Selasa, 05 November 2019

HeHa Sky View, Sepetak Balkon di Jogja Lantai Dua


Malam di HeHa Sky View

Jarum jam menunjuk angka 4 saat kami tiba di halaman parkir HeHa Sky View. Kami pun segera masuk ke ruangan yang lebih mirip lobby hotel dibanding loket penjualan tiket masuk yang saya bayangkan. Di meja petugas tiket terpasang papan kecil bertuliskan biaya masuk yang dibedakan berdasarkan waktu. Sebelum jam 16.00 pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp10.000/orang, setelah jam 16.00 menjadi Rp15.000/orang. Pada hari biasa HeHa Sky View buka mulai pukul 11.00, sedangkan di akhir pekan buka pukul 10.00. Jam tutup di hari Minggu hingga Kamis pukul 22.00, hari jumat pukul 22.30, dan hari Sabtu pukul 23.00.

Rabu, 24 Oktober 2018

Gunung Prau via Wates, Jalan Panjang Menuju Puncak Dieng


Jalan Panjang

Kembang api meluncur tanpa henti saat kami akan memulai perjalanan dari basecamp. Cahaya purnama kini mendapat saingan dari cahaya warna-warni kembang api. Suara letusan khasnya memecah kesunyian malam di awal bulan Juli 2018. Sejenak kami berhenti, sekadar menikmati atraksi kembang api. Lima menit berlalu, namun tak ada tanda-tanda akan berakhir. Awalnya saya kira itu hanya ulah iseng anak-anak desa Wates mengisi malam minggunya. Namun ternyata atraksi kembang api merupakan salah satu rangkaian acara peresmian mushola. Acara puncaknya, yakni pemotongan pita baru dilakukan Minggu pagi.

Selasa, 17 April 2018

Jalan Panjang dari Ketapang ke Manismata


jalan panjang 
Perjalanan Panjang (2014)

Menjelang siang, dengan membawa barang seperlunya kami beragkat ke Manismata diantar pakai motor. Katanya jarak Ketapang – Manismata lebih dari 200 km. Jika pakai motor dapat ditempuh 4 hingga 6 jam perjalanan tergantung kondisi jalan dan kehandalan pemotor. Ada alternatif lain sebenarnya yaitu naik "Susi Air" dari Ketapang turun di lapangan terbang Harapan (milik sebuah perusahaan sawit) di Manismata. Meski terbilang mahal, harga tiket pesawat pun tak beda jauh dengan ongkos ojek Ketapang – Manismata. Namun sayangnya jadwal keberangkatan pesawat seminggu sekali. Tak ada waktu untuk menunggu jadwal pesawat itu.

Senin, 06 November 2017

Menembus Kabut Gunung Prau via Kalilembu

menembus kabut 
Gerimis turun sesaat setelah kami membungkus rapat tubuh dengan sleeping bag. Beberapa saat kemudian suara rintik gerimis itu memudar, kemudian hilang. Sudah reda, semoga dini hari nanti langit cerah sehingga tampak jelas bintang-bintang. Melihat megahnya langit dengan miliaran titik cahaya bintang dari dalam tenda sambil makan cemilan berkadar micin tinggi. Namun harapan itu hanya sebatas angan. Hujan kembali turun, kali ini lebih deras dan semakin deras. Kilatan petir menyambar disertai dentuman guntur yang bersahutan. Suhu semakin terasa dingin, resleting sleeping bag kunaikkan. Saat hujan memang sangat nyaman untuk tidur, suara rintiknya membuatku segera terlelap. Sempat nglilir beberapa kali karena suara gludug, namun segera bisa tertidur kembali.

Basecamp Kalilembu yang Sunyi

Basecamp Kalilembu

Gelap, hanya papan petunjuk kecil di pinggir jalan bertuliskan “Basecamp Kalilembu”. Sangat sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan saat kami masuk beberapa ratus meter ke dalam gapura desa. Hanya ada kebun sayur di sisi kiri dan dinding tebing di sisi kanan. Namun yang menarik adalah jalan desa ini berupa aspal mulus dengan marka jalan yang begitu jelas, sepertinya jalan ini baru saja selesai dibuat. Lebar jalan sekitar 3 meter, cukup lebar untuk ukuran jalan desa. Kalilembu merupakan salah satu dari dua dusun yang ada di desa Dieng Wetan.

Kamis, 02 November 2017

Mengenal Lebih Dekat Tenaga Kesehatan di Papua Barat

jalan utama Kampung Tofoi (2013)
Sesosok perempuan muda muncul membuka pintu rumah dinas di komplek puskesmas Tofoi. Memakai kaos, rambut diikat sekenanya, dengan kesadaran yang masih belum pulih benar. Sepertinya dia baru saja bangun tidur, karena agak lama saya mengetuk pintu dan menunggu. Tubuhnya mungil, wajahnya pun masih terlihat imut. Hampir saja saya bilang, “adik, bu dokter ada ka tidak?”. Tapi untungnya pertanyaan bodoh itu tidak jadi keluar dari mulut saya. Setelah tahu maksud dan tujuan saya, dia pun mempersilahkan masuk. Rumah dinas dengan beberapa kamar, satu ruang tamu, dan dapur, cukup besar untuk ditinggali sendiri. Setelah mempersilahkan duduk, dia pun segera membuatkan teh.

Rabu, 01 November 2017

Belajar Toleransi dari Bapak Ibu Guru di Tomage

Bapak Ibu Guru dan Warga Tomage mengantar kepergian kami
Riuh ocehan bocah-bocah terdengar dari dalam gereja. Sabtu pagi adalah jadwal murid-murid SD YPPK (Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik) Santo Titus Tomage untuk jalan-jalan keliling kampung sekaligus bersih-bersih gereja. Usai membersihkan gereja, mereka melanjutkan perjalanan ke jetty/dermaga kampung. Sesekali mereka menyanyikan lagu-lagu rohani yang dibimbing oleh Pak Eli, salah satu guru di SD tersebut. Pria asal Ambon ini memang cukup fasih melantunkan lagu-lagu rohani. Kegiatan rekreasi ini rutin dilakukan untuk menghalau kejenuhan murid-murid setelah hampir seminggu belajar di kelas.