Jumat, 11 Maret 2016

Bertandang ke Kampung Nelayan di Selat Karimata

warga setempat sedang membuat Bubu (alat tangkap ikan tradisional)
Sekitar seabad silam, perairan Karimata khususnya sekitar dusun Betok sudah sering didatangi nelayan dari Belitung. Melimpahnya ikan di Karimata menjadi daya tarik bagi para nelayan dari berbagai daerah. Mulai dari beberapa gubuk sebagai tempat singgah, lalu berkembang menjadi pemukiman kecil. Dulu, letak pemukiman nelayan berada di muara sungai Betok. Betok adalah nama ikan yang dijadikan nama sebuah sungai. Karena kesulitan air, pada tahun 20-an para nelayan memindahkan lokasi singgahnya tempat baru yang lebih dekat dengan sumber air tawar. Tempat baru itu kemudian berkembang menjadi perkampungan yang kini dihuni 248 KK atau sekitar 900-an jiwa. Tidak hanya dihuni orang Belitung saja, orang Bugis dan Buton pun juga banyak yang bermukim di sana.

Berlayar ke Pulau Karimata, Merasakan Ayunan Gelombang Selat Karimata


pulau Kepayang, salah satu pulau kecil di kepualauan Karimata
Kapal masih tertambat di sebuah warung dekat dermaga ketika kami datang. Bang Sema dan seorang kawannya terlihat sedang duduk santai di warung. Setelah ngobrol sebentar tentang teknis keberangkatan nanti, segera mereka menyiapkan kapal. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 10 menit mesin kapal sudah dinyalakan dan siap untuk berangkat. Bang Sema selaku nakhoda sudah bersiap di belakang kemudi ditemani Bang Yos. Tepat jam 6.45 speedboat kecil dengan 8 kursi penumpang mulai bergerak menuju muara. Kanal yang sempit dengan beberapa perahu tertambat di pinggirnya membuat nakhoda harus ekstra hati-hati mengemudikan kapalnya. Tak jauh memang, setelah melalui dua kelokan sampailah kami di muara.

Menyeberang ke Pulau “Malaria”, Pulau Maya

dermaga dusun Pancur
Pulau Maya dan malaria, menjadi dua hal yang tak terpisahkan bagi warga Kalimantan Barat. Beberapa orang yang mengetahui rencana kami untuk pergi ke pulau Maya pun mengingatkan untuk berhati-hati selama di sana. Sudah sejak lama pulau Maya dikenal menjadi daerah endemi malaria di Kalimantan Barat. Beberapa orang bahkan mengaku pikir-pikir dulu jika diharuskan ke pulau Maya. Seakan pulau ini digambarkan sebagai pulau menyeramkan yang sangat dihindari.

Mereguk Manisnya Sawit di Manismata

simpang sawit, dekat perbatasan Kalimantan Tengah
Sejarah perkebunan sawit di Manismata sudah berlangsung sejak awal masa penempatan transmigran di sini, pada tahun 1980-an. Manismata masuk wilayah administratif kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang saat ini bisa ditempuh dalam waktu 4 – 6 perjalanan darat. Tapi kota terdekat dari sini adalah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah yang bisa ditempuh sekitar sejam lewat jalan darat. “Dulu sekitar sekolah ini masih hutan lebat, hanya ada beberapa rumah saja di sekitarnya.”, kisah Pak Saka. Beliau adalah salah satu guru pertama yang ditempatkan di sekolah yang kini menjadi lokasi SMPN 1 Manismata. Bersama dua orang guru lainnya, beliau ditugaskan untuk mengajar anak-anak warga lokal dan transmigran pertama.

Kamis, 04 Februari 2016

Malam di Sabana Sumba, Menikmati Benderang Bulan dan Dinginnya Angin Musim Kering

jelang malam musim kering, langit Sumba biasanya cerah
Sudah sejam yang lalu matahari menghilang di balik perbukitan. Kini gantian rembulan muncul, menyembul dari sebuah bukit. Bulat dan begitu terang, kebetulan saat ini waktunya bulan purnama. Awalnya sinar bulan terlihat biasa saja, sama seperti bulan purnama yang biasa kulihat di tempat lain. Tapi makin lama, sinar bulan makin terang. Dari jendela tampak dengan jelas puncak bukit belakang sekolah. Seperti ada lampu yang dinyalakan, setiap sudut tak luput dari limpahan cahaya bulan. Bukit belakang sekolah yang biasanya hanya tampak temaram, kini bisa terlihat dengan jelas detail rumputnya yang bergoyang-goyang tertiup angin malam.

Bertandang ke Kampung Maling

bukan di kampung maling, cuma foto salah satu lokasi aja (biar ada gambarnya)
Sejak awal kami tiba di Sumba Barat ini sudah diwanti-wanti sama orang sini kalau harus hati-hati jika pergi ke suatu kampung. Katanya di kampung itulah para begal dan rampok berasal. Konon katanya mereka tak segan-segan membunuh korban saat merampas motornya. Tidak hanya di Sumba Barat saja, daerah operasi mereka meliputi hampir seluruh pulau Sumba. Sepak terjang para begal dari kampung itu sudah terkenal di seantero Sumba. Katanya para begal itu sebagian juga punya ilmu kebal dan terkenal berani. Sialnya, ada sekolah dan beberapa rumah yang harus kami kunjungi di sana.

Senja Sempurna Sabana Sumba

gedung sekolah (Tim M)
Sore di Waitama biasa kami habiskan untuk bersantai-santai sambil menunggu waktu berbuka. Dua kawan cewek biasanya sibuk masak, sedangkan kami para lelaki sibuk melayani ajakan anak-anak main bola di lapangan sekolah. Cukup adil mungkin karena kami punya tugas dan kesibukan masing-masing. Meski kadang kami ikut juga bantu para nona, sekadar ngidupin kompor atau angkut air dari luar ke dalam.