jalan utama Kampung Tofoi (2013) |
Sesosok perempuan muda muncul membuka pintu rumah dinas di komplek puskesmas Tofoi. Memakai kaos,
rambut diikat sekenanya, dengan
kesadaran yang masih belum pulih benar. Sepertinya dia baru saja bangun tidur,
karena agak lama saya mengetuk pintu dan menunggu. Tubuhnya mungil, wajahnya
pun masih terlihat imut. Hampir saja saya bilang, “adik, bu dokter ada ka tidak?”. Tapi untungnya
pertanyaan bodoh itu tidak jadi keluar dari mulut saya. Setelah tahu maksud dan
tujuan saya, dia pun mempersilahkan masuk. Rumah dinas dengan beberapa kamar,
satu ruang tamu, dan dapur, cukup besar untuk ditinggali sendiri. Setelah
mempersilahkan duduk, dia pun segera membuatkan teh.
Sekilas tak tampak kalau perempuan mungil itu
adalah Bu Dokter di Puskesmas ini. Dokter Angel,
usianya baru 24 tahun saat itu. Karena umurnya lebih tua beberapa bulan, maka
selanjutnya saya panggil dia “kak” (biar terasa akrab.. hehe). Kak Angel merupakan satu-satunya dokter pada saat itu yang bertugas di Puskesmas
Tofoi, distrik Sumuri, kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Hanya ada satu
Puskesmas di distrik (kecamatan) ini, sementara untuk pelayanan kesehatan di
tiap kampung (desa) difasilitasi Pustu (Puskesmas Pembantu). Di setiap pustu diampu oleh seorang atau beberapa bidan yang
kadang dibantu warga sekitar. Jadi seorang bidan harus dituntut untuk bisa
berperan sebagai dokter umum disamping tugas utamanya dalam membantu
persalinan.
Baru sekitar sebulan
perempuan asli Medan itu bertugas di Tofoi setelah
sebelumnya ditugaskan di kota Bintuni. Dibantu beberapa perawat, bidan, dan
ahli gizi yang juga tinggal di mess, mereka melayani warga. Puskesmas Tofoi buka senin
sampai Sabtu dari pagi hingga siang. Namun karena puskesmas itu juga membuka
rawat inap, tenaga medis dituntut untuk siaga 24 jam dalam sehari. Apalagi sebagai satu-satunya
dokter di sana saat itu, tanggungjawabnya bisa dibilang besar. Selain bertugas
di puskesmas, kak Angel juga seringkali harus keliling ke berbagai pustu di distrik
Tofoi untuk membantu pelaksanaan Posyandu dan program kesehatan lain.
Seorang dokter memang seharusnya bersedia ditempatkan di manapun
termasuk di pelosok Papua. Namun gender masih menjadi pertimbangan tersendiri
dalam penempatan tenaga kesehatan. Ada semacam klasifikasi tempat berdasarkan
tingkat “keterpelosokkan”. Tenaga kesehatan perempuan ditempatkan di daerah
yang relatif kurang pelosok dibanding daerah penempatan yang laki-laki. Sebagai contoh dokter Angel yang ditempatkan
di kampung Tofoi yang relatif maju dibanding kampung-kampung lain. Akses menuju
Tofoi pun cukup mudah, dan termasuk salah satu “kota” besar di Teluk Bintuni.
Sementara itu, dokter laki-laki banyak
yang ditempatkan di daerah yang terbilang pelosok dengan fasilitas minim.
Meskipun demikian yang namanya pelosok tetaplah pelosok. Keterbatasan
fasilitas tentunya menjadi tantangan tersendiri. Bagi tenaga medis modern,
ketergantungan terhadap listrik cukup besar. Di Tofoi tak ada listrik PLN,
sumber listrik sebagian besar rumah berasal dari perusahaan kayu yang hanya
menyala waktu malam. Untuk puskesmas, mereka sudah memiliki genset namun
biasanya juga dinyalakan pada malam hari. Keterbatasan akan listrik itu
menyulitkan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, dibutuhkan suhu tertentu yang
konsisten untuk menyimpan vaksin rabies. Dengan listrik yang tidak stabil dan
tak bisa menyala tiap hari tentunya tidak memungkinkan mereka untuk menyimpan vaksin.
Tidak hanya di Tofoi, di kota kabupaten sendiri layanan listrik PLN hanya
beroperasi pada malam hari saja. Hal ini tentunya akan sangat menyulitkan bila
ada kasus rabies mengingat banyaknya anjing yang berkeliaran di sekitar
pemukiman warga.
Selain keterbatasan pasokan listrik, minimnya tenaga kesehatan yang
berkompeten dan banyaknya masalah kesehatan di daerah makin mempersulit kerja
mereka. Namun di kabupaten Teluk Bintuni, mereka terbantu oleh tenaga kesehatan
yang disediakan oleh salah satu perusahaan gas. Ada beberapa perusahaan gas di
area Teluk Bintuni, salah satu yang terbesar memberikan CSR (Corporate Social Responsibility) dengan
menyediakan beberapa tenaga kesehatan terlatih untuk membantu layanan kesehatan
masyarakat. Layanan kesehatan yang diberikan biasanya berupa pendampingan
seperti misalnya memberikan penyuluhan tentang pencegahan diare.
Mas Marten, begitu biasa kami panggil pria asli Sorong berusia 30 tahunan
ini yang ditugaskan perusahaan. Sebenarnya pria yang menamatkan pendidikan
tingginya di Jogja ini bukanlah berlatar belakang kesehatan. Namun hal itu tak
jadi soal dan sudah beberapa tahun ini dipercaya menjadi pendamping masyarakat
di bidang kesehatan. Lingkup kerjanya meliputi kampung-kampung yang menjadi daerah terdampak, atau sering disebut DAV’s (Direct Affected Villages). Sistem kerjanya memakai “on/off”,4
minggu di lapangan dan 2 minggu libur. Di tiap kampung biasanya ada kantor penghubung
yang juga biasa digunakan sebagai basecamp
para pendamping. Pendampingan masyarakat sebenarnya tidak hanya di bidang
kesehatan saja namun juga mencakup sosial ekonomi yang dilakukan beberapa pihak
yang telah dilatih dan dipercaya perusahaan.
Dalam menjalankan tugasnya, mas Marten tetap menjalin komunikasi dengan
puskesmas di tiap distrik bahkan sampai tingkat kabupaten. Jadi hubungannya
dengan petugas puskesmas pun sudah terjalin dengan baik. Perusahaan juga
seringkali menyediakan stok obat-obatan yang dibutuhkan oleh puskesmas.
Biasanya obat-obatan itu dibawa para pendamping, dan kemudian bisa diambil oleh
petugas puskesmas di kantor penghubung. Kerjasama dengan perusahaan ini
memudahkan para petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya.
Penanganan masalah kesehatan di Papua yang cukup rumit memang
membutuhkan sinergi antara berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama itu
tak akan berjalan jika tidak ada komunikasi yang baik antar petugas kesehatan
di lapangan. Kak Angel dan mas Marten merupakan contoh kecil dari sekian banyak tenaga kesehatan yang
bertugas di Papua. Mereka berbeda instansi dan memiliki tugas masing-masing
namun saling bekerjasama untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.
Tofoi 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar