Jarum jam menunjuk angka 4 saat kami tiba di halaman parkir HeHa Sky
View. Kami pun segera masuk ke ruangan yang lebih mirip lobby hotel dibanding
loket penjualan tiket masuk yang saya bayangkan. Di meja petugas tiket terpasang papan
kecil bertuliskan biaya masuk yang dibedakan berdasarkan waktu. Sebelum jam
16.00 pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp10.000/orang, setelah jam
16.00 menjadi Rp15.000/orang. Pada hari biasa HeHa Sky View buka mulai pukul
11.00, sedangkan di akhir pekan buka pukul 10.00. Jam tutup di hari Minggu
hingga Kamis pukul 22.00, hari jumat pukul 22.30, dan hari Sabtu pukul 23.00.
HeHa Sky View berlokasi di Kecamatan Patuk, Gunung Kidul, tepatnya di
dekat Bukit Bintang. Dari pertigaan Piyungan, sudah tampak balon udara
dan beberapa bangunan yang tampak cukup mencolok di area perbukitan. Jogja
lantai dua, begitulah sebutan lain dari kabupaten Gunung Kidul. Bukannya tanpa
alasan, sebutan lantai dua menunjukkan bahwa posisi Gunung Kidul berada lebih
tinggi dari kota Jogja. Untuk menuju ke sana kita harus mendaki jalan
Piyungan-Patuk. Jika Gunung Kidul adalah lantai dua, maka kawasan Bukit Bintang
bisa diibaratkan sebagai balkon untuk melihat pemandangan kota Jogja di bawahnya.
Jembatan dengan jalur melengkung menghubungkan pintu masuk dengan resto
yang berada di ujung. Di sisi jalannya berjajar pot-pot kecil berisi bunga
warna-warni. Bunga-bunga itu nampak makin cantik berlatar langit sore yang
cerah. Jelang malam, lampu-lampu yang terpasang di sepanjang pagar jembatan
dinyalakan. Cahaya kekuningan itu diarahkan ke bawah sehingga tidak langsung menyebar
melainkan terpantul melalui lantai. Dengan tata cahaya demikian, temaram malam
tetap terjaga dan kesan romantis begitu terasa. Jembatan bercahaya ini menjadi
salah satu spot foto terbaik di sini. Dari sini nampak lampu-lampu kota dan goresan jalan Jogja - Wonosari yang terhubung dari ratusan titik cahaya lampu. Lanskap khas bukit bintang itu, dapat kita lihat di sini dari sudut pandang yang sedikit berbeda.
Di ujung jembatan terdapat persimpangan, ke kiri tangga menurun menuju
lantai bawah dan jika lurus masuk ke resto. Di lantai bawahnya, terdapat
foodcourt yang diisi gerai-gerai dengan menu cukup bervariasi. Harga makanan
dan minuman di foodcourt rata-rata belasan ribu rupiah, cukup ramah di kantong
dibandingkan menu di resto. Setelah membaca daftar menu dan harga makanan resto
(makanan paling murah 39k) dari sebuah web, kami pun melipir turun tangga
alih-alih masuk menuju resto. Keberadaan foodcourt dapat memberikan pilihan
alternatif jajanan yang tidak terlalu menguras dompet yang sudah tipis.
HeHa Sky View sebenarnya merupakan resto yang menawarkan bonus
pemandangan kota Jogja dari ketinggian. Namun kini sepertinya sudah beralih
fungsi menjadi tempat selfie. Tren eksis di media sosial nampaknya dimanfaatkan
dengan baik oleh pengelola. Lokasi tersebut ditata sedemikian rupa agar tampak
menarik. Di beberapa titik, disediakan spot foto menarik seperti balon udara,
pesawat, “superman”, dan teras kaca. Untuk dapat berfoto di spot foto khusus,
kita harus merogoh kocek antara 10 - 30 ribu rupiah. Tapi sebenarnya masih
banyak lokasi menarik yang dapat dinikmati secara cuma-cuma (di luar harga
tiket masuk).
Suasana Senin sore itu cukup lengang, belum terlalu banyak pengunjung yang
datang. Cukup nyaman untuk jalan-jalan sore berkeliling di tempat yang baru
saya kunjungi ini. Sampai di area balon udara, kami tertarik pada bean bag yang
berserakan dan masih banyak yang kosong. Segera kami menempatkan diri di dekat
pagar dan menghadap arah matahari tenggelam. Menyambut senja bersama, sambil
rebahan di bean bag yang nyaman. Matahari perlahan turun mendekati cakrawala.
Cahaya kekuningannya memberi kesan hangat dalam sejuknya hembusan angin sore
itu. Tak terasa terang berganti remang, cahaya lampu menggantikan matahari yang
kini sudah tak tampak lagi.
Salah satu sudut tempat foto favorit |
Malas rasanya bangkit dari bean bag. Sungguh tempat rebahan yang menyenangkan untuk melalui senja. Area balon
udara masih ramai oleh para pelaku selfie. Begitu juga dengan tempat selfie dan beberapa lokasi lain. Lampu-lampu kota menjadi daya tarik khas yang
disajikan di sini. Beberapa orang tampak antri menunggu giliran untuk bisa
berfoto dengan latar belakang kota Jogja dari sudut terbaik. Pengunjung terus berdatangan, suasana
makin riuh layaknya pasar malam. Namun dalam keramaian itu tetap terasa syahdunya
malam di balkon Jogja lantai dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar