Kamis, 02 November 2017

Mengenal Lebih Dekat Tenaga Kesehatan di Papua Barat

jalan utama Kampung Tofoi (2013)
Sesosok perempuan muda muncul membuka pintu rumah dinas di komplek puskesmas Tofoi. Memakai kaos, rambut diikat sekenanya, dengan kesadaran yang masih belum pulih benar. Sepertinya dia baru saja bangun tidur, karena agak lama saya mengetuk pintu dan menunggu. Tubuhnya mungil, wajahnya pun masih terlihat imut. Hampir saja saya bilang, “adik, bu dokter ada ka tidak?”. Tapi untungnya pertanyaan bodoh itu tidak jadi keluar dari mulut saya. Setelah tahu maksud dan tujuan saya, dia pun mempersilahkan masuk. Rumah dinas dengan beberapa kamar, satu ruang tamu, dan dapur, cukup besar untuk ditinggali sendiri. Setelah mempersilahkan duduk, dia pun segera membuatkan teh.

Sekilas tak tampak kalau perempuan mungil itu adalah Bu Dokter di Puskesmas ini. Dokter Angel, usianya baru 24 tahun saat itu. Karena umurnya lebih tua beberapa bulan, maka selanjutnya saya panggil dia “kak” (biar terasa akrab.. hehe). Kak Angel merupakan satu-satunya dokter pada saat itu yang bertugas di Puskesmas Tofoi, distrik Sumuri, kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Hanya ada satu Puskesmas di distrik (kecamatan) ini, sementara untuk pelayanan kesehatan di tiap kampung (desa) difasilitasi Pustu (Puskesmas Pembantu). Di setiap pustu diampu oleh seorang atau beberapa bidan yang kadang dibantu warga sekitar. Jadi seorang bidan harus dituntut untuk bisa berperan sebagai dokter umum disamping tugas utamanya dalam membantu persalinan.

Baru sekitar sebulan perempuan asli Medan itu bertugas di Tofoi setelah sebelumnya ditugaskan di kota Bintuni. Dibantu beberapa perawat, bidan, dan ahli gizi yang juga tinggal di mess, mereka melayani warga. Puskesmas Tofoi buka senin sampai Sabtu dari pagi hingga siang. Namun karena puskesmas itu juga membuka rawat inap, tenaga medis dituntut untuk siaga 24 jam dalam sehari. Apalagi sebagai satu-satunya dokter di sana saat itu, tanggungjawabnya bisa dibilang besar. Selain bertugas di puskesmas, kak Angel juga seringkali harus keliling ke berbagai pustu di distrik Tofoi untuk membantu pelaksanaan Posyandu dan program kesehatan lain.

Seorang dokter memang seharusnya bersedia ditempatkan di manapun termasuk di pelosok Papua. Namun gender masih menjadi pertimbangan tersendiri dalam penempatan tenaga kesehatan. Ada semacam klasifikasi tempat berdasarkan tingkat “keterpelosokkan”. Tenaga kesehatan perempuan ditempatkan di daerah yang relatif kurang pelosok dibanding daerah penempatan yang laki-laki. Sebagai contoh dokter Angel yang ditempatkan di kampung Tofoi yang relatif maju dibanding kampung-kampung lain. Akses menuju Tofoi pun cukup mudah, dan termasuk salah satu “kota” besar di Teluk Bintuni. Sementara itu, dokter laki-laki banyak yang ditempatkan di daerah yang terbilang pelosok dengan fasilitas minim.

Meskipun demikian yang namanya pelosok tetaplah pelosok. Keterbatasan fasilitas tentunya menjadi tantangan tersendiri. Bagi tenaga medis modern, ketergantungan terhadap listrik cukup besar. Di Tofoi tak ada listrik PLN, sumber listrik sebagian besar rumah berasal dari perusahaan kayu yang hanya menyala waktu malam. Untuk puskesmas, mereka sudah memiliki genset namun biasanya juga dinyalakan pada malam hari. Keterbatasan akan listrik itu menyulitkan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, dibutuhkan suhu tertentu yang konsisten untuk menyimpan vaksin rabies. Dengan listrik yang tidak stabil dan tak bisa menyala tiap hari tentunya tidak memungkinkan mereka untuk menyimpan vaksin. Tidak hanya di Tofoi, di kota kabupaten sendiri layanan listrik PLN hanya beroperasi pada malam hari saja. Hal ini tentunya akan sangat menyulitkan bila ada kasus rabies mengingat banyaknya anjing yang berkeliaran di sekitar pemukiman warga.

Selain keterbatasan pasokan listrik, minimnya tenaga kesehatan yang berkompeten dan banyaknya masalah kesehatan di daerah makin mempersulit kerja mereka. Namun di kabupaten Teluk Bintuni, mereka terbantu oleh tenaga kesehatan yang disediakan oleh salah satu perusahaan gas. Ada beberapa perusahaan gas di area Teluk Bintuni, salah satu yang terbesar memberikan CSR (Corporate Social Responsibility) dengan menyediakan beberapa tenaga kesehatan terlatih untuk membantu layanan kesehatan masyarakat. Layanan kesehatan yang diberikan biasanya berupa pendampingan seperti misalnya memberikan penyuluhan tentang pencegahan diare.

Mas Marten, begitu biasa kami panggil pria asli Sorong berusia 30 tahunan ini yang ditugaskan perusahaan. Sebenarnya pria yang menamatkan pendidikan tingginya di Jogja ini bukanlah berlatar belakang kesehatan. Namun hal itu tak jadi soal dan sudah beberapa tahun ini dipercaya menjadi pendamping masyarakat di bidang kesehatan. Lingkup kerjanya meliputi kampung-kampung yang menjadi daerah terdampak, atau sering disebut DAV’s (Direct Affected Villages). Sistem kerjanya memakai on/off,4 minggu di lapangan dan 2 minggu libur. Di tiap kampung biasanya ada kantor penghubung yang juga biasa digunakan sebagai basecamp para pendamping. Pendampingan masyarakat sebenarnya tidak hanya di bidang kesehatan saja namun juga mencakup sosial ekonomi yang dilakukan beberapa pihak yang telah dilatih dan dipercaya perusahaan.

Dalam menjalankan tugasnya, mas Marten tetap menjalin komunikasi dengan puskesmas di tiap distrik bahkan sampai tingkat kabupaten. Jadi hubungannya dengan petugas puskesmas pun sudah terjalin dengan baik. Perusahaan juga seringkali menyediakan stok obat-obatan yang dibutuhkan oleh puskesmas. Biasanya obat-obatan itu dibawa para pendamping, dan kemudian bisa diambil oleh petugas puskesmas di kantor penghubung. Kerjasama dengan perusahaan ini memudahkan para petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya.

Penanganan masalah kesehatan di Papua yang cukup rumit memang membutuhkan sinergi antara berbagai pihak yang berkepentingan. Kerjasama itu tak akan berjalan jika tidak ada komunikasi yang baik antar petugas kesehatan di lapangan. Kak Angel dan mas Marten merupakan contoh kecil dari sekian banyak tenaga kesehatan yang bertugas di Papua. Mereka berbeda instansi dan memiliki tugas masing-masing namun saling bekerjasama untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat.  

Tofoi 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar