Add caption |
“Mbak, itu masjid ya?”, tanya
seorang bocah. “Bukan le (panggilan
untuk anak laki-laki di Jawa), itu bandara”, jawab seorang perempuan yang duduk
di sebelahnya. Percakapan itu terdengar sesaat setelah pesawat mendarat mulus
di bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Dari jendela nampak dengan jelas
bangunan bandara dengan kubah besar di bangunan utama dan beberapa menara kubah
kecil di sampingnya. Sekilas bangunan bandara itu memang mirip masjid, dan
banyak bangunan umum lain di Aceh yang bergaya Timur Tengah dengan kubah
sebagai ciri khasnya. Selamat Datang di Serambi Mekkah.
Bandara Sultan Iskandar Muda |
Nuansa Islami begitu terasa
ketika menginjakkan kaki di Bandara Sultan Iskandar Muda. Hampir semua
perempuan terlihat mengenakan hijab kecuali turis asing dan seorang kawan kami
yang kesehariannya memang tidak berhijab. Namun tak berapa lama kemudian kawan
kami itu segera mengenakan hijab dengan kain yang telah disiapkan sebelumnya. Sudah
hal yang lumrah jika di Aceh setiap orang diharuskan mengenakan pakaian yang
menutup aurat atau paling tidak pakaian sopan bagi turis asing. Di beberapa
tempat terdapat baliho berupa himbauan untuk menutup aurat bagi muslim dan
muslimah, salah satunya ada di depan Islamic Centre kota Lhokseumawe.
Syariat atau hukum Islam memang
berusaha diterapkan oleh pemerintah daerah di Aceh. Untuk mendukung penerapan
syariat Islam, maka dibentuklah Dinas Syariat Islam di tiap kabupaten kota.
Seperti halnya yang ada di kota Lhokseumawe, meskipun hanya berkantor di ruko
kecil namun dinas syariat Islam setempat mengemban tugas yang besar. Dinas
tersebut bertugas mensosialisasikan dan menerapkan syariat Islam bekerjasama
dengan berbagai pihak untuk melaksanakan syariat Islam secarah kaffah
(menyeluruh).
Area Islamic Centre Lhokseumawe |
Tidak mudah dalam menerapkan
hukum Islam tak terkecuali di Aceh. Beberapa peraturan bisa jadi masih belum
biasa di masyarakat umum. Seperti misalnya adalah hukum yang membatasi
pergaulan antara laki-laki dengan perempuan. Bahkan dalam Qanun Aceh mengatur
tentang hukum ikhtilath (bermesraan
antar lawan jenis yang bukan muhrim) yang diganjar dengan hukuman cambuk. Bagi
sebagian orang, ikhtilath atau
gampangnya disebut pacaran bisa jadi dianggap hal yang lumrah dan menjadi
fenomena umum. Oleh karena itu dilakukan sosialisasi tentang pasal yang
mengatur hukum dengan memasang baliho besar di depan masjid raya Baiturrahman
Banda Aceh. Baliho dapat menjadi media sosialisasi yang efektif terutama untuk
pasal yang diperkirakan seringkali dilanggar. Peraturan yang belum lama
diberlakukan itu menuntut sosialisasi yang gencar dan menyeluruh mengingat
adanya beberapa peraturan yang belum biasa di masyarakat umum.
Baliho di depan Masjid Raya Baiturrahman |
Aceh dan Islam tidak dapat dipisahkan. Latar belakang
sejarah dan mayoritas penduduknya yang beragama Islam adalah faktor utamanya.
Keistimewaan berupa otonomi khusus dari pemerintah pusat menjadi peluang untuk
menerapkan hukum Islam sebagai aturan tambahan di Aceh. Dengan segala pro dan
kontra, Aceh berusaha menegakkan kembali syariat Islam di bumi Serambi Makkah.
Karena hukum Islam merupakan sebuah aturan yang menyeluruh mengatur segala
aspek kehidupan. Bukan bermaksud untuk mengekang namun hanya untuk melindungi
hak dan kehormatan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar