pantulan matahari terbit dari jendela SDN Heret |
“Bangunan sekolah jelek, mirip
kandang kambing kan?”, cerita singkat dari Pak Gabriel sambil menunjukkan foto
SDN Heret di awal pembukaannya. Cerita yang diakhiri dengan pertanyaan yang
sebenarnya tidak memerlukan jawaban. Bangunan berdinding bambu dan kayu serta
beratapkan ilalang, sekilas mirip kandang kambing. Kumuh dan tak layak pakai
adalah kesan pertama melihat gambar “kandang kambing” yang dijadikan tempat
belajar anak-anak. Gambar yang diambil sekitar enam tahun yang lalu pada awal
beroperasinya SD Heret terpajang di dinding bambu rumah Pak Gabriel.
kampung Heret |
Pak Gabriel adalah salah seorang
guru yang mengajar di SDN Heret. Di rumah sederhana ini, dia tinggal bersama
dua orang anak dan istrinya yang juga merupakan guru di SDN Heret. Meskipun
telah mengajar sejak awal sekolah berdiri, namun sampai saai ini dia masih
berstatus sebagai guru honorer begitu juga dengan istrinya. Bersama beberapa
orang guru lain, mereka mengajar puluhan murid SDN Heret. Pria yang dulunya
bekerja sebagai pemandu wisata di Bali ini mengampu mata pelajaran Bahasa
Inggris di samping guru kelas tentunya.
sekolah di atas bukit, SDN Heret |
Susunan batako yang membentuk
ruang persegi panjang 25m X 4m, beratapkan seng dan berlantai semen. Bangunan
sekolah tersebut terbagi dalam 6 ruang kelas dan sebuah ruang guru. Antar ruang
kelas diberi sekat dinding dari jalinan batang bambu dengan luas masing-masing
2m X 4m. Setiap ruang kelas diisi beberapa meja kursi dari kayu yang sudah
reyot, dan sebuah papan tulis kapur. Jumlah meja kursi disesuaikan dengan
jumlah siswa per kelas. SD Negeri Heret, namanya saja yang negeri namun masih
terlalu sederhana sebagai sekolah milik negara. Tapi bagaimanapun juga, yang
patut disyukuri adalah bangunan yang dulu serupa kandang kambing kini telah
menyerupai sekolah.
Pada Tahun Ajaran 2013/2014,
jumlah murid SDN Heret sekitar 70an siswa. Jumlah yang relatif sedikit mengingat
hanya kampung dari Heret lah kebanyakan murid berasal. Letak sekolah berada di
bukit, terpisah dari pemukiman. 500 meter adalah jarak rata-rata yang ditempuh
anak-anak kampung Heret untuk ke sekolah. Bagi mereka jarak setengah kilometer
tak jadi soal karena tiap hari mereka sudah terbiasa menempuh jarak dua hingga
empat kali lipat untuk mengambil air. Beberapa kelas bisa diisi hingga belasan
siswa. Mereka harus duduk berdesakan di ruangan sempit yang hanya dibatasi
sekat bambu setinggi 1,5 meter. Bisa dibayangkan, suara antar ruang bercampur
menimbulkan keriuhan. Namun apa daya, tak ada yang bisa mereka lakukan selain
menerima begitu saja. Asal ada tempat permanen untuk belajar meski dengan
fasilitas seadanya.
ruang kelas SDN Heret |
Meskipun terbilang sederhana, SDN
Heret memiliki kemewahan yang tak semua sekolah punya. Tanah tempat sekolah
berdiri ini dulunya berupa sebuah bukit yang cukup tinggi. Namun banyaknya
warga yang memanfaatkan bebatuan bukit untuk berbagai keperluan, menjadikan
puncak bukit itu hilang dan menyisakan dataran di belakang sekolah. Halaman
belakang sekolah cukup luas dengan beberapa cekungan batu yang terisi air hujan
yang seringkali dimanfaatkan warga untuk kegiatan MCK. Di ujung halaman
berbatasan langsung dengan lerengan tebing yang curam yang berakhir di dasar
lembah. Jauh di seberang terhampar perbukitan hijau yang luas. Menariknya lagi,
pemandangan matahari terbit bisa dilihat dengan jelas dari sini. Berada di
ketinggian, tanpa terhalang apapun matahari dapat terlihat muncul di balik
horizon.
Tak sia-sia rupanya berjalan ke
sekolah dalam keremangan fajar. Sepi, warga kampung masih terlelap dalam gelap.
Pancaran cahaya pelita terlihat menembus celah dinding anyaman bambu beberapa
rumah. Hanya cahaya purnama yang menerangi kampung ini. Lolongan anjing
terdengar bersahutan memecah kesunyian tatkala saya tiba di halaman belakang
sekolah. Ternyata sekawanan anjing kampung sudah tiba lebih dulu di sana.
Mereka menyalak garang saat melihat sesosok manusia tak dikenal yang datang. Tak
mendapat respon, mereka pun lelah juga dan meninggalkan saya sendiri. Langit
kala itu cukup cerah meski ada sedikit awan menggantung di ujung horizon.
Gradasi biru kemerahan mewarnai kaki langit. Matahari perlahan muncul
memancarkan sinarnya, menerangi bumi Manggarai. Tak perlu pergi jauh untuk
naik-naik ke puncak gunung. Cukup pergi ke halaman belakang sekolah, sudah bisa
menikmati keindahan bumi dari ketinggian dengan bonus sunrise yang manis.
matahari terbit dari halaman belakang sekolah |
SDN Heret, sebuah sekolah sederhana dengan lanskap
istimewa. Terletak jauh di pedalaman belantara Manggarai Timur, Pulau Flores,
Nusa Tenggara Timur. Tempat yang hanya bisa dijangkau dengan kaki dan kendaraan
tertentu (yang dikendarai orang nekat dan berpengalaman). Dibutuhkan waktu
setengah hari berjalan kaki dari jalan aspal lintas kabupaten. Namun kabarnya
sejak beberapa waktu yang lalu jalan menuju kampung Heret sudah diperbaiki
kembali sehingga dapat dilewati motor dan kendaraan bergardan ganda dengan
relatif aman. Semoga saja dengan terbukanya akses menuju kampung Heret, terbuka
pula peluang perbaikan fasilitas dasar seperti pendidikan dan ketersediaan air.
Dan pada akhirnya sekolah di atas awan itu bisa menjadi tempat belajar yang
memadai bagi anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar