Selasa, 02 Februari 2016

Menyeberang Sungai ke Kampung Muslim di Nangarema

sungai yang harus diseberangi (Tim M)

Sekembalinya dari atas gunung, kini wilayah kerja kami berpindah ke arah pantai. Nangarema, sebuah kampung di pantai utara pulau Flores tak jauh dari beskem kami di Bawe. Akses menuju desa ini pun cukup mudah karena berada di dekat jalan raya dan bisa dijangkau motor. Wilayah kampung ini tebagi menjadi dua, dipisahkan sungai yang cukup lebar. Kampung utama, letaknya di dekat jalan memiliki beberapa fasilitas seperti sekolah dan pustu. Uniknya, warga kedua daerah itu menganut keyakinan yang berbeda. Warga yang tinggal di sisi dekat jalan beragama Kristen, sedangkan warga di seberang sungai beragama Islam.

Menanti Sunrise di Halaman Belakang Sekolah

dari halaman belakang sekolah (Tim M)

Jam 4 pagi, perut mules, panik, mengingat tak ada WC di rumah ini dan rumah-rumah lain di kampung. Setelah tanya pak guru Gabriel, beliau hanya bisa menyarankan tempat di kebun belakang rumah atau di belakang sekolah. Aku pun memilih untuk buang hajat di belakang sekolah saja, sekalian menanti sunrise pikirku. Sepuluh menit kemudian sampailah di tempat yang dituju, sebuah puncak bukit batu datar dengan beberapa lubang yang terisi air hujan. Lubang yang terisi air sering dimanfaatkan warga untuk mencuci. Area sekolah dulunya adalah sebuah bukit. Namun banyaknya warga yang memanfaatkan bebatuan bukit untuk berbagai keperluan, menjadikan bukit itu hilang dan menyisakan dataran di belakang sekolah.

Langkah Awal Mengenal Indonesia dari Dekat


sekolah kami (Tim M)
Survei hari kedua, kami berdua mampir dulu ke SDK Necak untuk mengambil beberapa data. Menyedihkan, kelas berantakan, bangku kurang. Keadaan kelas yang sering kulihat di tv kini muncul secara nyata. Berbagai acara dokumenter yang menayangkan tentang ironi negeri sangat menarik bagiku. Perjalanan panjang menembus rimba, melalui tanah cadas berlumpur, mendaki gunung lewati lembah, di daerah pedalaman yang jauh dari hingar-bingar kota mengusik jiwa petualanganku.

Kopi, Sopi, dan Ayam, Selamat Datang di Manggarai

kopi, rokok, dan bir, suguhan untuk menyambut tamu

Setelah sebelumnya menginap di Borong, Manggarai Timur kamipun bergerak menuju ke Benteng Jawa (BJ) kota kecamatan wilayah cacah pertama. Naik mobil, perjalanan Borong – Benteng Jawa ditempuh sekitar 3 jam. Jalan aspal cukup mulus tapi sempit. Sesampai di BJ kami mampir di rumah pak “dewan”. Di sinilah kami disuguhi kopi manggarai yang katanya nikmat. Pas pertama nyoba, biasa aja. Cuma segelas kopi, agak pait campur manis, ga ada bedanya sama kopi kapal api. Setelah ngobrol basa-basi, kami lanjutkan perjalanan ke rumah bapak kepala dinas.

Punten, abdi teu tiasa bahasa Sunda

salah satu sudut jalan yang sepi 
Pagi itu telinga ini mendengar suara-suara yang cukup asing di telinga. Orang-orang berbicara dengan bahasa yang tidak kumengerti. Mirip seperti percakapan antara si Aa dengan Aa lainnya di warung “Burjo” dekat kampus. Ya.. aku sedang berada di Jawa Barat, Garut tepatnya. Hari pertama di Garut, kuhabiskan di beskem hanya ngobrol dengan kawan dan tidur-tiduran. Masih sungkan rasanya untuk keluar dan berinteraksi dengan warga sekitar. Padahal aku di sini bertugas sebagai enumerator/pewawancara suatu survei yang mau tidak mau harus berinteraksi secara intensif dengan orang-orang berbahasa asing itu. Entah apa yang dipikirkan kawan-kawan lain yang juga tidak bisa berbahasa Sunda.

Berjuang di Medan Perjuangan

keramaian malam di salah satu sudut kota Medan
Jam baru menunjukkan pukul 8 pagi, matahari juga belum memancarkan sinar panasnya. Namun jalanan pagi ini terasa begitu panas dan pengap. Kendaraan bermotor berdesakan memenuhi jalanan. Jalan sebenarnya cukup lebar, tapi terasa begitu sesak akibat banyaknya kendaraan pagi itu. Mobil, bentor, angkot, dan tentu saja motor menguasai jalanan. Dengan bodi ramping kendaraannya, para pemotor berebutan mencari ruang kosong di depannya. Celah sesempit apapun diterabasnya asal masih bisa ditembus setang motor. Mereka nampak lihai meliuk-liuk di sela kendaraan lain.

Bonus: Liburan Hemat di Raja Ampat




pantai tersembunyi yang sering terlewatkan

Berbekal sisa waktu sebelum kepulangan ke Jogja, kami ber-16 mampir dulu ke Raja Ampat. Sayang rasanya sudah sampai Papua Barat tapi ndak mampir ke Raja Ampat. Salah satu destinasi impian para traveler, yang dinobatkan menjadi surga wisata Indonesia bagian timur. Gugusan pulau karang kecil di tengah lautan nan jernih jadi bayangan sebagian besar orang ketika mendengar "Raja Ampat". Itulah tempat terbaik di Raja Ampat, Wayag nama tempatnya. Setidaknya sampai saat ini karena kebanyakan foto-foto epik Raja Ampat yang menghiasi dunia maya diambil dari Wayag. Ada harga ada rupa, belasan juta harus dirogoh untuk menyewa kapal saja jika ingin ke Wayag. Tak sampai hati merogoh kocek terlalu dalam, kami urungkan niat untuk ke Wayag. Kami hanya perlu "menengok" Raja Ampat saja. 

Setelah dihitung-hitung, kami cukup pergi ke Waisai dan sekitarnya saja. Dengan komitmen berusaha mencari opsi termurah, meski minim info dan diantara kami belum pernah ada yang ke Raja Ampat. Kami pun berangkat ke Raja Ampat dengan tekad mencari tempat liburan terbaik dengan harga semurah mungkin. Jika punya kehendak kuat, maka semesta akan mendukung. Niat kami untuk liburan hemat akhirnya terwujud berkat kebetulan-kebetulan dalam perjalanan dari Sorong menuju Waisai. Sekedar catatan kecil liburan hemat di Raja Ampat 25 - 27 Desember 2013    


Merapat ke Raja Ampat

Bersantai Menikmati Senja di Pantai WTC

Tak Bisa Sampai Wayag, Waisai pun Jadi

Liburan Kere Hore di Raja Ampat (1), Santai di Pantai

Liburan Kere Hore di Raja Ampat (2), Menyapa Lumba-Lumba di Kampung Keren Saporkren 

Senja di Waisai Torang Cinta

SampaiJumpa Lagi Waisai