Rabu, 17 Juni 2015

Cerita dari Tanah Gayo (1), Catatan Tentang Kopi

sajian kopi Gayo
Hawa dingin begitu terasa ketika membuka pintu rumah. Sudah pukul 6 pagi, namun langit masih gelap. Masih belum tampak lalu lalang kendaraan di jalan desa depan rumah. Beberapa saat kemudian warna langit terlihat makin cerah. Sinar matahari muncul menyusup di sela rerimbunan pohon pete yang menaungi tanaman kopi. Kabut tipis menyelimuti area perkebunan kopi. Tetes embun masih membasahi butiran buah kopi. Perlahan matahari mulai menampakkan wujudnya, sinar keemasannya memapar buah kopi yang mulai ranum. Sementara itu kicauan burung terdengar bersahutan menyemarakkan pagi. Sunyi masih menanungi desa Gegerung, kabupaten Bener Meriah.

Pada Suatu Sore di Kota Banda

kota Banda Aceh
Melihat gedung-gedung pertokoan yang membentuk labirin jalan, tetiba ingatan saya kembali terlempar ke masa 10 tahun silam. Suatu masa di mana air laut meluap hingga ke kota ini. Menjadikan labirin jalan sebagai jalur masuk menuju pusat kota. Labirin jalan yang relatif sempit membuat arus air semakin deras. Dari video yang pernah saya lihat, pada awalnya air terlihat mengalir perlahan namun beberapa saat kemudian alirannya semakin deras seiring bertambahnya ketinggian air. Tanpa ampun, luapan air laut itu menyapu apapun yang dilewatinya. Terlihat puing-puing kayu terbawa arus kuat air laut  yang masuk jauh ke daratan. Dalam beberapa jam kota itu luluh lantak diterjang gelombang tsunami pada 26 Desember 2004.

Selamat Datang di Serambi Mekkah

Add caption
“Mbak, itu masjid ya?”, tanya seorang bocah. “Bukan le (panggilan untuk anak laki-laki di Jawa), itu bandara”, jawab seorang perempuan yang duduk di sebelahnya. Percakapan itu terdengar sesaat setelah pesawat mendarat mulus di bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Dari jendela nampak dengan jelas bangunan bandara dengan kubah besar di bangunan utama dan beberapa menara kubah kecil di sampingnya. Sekilas bangunan bandara itu memang mirip masjid, dan banyak bangunan umum lain di Aceh yang bergaya Timur Tengah dengan kubah sebagai ciri khasnya. Selamat Datang di Serambi Mekkah.

Rabu, 11 Februari 2015

Menemukan Ketenangan di Pantai Cemara

pantai Cemara

Pulau Lombok terkenal dengan pantai-pantainya yang indah. Pantai berpasir putih yang masih cukup alami menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong. Tak heran jika Lombok kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit. Bukan pantai Kuta Lombok, Senggigi, ataupun pantai-pantai eksotis di tiga gili. Hanya sejumlah pantai indah di ujung pulau Lombok. Pantai yang belum banyak terjamah manusia. Tersembunyi di balik terjalnya medan di Lombok Timur, tiga pantai ini menawarkan pesona tanah perawan pulau Lombok. Tanpa jajaran resort di tepi pantai, tanpa keramaian manusia, dan tanpa sampah.

Pantai Penyisuk, Tersembunyi di Balik Gersangnya Lombok Timur

Pantai Penyisuk

Sekaroh, yang merupakan sebuah desa di ujung selatan Lombok Timur tepatnya di Kecamatan Jerowaru. Sama seperti desa-desa lain di kecamatan ini, Sekaroh memiliki beberapa pantai indah dan masih belum terjamah komersialisasi pariwisata. Wajar saja, letaknya yang terpencil tanpa akses jalan yang memadai membuat pantai-pantai itu tetap perawan.

Sidomakmur yang Makmur, Kampung Kecil Dengan Perputaran Uang Besar




1390545599828703334

Jetty RKI (dok. Pribadi)

Ketinting mulai merapat, kami pun segera melompat ke jetty dan berjalan menuju warung kopi terdekat. Saya dan seorang kawan memesan kopi instan. Kembali lagi di Sidomakmur/RKI, seperti kembali di kampung sendiri. Suasana Jawa sangat kental di kampung yang terletak di tepi perairan Teluk Bintuni. Warung yang saya singgahi ini milik orang Probolinggo yang biasanya berbahasa Madura, namun bisa juga bahasa Jawa.

Asyiknya Naik Ketinting ke Sekolah


1397542958667612301
keceriaan dalam ketinting sekolah

Tampak raut kekecewaan di wajah anak-anak berseragam merah putih itu. Mereka kecewa lantaran ketinting yang biasa mengantar mereka ke sekolah urung datang. Ketinting itu rupanya kandas karena kebetulan air terlalu surut. Jetty/dermaga kampung yang tadinya disesaki anak-anak sekolah perlahan mulai ditinggalkan. Mereka kembali pulang ke rumah masing-masing. Jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, sementara jetty sudah sepi. Dari kejauhan tampak seorang anak berseragam putih biru berlari tergesa ke arah jetty. Rupanya dia mengejar perahu yang dipakai temannya untuk menyeberang ke sekolah. Pagi itu, hanya tiga siswa yang berhasil berangkat ke sekolah.