perkampungan di Bener Meriah |
Kopi dan Gayo, perpaduan keduanya
menciptakan komoditas unggulan yang dikenal hingga mancanegara. Para penikmat
kopi mengakui kopi Gayo menjadi salah satu kopi terbaik di dunia. Dataran
tinggi, tanah subur, Burni Telong, dan penduduknya yang ulet menciptakan salah
satu jenis kopi terbaik di dunia. Selain di dataran tinggi Gayo, di dataran
rendah Aceh bagian utara juga ada perkebunan kopi. Banyak orang lebih mengenal
kopi Aceh daripada kopi Gayo, toh
Gayo juga masuk daerah Aceh juga. Namun jika dilihat dari sejarahnya, Aceh dan
Gayo adalah sesuatu yang berbeda.
“Kami orang Gayo bukan orang
Aceh, jadi Gayo dan Aceh itu beda” ujar salah seorang warga kabupaten Bener
Meriah di tengah obrolan kami. Menurutnya, orang Gayo adalah masyarakat pertama
yang mendiami daerah ujung utara pulau Sumatera. Dalam perkembangannya beberapa
kelompok diantara mereka hijrah ke selatan sampai daerah danau Toba dan kini
dikenal sebagai orang Karo. Jadi orang Batak terutama Batak Karo masih memiliki
hubungan kekerabatan dengan orang Gayo. Secara fisik, sekilas dapat dilihat
persamaan antara orang Gayo dengan orang Karo diantaranya ada pada rahangnya
yang terlihat tegas.
Orang Aceh, merupakan kelompok
yang datang di kemudian hari dan mendiami daerah pantai. Secara budaya, bahasa,
dan fisik orang Aceh berbeda dengan orang Gayo. Secara politik pun Aceh dan
Gayo berbeda. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi konflik beberapa tahun
silam. Orang Gayo cenderung tidak setuju dengan gerakan separatis yang ingin
memisahkan dari NKRI. Menurut seorang warga Gayo lain, gerakan separatis
berasal dari daerah Aceh dan kemudian menyusup ke daerah pegunungan Gayo.
tanda merah putih di salah satu rumah warga |
Tanda Merah Putih yang tertempel di depan rumah
menunjukkan bahwa mereka pro NKRI dan tidak setuju dengan adanya gerakan
separatis. Tanda tersebut biasanya terbuat dari tripleks yang dicat warna merah
dan putih kemudian ditempel di atas pintu. Tanda Merah Putih tersebut juga
menjadi penanda keberpihakan mereka semasa konflik dulu. Meski konflik sudah
berakhir sejak satu dasawarsa yang lalu, namun masih banyak rumah di Bener
Meriah yang memasang tanda Merah Putih. Ada beragam alasan bagi mereka masih
memasang tanda tersebut. Bisa jadi mereka malas mencopot tanda yang sudah lama
terpasang itu atau tanda tersebut dijadikan simbol nasionalisme dan kesetiaan
mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar