Pak Gabriel (paling belakang), mengantar kami kembali ke kampung Heret |
Seorang pria paruh baya menyambut dengan ramah sesaat setelah kami berada di depan pintu rumahnya sambil mengucap salam. Beliau segera mempersilahkan kami
masuk ke rumahnya tanpa curiga sedikitpun terhadap kedatangan ketiga orang
asing ini. Di dalam rumahnya, kami menyampaikan maksud dan tujuan datang ke
kampung itu. Pak Gabriel, yang juga seorang guru di SDN Heret itu langsung
bersedia membantu penelitian kami di sekolahnya.
Di rumah seluas sekitar 30m2,
beliau tinggal bersama istri dan dua anaknya. Rumah sederhana, berdinding
bambu, dan berlantai tanah itu menjadi tempat istirahat sementara setelah perjalanan
panjang dan melelahkan selama hampir 5 jam. Jalan kaki adalah satu-satunya cara
untuk sampai di kampung Heret saat itu, tidak ada ojek yang berani mengantar
sampai sana. Medan terjal berbatu, ditambah adanya semak liar yang mempersempit
jalur makin memperparah jalan yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Lamba
Leda, Manggarai Timur. Beruntung kami dapat bantuan dari beberapa warga yang
bersedia menjadi porter dan mengantar kami sampai ke Heret. Syukurlah, kabarnya
kini jalan tersebut sudah diperbaiki dan bisa dilewati motor.
Kopi dan beberapa potong kue
segera terhidang di meja menjadi pelengkap obrolan kami. Keramahan orang
Manggarai memberikan kenyamanan bagi kami yang baru pertama datang ke sana. Tidak
hanya hidangan istimewa yang diberikan, namun beliau juga bersedia membantu
kami dalam melakukan penelitian di sekolahnya dan sekolah di kampung sebelah. Meski
mendadak, beliau bersedia menyiapkan segala sesuatu kebutuhan kami termasuk
“pemandu” untuk menuju sekolah di kampung sebelah.
Usai mengantar kami sehari
semalam di kampung sebelah, beliau menawarkan untuk menginap di rumahnya. Di
sana, kami diperlakukan seperti saudara sendiri. Keramahannya dan warga di
sekitar rumah membuat kami dapat dengan mudah terlibat obrolan yang
menyenangkan. Dari obrolan itu diketahui bahwa ternyata Pak Gabriel dulunya
bekerja sebagai seorang pemandu wisata di Bali. Saat itu, hidupnya begitu
berkecukupan dengan pekerjaan yang menjanjikan. Di sana pula dia bertemu dengan
istrinya dan menikah serta memiliki dua orang anak. Sampai suatu ketika karena
ada suatu hal mereka harus kembali ke kampung halaman Pak Gabriel. Beliau dan
keluarga rela meninggalkan kemapanan di rantau untuk kembali pulang ke kampung. Tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan kampung, terutama bagi
anak-anak dan istrinya yang merupakan orang Bima. Namun perlahan mereka bisa
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang sangat sederhana di kampung Heret.
Bahkan sang istri juga ikut mengajar di SDN Heret sebagai guru honorer.
Di sekolah kecil berukuran 25 m X
4m beliau beserta beberapa orang guru mendidik sekitar 70 siswa. Gedung sekolah
itu terbagi menjadi tiga ruang utama dan kemudian masih dibagi lagi dengan sekat
triplek menjadi enam kelas. Saat berkunjung ke sana pada 2013, dinding bangunan
tersusun dari batako dan beratap seng. Sudah jauh lebih layak daripada beberapa
tahun lalu, di mana saat itu bangunan sekolah hanyalah tersusun dari papan kayu
dan bambu dengan atap seadanya sehingga sering bocor. “Seperti kandang kambing
kan”, kata Pak Gabriel sambil menunjukkan foto gedung sekolah sebelum
direnovasi yang dipajang dinding rumahnya. Beliau memang menjadi salah satu
pendiri sekolah yang mulai dioperasikan pada tahun 2007 itu. Meski demikian,
sampai saat ini (2013) beliau masih berstatus sebagai guru honorer meski sudah
mengabdi sejak sekolah didirikan.
Di rumahnya, hidangan istimewa
berupa nasi merah sering disajikan kepada kami. Nasi yang disajikan terasa jauh
lebih nikmat dari nasi merah yang pernah saya makan di Jawa. Selama berada di
rumah itu kami memang diperlakukan seperti keluarga sendiri. Bahkan saat malam
tiba, kami diberi “keistimewaan” untuk tidur di dua dipan milik mereka. Kedua
anak mereka harus rela tidur di rumah saudaranya yang lain akibat dipan yang
biasa dipakainya harus dipinjamkan ke kami.
Pak guru Gabriel, seorang guru berdedikasi yang rela
menjalani hidup sederhana untuk mendidik anak di kampungnya. Pak guru yang juga seorang warga
Manggarai yang begitu ramah dalam menyambut tamunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar