Rabu, 24 Oktober 2018

Gunung Prau via Wates, Jalan Panjang Menuju Puncak Dieng


Jalan Panjang

Kembang api meluncur tanpa henti saat kami akan memulai perjalanan dari basecamp. Cahaya purnama kini mendapat saingan dari cahaya warna-warni kembang api. Suara letusan khasnya memecah kesunyian malam di awal bulan Juli 2018. Sejenak kami berhenti, sekadar menikmati atraksi kembang api. Lima menit berlalu, namun tak ada tanda-tanda akan berakhir. Awalnya saya kira itu hanya ulah iseng anak-anak desa Wates mengisi malam minggunya. Namun ternyata atraksi kembang api merupakan salah satu rangkaian acara peresmian mushola. Acara puncaknya, yakni pemotongan pita baru dilakukan Minggu pagi.

Jalan beton di pemukiman menjadi pembuka perjalanan dari basecamp menuju pos 1. Memasuki area perkebunan, jalur berupa makadam diselingi tanah. Meski landai Namun jalur makadam ini cukup panjang sehingga cukup menguras energi dan emosi. Normalnya dibutuhkan waktu sekitar satu jam jalan kaki untuk sampai pos 1. Jika malas jalan, bisa memakai jasa ojek yang tersedia. Lanskap Sindoro – Sumbing tampak jelas di malam purnama itu. Bahkan pasangan Merapi – Merbabu, hingga gunung Lawu di kejauhan pun dapat terlihat. Jalur pendakian Prau via Wates ini berada di sisi timur gunung Prau sehingga lanskap rangkaian gunung Sindoro hingga Lawu dapat terlihat di beberapa titik sepanjang jalur. Namun saat saya kembali ke sana pada bulan Oktober 2018, jalan beton mulai dibangun hingga pos 1. Jalur makadam sudah terganti beton, sedikit meringankan langkah menapak jalan panjang itu.

Blumbang Kodok, tanpa blumbang (kolam) dan kodok. Saat kami tiba di sana memang tidak didapati blumbang dan seekor kodok pun. Pos 1 merupakan batas antara perkebunan dengan hutan. Dengan elevasi 1977 mdpl, dari Pos 1 kita sudah bisa melihat kemegahan gunung Sindoro dan beberapa bukit di sekitarnya. Menuju Pos 2, jalur masih landai dengan vegetasi yang cukup rapat. Tidak sampai sejam kemudian kami sudah sampai di Pos 2. Cemaran 2122 mdpl, seperti namanya di sekitar sini terdapat pohon cemara.

Jalur Pos 2 – Pos 3 juga landai dengan vegetasi rapat di awal, namun mulai terbuka menjelang Pos 3. Pos 3 dinaungi pepohonan yang cukup rapat dengan area datar yang lumayan luas. Tak jauh dari Pos 3, kita kembali memasuki area terbuka. “Tangga Cinta” menjadi tantangan pertama setelah sedari tadi dimanjakan dengan trek landai. Tidak terlalu terjal memang namun dapat membuat detak jantung meningkat, namanya saja tangga cinta. Setelah melalui tangga cinta, jalur kembali landai. Jalan setapak sempit melipir bukit menjadi trek selanjutnya. Jika cuaca cerah, kita dapat melihat jelas perbukitan di sekitar puncak dengan lembah menganga di bawah. Hijau perbukitan dan biru langit sedikit memberi keteduhan dalam teriknya matahari menjelang siang saat perjalanan turun.

setapak menuju puncak via Wates

Simpang Bukit Rindu, di sini terdapat papan petunjuk arah menuju Bukit Rindu dan puncak. Jika ingin langsung ke puncak, tetap ambil jalur lurus. Tapi kalau ingin mampir ke bukit Rindu, tinggal naik saja mengikuti jalan setapak. Dari bukit Rindu pun kita tetap bisa melanjutkan perjalanan ke puncak karena terdapat jalur setapak yang nantinya bertemu dengan jalur Wates di Pelawangan. Jalan setapak bukit Rindu merupakan bagian dari jalur pendakian via Igir Mranak yang relatif baru.      

puncak masih jauh
Dari pelawangan, jalur mulai menanjak dengan vegetasi yang cukup rapat. Tak jauh kemudian sampailah kita di area terbuka dengan trek landai dengan pemandangan Sindoro – Sumbing yang sangat jelas. Di beberapa titik sepanjang perjalanan dapat kita temui kebun bunga daisy yang tumbuh liar yang mempermanis jalur pendakian ini.

Camp area berupa tanah lapang yang cukup luas namun pemandangan Sindoro – Sumbing tertutup pepohonan. Hanya di dekat plang “Camp Area” saja kita bisa dengan leluasa melihat lanskap khas Prau itu. Dari sini, jalan setapak relatif landai hanya sesekali kita harus melalui tanjakan beberapa bukit kecil. Berjalan sekitar 15 menit dari camp area, kita sampai di camp sunrise. Tempat inilah yang menjadi favorit untuk mendirikan tenda karena merupakan lokasi terbaik untuk menikmati “golden sunrise” Prau dengan latar lanskap Sindoro - Sumbing. Tak heran jika saat liburan, tempat ini tertutup warna-warni tenda. Jika malam hari, akan tampak seperti pasar malam dengan lampu-lampu di setiap tenda dan riuh suara pengunjung.

turun gunung via Wates
Sekitar tiga jam kami berjalan dari basecamp Wates menuju camp sunrise. Dengan trek yang relatif landai tidak membuat nafas ngos-ngosan. Namun jalur ini cukup panjang dibanding jalur lainnya sehingga dibutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra. Akan tetapi dengan pemandangan menarik di sepanjang perjalanan dapat sedikit mengurangi lelah yang terasa. Selain karena pemandangan menarik di sepanjang jalur, jarak perjalanan dari Jogja pun lebih dekat dengan jalan yang cukup nyaman.
 
Prau nan Syahdu

pagi nan syahdu di bukit Rindu
Berbeda dengan saat pertama kali ke sini, pada kunjungan kedua cuaca berkabut. Semalaman Sindoro – Sumbing tak nampak ujung puncaknya. Subuh, kabut masih setia menyelimuti dataran tinggi Dieng dan sekitarnya. Puncak Prau pun tertutup kabut tipis hingga matahari meninggi. Beruntung, kami yang bermalam di bukit Rindu masih bisa melihat pemandangan sekitar termasuk prosesi terbitnya matahari karena kabut hanya menutup sebatas camp area jalur Wates saja. Sesekali puncak Sindoro – Sumbing terlihat, dengan kabut di sekelilingnya. Sejenak menikmati pagi berkabut dan terpapar sinar matahari tipis-tipis. Pada suatu pagi nan syahdu di gunung Prau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar