Senin, 21 Juli 2014

Bertandang ke Kampung RKI (Rumah Kayu Indonesia)



139037041558794154
pintu masuk kampung Sidomakmur/RKI (dok. pribadi)

Segelas es dawet menjadi penawar haus yang nikmat siang itu. Matahari Papua terasa begitu terik menyengat. “Bu, dawet e pinten (dawetnya berapa)?” tanyaku, “Tiga ribu, Mas,” jawabnya. Meski sedikit kaget (murah untuk ukuran Papua), kurogoh selembar dua ribuan dan seribuan kumal lalu kuserahkan kepadanya.
Ibu Jawa itu adalah salah satu dari warga kampung Sidomakmur yang mayoritas penduduknya adalah orang Jawa. Ada juga orang Jawa yang kesehariannya berbahasa Madura, mereka berasal dari Probolinggo yang tinggal di dekat jetty (dermaga). Mayoritas mereka bekerja sebagai nelayan udang. Selain orang Jawa, terdapat pula orang Maluku, Buton, dan tentunya orang asli Papua yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Banyaknya orang Jawa, membuat saya tidak merasa asing di sini. Percakapan sehari-hari mereka menggunakan bahasa Jawa. Orang non-Jawa juga kadang memakai bahasa Jawa untuk percakapan ringan seperti membeli barang di kios, terdengar kaku dan wagu tapi lucu.
Sidomakmur, dikenal juga dengan sebutan RKI (Rumah Kayu Indonesia) terletak di distrik Aroba, Teluk Bintuni, Papua Barat. Sesuai dengan namanya, semua rumah di sana terbuat dari kayu. Tidak hanya itu, jalan penghubung antarrumah juga terbuat dari kayu papan. Kampung kecil yang dihuni sekitar 100 KK itu dulunya adalah kawasan transmigrasi di era 90-an. Namun, banyak transmigran yang tidak betah dan meninggalkan tempat itu. Rumah-rumah yang kosong itu, kemudian ditempati para nelayan udang yang mengadu nasib di perairan RKI. Sebagai bekas area transmigrasi infrastruktur seperti jalan dan perumahan sudah tertata dengan baik. Rumah-rumah panggung tersusun rapi mengikuti jalur jalan papan yang mengelilingi kampung.


13903705131721493617
jalan kampung penghubung antar rumah (dok. pribadi)

Fasilitas publik di RKI terbilang cukup lengkap untuk ukuran kampung di Papua. Fasilitas pendidikan mulai dari TK sampai SMP tersedia di tempat itu. Bangunan sekolah juga terbuat dari kayu, tampak masih baru. Siswanya tidak hanya dari RKI saja, tetapi juga berasal dari kampung Wimro yang tidak memiliki sekolah. Selain sekolah di kampung ini juga terdapat sebuah PUSTU (Puskesmas Pembantu) dan tempat ibadah seperti masjid dan gereja.


13903706171823359701
SD-SMPN Satu Atap Wimro, kampung Sidomakmur (dok. pribadi)

Perairan di sekitar RKI payau airnya. Untuk memenuhi kebutuhan air tawar, mereka biasa menampung air hujan. Dengan talang, mereka menampung air hujan di drum-drum yang sudah disiapkan. Jika air drum habis, mereka biasa menyedot air dari kolam penampungan air hujan yang ada di sebelah sekolah. Sebagian warga memilih untuk menjadikan air galon untuk memenuhi kebutuhan air minum.


13903707632000579351
kolam penampungan air hujan (dok. pribadi)


Catatan Kecil: Tetap Terang Meski Malam


13903709672111481374
malam tetap terang di jetty RKI (dok. pribadi)

Seperti perkampungan kecil di Papua lain, PLN masih belum bisa menjangkau RKI. Namun berbeda dengan kampung lain yang selalu diselimuti kegelapan dan kesunyian saat malam. Lampu listrik sudah menjadi sumber utama penerangan, bahkan kebanyakan rumah sudah memiliki televisi lengkap dengan parabolanya. Selain itu, ada pula lampu penerangan umum yang dipasang di beberapa titik. Listrik tersebut berasal dari genset, baik genset pribadi maupun genset umum. Ada beberapa genset umum yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan warga. Tidak sedikit rupiah yang harus dikeluarkan untuk menebus fasilitas itu. Dibutuhkan sekitar 10 liter (15 ribu/liter) bensin semalam untuk menghidupkan genset. Bagi warga yang tidak punya genset, bisa memanfaatkan genset umum atau numpang dari genset tetangga dengan tarif tertentu. Biaya listrik biasa dibayar bulanan kepada pemilik genset. Biaya pemakaian listrik, dihitung per alat elektronik (lampu apa pun jenisnya tarifnya 100 ribu/bulan, sedangkan untuk TV tarifnya 300 ribu/bulan). Untuk alat elektronik lain, menyesuaikan dengan besaran watt-nya. Ratusan ribu hingga jutaan rupiah mereka keluarkan tiap bulannya untuk kebutuhan listrik. Cukup besar memang, tapi perekonomian di RKI yang relatif mapan membuat mereka mampu memenuhinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar