kabut pun mulai turun saat sore menjelang di Elar |
Terpencil jauh di antara
perbukitan Manggarai Timur kampung kecil bernama Ledu berada. Tak mudah
mencapai kampung yang masuk dalam wilayah kecamatan Elar. Sore itu kami
berangkat menggunakan mobil dari Ruteng menuju Elar. Jalan gunung meliuk-liuk
mewarnai perjalanan menuju Elar. Seringkali ditemui bukit-bukit yang tergerus
akibat longsor. Jalan makin menyempit dan banyak lubang ketika mendekati Elar.
Jalan rusak dan menanjak membuat pengemudi harus selalu waspada. Selain
pengemudi yang handal, dibutukan pula kendaraan bergardan ganda untuk melalui
medan semacam ini. Meski kadang dibuat was-was akibat kondisi jalan yang buruk,
namun itu terbayar tuntas dengan pemandangan pegunungan Manggarai. Perbukitan
dan lembah hijau terlihat suram berselimut kabut, suasana begitu mistis namun
romantis. Kebun kopi terhampar luas, katanya tempat ini merupakan sentra
penghasil kopi terkenal di Elar.
Malam yang semakin pekat membuat
kami harus rehat di sebuah kampung kecil di pinggir jalan aspal. Kondisi jalan
menuju kampung Ledu sangat terjal dan licin akibat hujan semalam, sehingga
tidak memungkinkan bagi kami untuk melanjutkan perjalanan dengan mobil. Setelah
beristirahat semalam di rumah Pak Goris, paginya kami lanjutkan perjalanan
menuju Ledu. Pak Goris adalah pria paruh baya yang baru kami kenal semalam,
perkenalan mendadak akibat kemalaman dan tak tahu harus bermalam di mana. Dia
mengijinkan lima orang asing yang baru dikenalnya tinggal di rumah
sederhananya. Meski sudah larut malam dia pun dengan senang hati memasakkan mi
instan dan memberi makan nasi buat kami yang kelaparan. Tanpa basa-basi tanya
sana-sini dia langsung mempersilahkan kami istirahat usai menyantap hidangan
dari si tuan rumah. Sudah kebiasaan orang Manggarai memang untuk menjadikan
rumahnya sebagai tempat singgah bagi para musafir meski belum pernah
dikenalnya.
jalan menuju kampung Ledu |
Setelah perjalanan panjang
mendaki bukit, lewati lembah, dan seberangi sungai sampailah kami di kampung
Ledu. Sebuah kampung kecil dengan deretan rumah memanjang saling berhadapan
membentuk jalan. Tanpa buang waktu, kami pun langsung menuju ke rumah Kepala
SD-SMP Satu Atap Watu Ling. Jalan kampung yang memisahkan antar rumah yang
saling berhadapan cukup lebar yakni sekitar 7 meter. Rumah Pak Kepala Sekolah
terletak diujung, depan tempat biliar. Ya, kampung kecil di belantara Manggarai
itu punya tempat biliar berupa sebuah bangunan dari bambu beratapkan seng
dengan sebuah meja biliar. Tempat itu biasa digukanan warga terutama para
pemuda untuk bermain biliar sambil nongkrong. Kegiatan rutin yang dilakukan di
sela aktivitas berkebun yang sepertinya cukup banyak waktu luangnya.
jalan kampung sekaligus halaman bermain anak-anak |
Sebuah pohon besar berdiri kokoh tepat di tengah jalan
dekat rumah Kepala Sekolah. Sementara itu di halaman sebuah rumah terlihat
hamparan biji kopi yang dijemur beralaskan terpal. Sama seperti wilayah Elar
lain, warga kampung Ledu menjadikan kopi sebagai komoditas pertanian andalan.
Letaknya yang berada di dataran tinggi dengan tanah vulkanik memungkinkan untuk
ditanami kopi jenis arabika dengan cita rasa khas. Rata-rata warga Ledu punya
kebun kopi sendiri yang terletak di wilayah perbukitan sekitar kampung. Hasil
panen kopi mereka biasanya diambil oleh truk pengepul yang datang ke kampung
secara berkala. Selain dijual, sebagiannya dikonsumsi sendiri dengan cara
pengolahan biji kopi yang masih sangat sederhana. Minum kopi memang sudah
menjadi tradisi bagi orang Manggarai.
sumber foto: Tim M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar