir-Mudik.
Milir berarti menuju ke hilir, biasa juga diartikan
sebagai perjalanan menuju ke kota. Mudik berarti Menuju ke udik (kampung), bisa
juga diartikan pulang kampung dari kota. Istilah ini mengacu pada sungai yang
dijadikan sebagai jalur transportasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar