lanskap dari halaman belakang sekolah |
Siang yang terik, membuat kami
memilih berteduh di rumah Pak Kepala Sekolah. Di meja sudah tersedia bir dan
rokok, sebagai sajian dalam ritual penyambutan tamu. Sementara itu seekor ayam
juga sudah disiapkan untuk kami potong nanti sore. Orang Manggarai sudah
memahami betul tentang toleransi, mereka mempersilahkan tamu Muslim untuk
menyembelih sendiri ayam yang biasanya menjadi hidangan spesial untuk menyambut
tamu.
pemukiman kampung Heret |
Sorenya kami putuskan untuk
keluar jalan-jalan ke ujung kampung. Jemuran biji kopi milik mama rumah sebelah
masih terhampar di pelataran. Nampaknya panas terik sesiangan tadi belum cukup
untuk mengeringkan kopi-kopinya. Sementara itu, anak-anak terlihat mulai keluar
rumah. Jalan kampung yang juga menjadi pelataran rumah mereka, biasa digunakan
sebagai lapangan bermain tiap sore. Matahari sore memancarkan cahaya hangatnya,
memberikan kompensasi dari hembusan angin yang membawa udara dingin. Riuh suara
anak-anak yang sedang bermain menyemarakkan sore itu. Jalan makin menanjak saat
mendekati ujung kampung. Letak SD-SMP Satu Atap Watu Ling memang berada di atas
bukit.
Watu Ling dijadikan nama sekolah
di kampung Ledu bukanlah tanpa alasan. Nama Watu Ling berasal dari kata “watu”
yang berarti batu dan “ling” yang berarti bunyi dentingan. Konon pada masa
lalu, di kampung Ledu terdapat sebuah batu besar yang akan mengeluarkan suara
berdenting jika dipukul. SD Watu Ling memang sudah lama berdiri, sedangkan SMP
nya baru dibuka beberapa tahun yang lalu. Dari kejauhan sudah terlihat atap
gedung SMP dengan pola warna merah dan putih. Gedung baru sedianya digunakan
untuk menampung lulusan siswa dari tiga SD terdekat.
gedung SD yang tampak kusam |
Sementara itu, dinding gedung SD
yang nampak kusam terlihat kurang terawat. Cat dinding dan pintu sudah banyak
yang terkelupas. Warna cat biru tua yang melapisi pintu-pintu itu terlihat
kusam, dan hampir semuanya sudah tidak memiliki gagang pintu lagi. Meja kursi
reyot dengan papan tulis sederhana menghisasi interior ruang kelas. Beberapa
meja dan kursi bahkan terlihat sudah rusak dan tak layak lagi digunakan. Kondisi
yang serupa juga bisa ditemukan di beberapa sekolah di pedalaman Manggarai
Timur. Sekolah-sekolah yang sama-sama berada di tengah belantara Manggarai. Suatu
tempat yang masih berada di luar jangkauan sinyal seluler dan perhatian.
Tak mau berlama-lama berada di
kelas yang menyedihkan itu, kami pun keluar menuju halaman. Rerumputan hijau
menjadi alas halaman sekolah yang juga merupakan puncak bukit kecil. Pepohonan
dan bongkahan-bongkahan batu terpencar tak beraturan namun tampak indah dipadu
dengan hijaunya rumput dan lanskap alam sekitar. Halaman sekolah cukup luas dan
berbatasan langsung dengan ujung tebing bukit. Dari ujung tebing bukit dapat
dilihat keindahan alam Manggarai secara sempurna. Kita bisa dengan leluasa
melihat gugusan pegunungan yang membentuk pulau Flores. Tepat di bawah ujung
tebing itu, terbentang lembah yang memisahkan dua pegunungan. Dari titik ini
kita juga bisa menikmati terbenamnya matahari dengan latar depan pegunungan
Manggarai.
halaman sekolah |
Halaman sekolah juga biasa digunakan untuk bermain
anak-anak pada sore hari. Luasnya halaman dengan rerumputan yang hijau jadi
tempat yang ideal untuk bermain. Belum lagi dengan pemandangan pegunungan
sekitar yang begitu asri. Udara segar pegunungan dengan cuaca sejuknya menambah
nyaman untuk berlama-lama di sana. Yah.. meskipun di seberang sana nampak
bangunan tua nan kusam. Dengan fasilitas sangat sederhana, cenderung kurang
layak untuk memenuhi standar pendidikan saat ini. Namun siapa peduli, yang
penting masih bisa bermain leluasa menikmati kemegahan halaman sekolah.
sumber foto: Tim M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar