Sabtu, 20 Juni 2015

Aceh


Gudang Kopi
ruang penyimpanan biji kopi
Puluhan jenis kopi tersimpan di gudang Oro Coffee, Takengon, Aceh. Oro Coffee adalah salah satu pabrik pengolahan sekaligus distributor kopi Gayo. Pabrik milik Pak Rosyid ini sudah ada sejak tahun 1998 lalu. Sempat mengalami guncangan akibat gempa Gayo 2013 lalu yang menyebabkan bangunan pabrik rusak parah dan harus diratakan, usaha Oro Coffee tetap berlanjut. Bahkan menurut pengakuan Pak Rosyid, mereka saat ini menjadi salah satu pemasok untuk Starbucks. Saat ini dalam seminggu Oro Coffee bisa mengekspor satu kontainer kopi atau setara dengan 20 ton. Menyediakan biji kopi sebanyak 20 ton bukanlah masalah bagi mereka karena selalu ada pasokan dari para petani kopi melalui beberapa koperasi. Untuk penyimpanan, mereka juga memiliki gudang yang cukup luas. Selain dalam bentuk biji, Oro Coffee juga menjual kopi bubuk dalam bentuk kemasan serta memiliki ruangan khusus untuk memamerkan produk mereka. Jika berkunjung ke sana kita akan disambut ramah oleh Pak Rosyid. Kalau sedang tidak sibuk beliau bersedia meluangkan waktunya untuk mengobrol dan akan disuguhi kopi nikmat dengan racikan tepat.

Burni Telong
lanskap alam tanah Gayo, dengan Burni Telongnya
Berketinggian 2624 mdpl, Burni Telong merupakan satu-satunya gunung berapi di dataran tinggi Gayo. Burni Telong dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Gunung Berapi. Adanya Burni Telong menyediakan pasokan tanah vulkanis yang subur bagi warga sekitar. Berbagai tanaman tumbuh subur di sana termasuk komoditas andalan Gayo yaitu kopi. Tanaman kopi yang ditanam di dekat gunung, akan menghasilkan kopi dengan cita rasa yang unik karena tanahnya mengandung belerang. Munculnya sumber air panas di kaki Burni Telong dimanfaatkan warga sekitar dengan membuat beberapa tempat pemadian air panas yang selalu ramai tiap akhir pekan. Meski memberikan potensi bencana, namun Burni Telong juga memberikan manfaat besar bagi warga yang tingga di sekitarnya. Selain itu adanya Burni Telong makin mempermanis lanskap alam dataran tinggi Gayo.  

Dipilih-dipilih...
penjual bongkahan batu dengan mobil bak terbuka
Dipilih-dipilih.. ada nefrite, black jade, solar, bio solar, extra joss, idocrase, cempaka madu, lavender.. entah batu apa apa saja yang dijual si Bapak itu. Yang pasti, banyak jenisnya dan hampir semuanya fresh from the nature. Di pasar Takengon seringkali dijumpai penjual bongkahan batu akik yang menggunakan mobil bak terbuka. Maret 2015, saat itu batu akik sedang populer di Indonesia tak terkecuali di Aceh. Sejak ditemukannya bongkahan batu giok puluhan ton di Nagan, batu akik Aceh semakin populer. Mulai sore hingga malam, di pasar-pasar dan pinggiran jalan ada saja lapak batu akik yang ramai dikunjungi. Mulai dari ribuan hingga ratusan juta rupiah rela dikeluarkan untuk menebus sebongkah batu akik. 

Kebun Kopi
kebun kopi di bawah naungan pohon pete
Sinar matahari muncul menyusup di sela rerimbunan pohon pete yang menaungi tanaman kopi. Kabut tipis menyelimuti area perkebunan kopi. Sunyi masih menanungi desa Gegerung, kabupaten Bener Meriah. Kopi merupakan komoditas andalan di Dataran Tinggi Gayo. Kopi Gayo memang terkenal sebagai salah satu kopi terbaik di Indonesia bahkan dunia. Lahan pertanian di daerah ini didominasi oleh perkebunan kopi. Letaknya yang berupa dataran tinggi memungkinkan daerah Gayo ditanami jenis kopi Arabica.     

Rumah Jendela Dunia
ruang perpustakaan sekolah Sukmabangsa Lhokseumawe
Jika buku disebut sebagai jendela dunia, mungkin perpustakaan bisa diibaratkan sebagai rumahnya. Rumah yang rapi, bersih, dengan interior menarik akan membuat nyaman siapapun yang bertandang ke sana. Suasana yang nyaman tentu akan membuat pengunjung betah berlama-lama di sana. Kondisi itulah yang coba dibuat di perpustakaan sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, Aceh. Ruang perpustakaan ditata sedemikian rupa agar tampak luas. Rak-rak buku ditempatkan di dekat dinding dengan jarak yang cukup rapat antar rak agar menyisakan ruang yang luas di tengah. Di dekat rak buku, digelar alas duduk dengan meja rendah. Lesehan dinilai merupakan pilihan yang tepat untuk membuat nyaman dalam membaca. Karena dengan duduk lesehan, pengunjung akan lebih leluasa karena bisa baca dengan berbagai gaya. Hasilnya sejumlah siswa nampak betah berlama-lama nongkrong di perpustakaan.

Pulang Sekolah Rame-Rame
naik bentor
Murah dan mudah ditemukan menjadikan becak (bentor) sebagai alat transportasi favorit bagi warga Lhokseumawe. Hanya dengan 5 ribu hingga 30 ribu (Maret 2015) kita bisa berpindah antar lokasi di dalam kota. Jumlah penumpang pun tak dibatasi, asal masih muat semua bisa naik. Maka tak heran jika di Lhokseumawe sering terlihat becak yang dijejali oleh siswa-siswi sekolah.

Karya Seni Akik
karya seni abstrak
Seseorang tetiba menghampiri kami yang sedang asyik berfoto di depan Museum Tsunami Aceh. Sambil membawa sebuah benda berbentuk abstrak, dia setengah berlari menyeberang jalan. Tanpa basa-basi dia memberikan benda itu ke saya dan menyuruh untuk berfoto dengan hasil karyanya. Entah apa nama benda itu, bagi saya terlihat abstrak. Namun benda yang terdiri dari puluhan batu akik berbagai jenis itu berbentuk gajah menurut si pembuat. Setelah dicermati di satu bagian batu yang berwarna putih mirip belalai dengan satu daun telinga yang ditempel dari batu putih lain. Namun di bagian atas tampak batu berbentuk kubah masjid dengan bulan sabit dan bintang. Dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan untuk menyusun puluhan batu akik dalam berbagai bentuk menjadi wujud yang diinginkan. Berat memegang benda itu, selain memang bobotnya yang cukup berat risikonya juga berat. Jika sampai menjatuhkannya, bisa dipastikan puluhan batu akik itu akan tercerai berai. Beberapa saat kemudian, benda itu menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar. Sebuah karya seni unik dari batu akik hasil kreativitas Abang-abang “selo” (punya banyak waktu luang) ini. 

Menapak Jejak Sejarah Tambang Batubara di Sawahlunto



pemukiman di Sawahlunto

Sawahlunto, pertama kali mendengarnya saat saya SD sekitar kelas 4 (akhir tahun 90an). Dalam buku IPS yang juga disampaikan oleh guru, Sawahlunto yang terletak di Sumatera Barat merupakan salah satu situs tambang batubara di Indonesia. Terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang, Sawahlunto dulu hanya merupakan sebuah lembah subur yang dijadikan sawah oleh warga setempat. Lembah tersebut dibelah oleh aliran sungai Lunto. Nama Sawahlunto sendiri diambil dari kata “sawah” dan sungai “Lunto”. Lembah sungai Lunto yang subur itu kemudian beralih fungsi menjadi daerah pertambangan batubara.

Nagari Kecil di Dasar Lembah itu Bernama Silokek



Nagari Silokek
Tersembunyi di suatu lembah yang sunyi. Diapit oleh tebing tinggi dengan aliran sungainya yang deras. Di sanalah Nagari Silokek berada. Dalam pemerintahan tradisional Minang, nagari merupakan wilayah hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat termasuk masalah adat. Secara administratif, nagari adalah bagian dari wilayah kecamatan yang dipimpin oleh wali nagari. Dengan kata lain, nagari setara dengan wilayah desa. Nagari Silokek, suatu tempat di mana kedamaian dan ketenangan khas pedesaan begitu terasa.

Rabu, 17 Juni 2015

Cerita dari Tanah Gayo (2): “Kami Orang Gayo, Bukan Orang Aceh”



perkampungan di Bener Meriah
Kopi dan Gayo, perpaduan keduanya menciptakan komoditas unggulan yang dikenal hingga mancanegara. Para penikmat kopi mengakui kopi Gayo menjadi salah satu kopi terbaik di dunia. Dataran tinggi, tanah subur, Burni Telong, dan penduduknya yang ulet menciptakan salah satu jenis kopi terbaik di dunia. Selain di dataran tinggi Gayo, di dataran rendah Aceh bagian utara juga ada perkebunan kopi. Banyak orang lebih mengenal kopi Aceh daripada kopi Gayo, toh Gayo juga masuk daerah Aceh juga. Namun jika dilihat dari sejarahnya, Aceh dan Gayo adalah sesuatu yang berbeda.

Cerita dari Tanah Gayo (1), Catatan Tentang Kopi

sajian kopi Gayo
Hawa dingin begitu terasa ketika membuka pintu rumah. Sudah pukul 6 pagi, namun langit masih gelap. Masih belum tampak lalu lalang kendaraan di jalan desa depan rumah. Beberapa saat kemudian warna langit terlihat makin cerah. Sinar matahari muncul menyusup di sela rerimbunan pohon pete yang menaungi tanaman kopi. Kabut tipis menyelimuti area perkebunan kopi. Tetes embun masih membasahi butiran buah kopi. Perlahan matahari mulai menampakkan wujudnya, sinar keemasannya memapar buah kopi yang mulai ranum. Sementara itu kicauan burung terdengar bersahutan menyemarakkan pagi. Sunyi masih menanungi desa Gegerung, kabupaten Bener Meriah.

Pada Suatu Sore di Kota Banda

kota Banda Aceh
Melihat gedung-gedung pertokoan yang membentuk labirin jalan, tetiba ingatan saya kembali terlempar ke masa 10 tahun silam. Suatu masa di mana air laut meluap hingga ke kota ini. Menjadikan labirin jalan sebagai jalur masuk menuju pusat kota. Labirin jalan yang relatif sempit membuat arus air semakin deras. Dari video yang pernah saya lihat, pada awalnya air terlihat mengalir perlahan namun beberapa saat kemudian alirannya semakin deras seiring bertambahnya ketinggian air. Tanpa ampun, luapan air laut itu menyapu apapun yang dilewatinya. Terlihat puing-puing kayu terbawa arus kuat air laut  yang masuk jauh ke daratan. Dalam beberapa jam kota itu luluh lantak diterjang gelombang tsunami pada 26 Desember 2004.

Selamat Datang di Serambi Mekkah

Add caption
“Mbak, itu masjid ya?”, tanya seorang bocah. “Bukan le (panggilan untuk anak laki-laki di Jawa), itu bandara”, jawab seorang perempuan yang duduk di sebelahnya. Percakapan itu terdengar sesaat setelah pesawat mendarat mulus di bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Dari jendela nampak dengan jelas bangunan bandara dengan kubah besar di bangunan utama dan beberapa menara kubah kecil di sampingnya. Sekilas bangunan bandara itu memang mirip masjid, dan banyak bangunan umum lain di Aceh yang bergaya Timur Tengah dengan kubah sebagai ciri khasnya. Selamat Datang di Serambi Mekkah.