Selasa, 02 Februari 2016

Liburan Kere Hore di Raja Ampat (1), Santai di Pantai

jetty Waiwo Resort 
Mobil terparkir di tepi jalan pinggir hutan. Jalan setapak nampak mengarah ke hutan. Tak jauh dari jalan terdapat sebuah pondokan sedehana. Setelah melewati pondokan, terlihatlah pantai kecil. Pantai kecil berpasir putih yang dibatasi hutan. Di beberapa titik terdapat pondokan kecil, yang di salah satunya terdapat baliho bertuliskan Waiwo Dive Resort. Jetty atau dermaga kayu membujur ke arah laut. Jetty tampak bagus dan terawat, sepertinya masih baru. Di tengah ada semacam pondok kayu kecil beratap alang. Di tengah jetty dibuat semacam tempat istirahat dengan beberapa tempat duduk dengan atap yang juga terbuat dari alang. Dari situ ada tangga kayu yang mengarah ke ujung jetty.

Wayag tak sampai, Waisai pun Jadi

"Raja Ampat, Kabupaten Bahari"

Ketika orang pertama dengar Raja Ampat, pasti yang terpikir adalah gugusan kepulauan karang yang tersusun epik di tengah laut tenang nan jernih. Itulah Wayag, pulau karang yang letaknya di sebelah barat pulau Waigeo. Dibutuhkan waktu tiga hingga empat jam perjalanan dari Waisai ke Wayag menggunakan speed boat. Kabarnya untuk sewa speed boat kecil saja butuh biaya belasan juta. Perkiraannya seorang harus bayar sedikitnya 2 juta untuk sewa kapal saja, belum untuk penginapan, retribusi, dll. Ada harga ada rupa.

Bersantai Menikmati Senja di Pantai WTC


tengara pantai WTC

Selepas berfoto dan berselfie ria di pelabuhan Waisai, salah seorang kawan mengontak nomor yang didapat dari penumpang yang ditemui tadi. Kebetulan pas di kapal tadi kami ketemu dengan ibu-ibu yang juga berasal dari Jawa. Seperti biasa, ketemu orang Jawa di perantauan sangat menyenangkan. Seperti saudara sendiri saja, mereka dengan senang hati menawarkan bantuan jika dibutuhkan. Si Ibu memberikan nomor kontak kenalannya di Waisai yang bisa menyediakan kebutuhan transportasi kami selama di sana. Beberapa saat kemudian muncullah, mobil pick up yang sedianya akan mengantar kami ke penginapan.

Merapat ke Raja Ampat


selamat datang di Waisai

Port of Waisai, tulisan yang tampak di daratan seberang setelah sekitar dua jam perjalanan menyeberangi selat Dampir. Perlahan kapal mendekat dan merapatkan badannya ke dermaga. Dibanding pelabuhan di Sorong, pelabuhan di Waisai ini terbilang kecil. Hanya kapal sedang seukuran feri penyeberangan saja yang tampak di pelabuhan ini. Beberapa porter memasuki kapal, memburu penumpang yang terlihat kepayahan dengan barang bawaannya. Para penumpang satu per satu mulai keluar dari kapal cepat ini, termasuk kami. Melalui papan kayu sebagai jembatan kecil kulangkahkan kaki keluar dari kapal, dan sampailah di Waisai. Kini resmi sudah aku menginjakkan kaki di Raja Ampat, 25 Desember 2013.

Senin, 11 Januari 2016

Celoteh Kala Hujan Tentang Jogja, Kota Kita


Dengan senyum ceria kau tunjukkan padaku endog abang yang barusan kamu beli dari mbah-mbah sebelah. Dulu, telur rebus yang kulitnya dicat merah kemudian ditusuk sehelai ruas bambu dengan hiasan kertas warna-warni itu biasa dibelikan orangtuaku saat kami jalan-jalan di pasar malam sekaten. Ada makna mendalam dari telur unyu yang jadi ciri khas Sekaten itu. Telur melambangkan kelahiran, merah berarti kesejahteraan, dan helai ruas bambu menggambarkan hubungan vertikal dengan Tuhan. Jadi endog abang menyimbolkan kelahiran kembali untuk masa depan yang sejahtera, berpedoman pada garis ketentuan Tuhan. Dulu, rasanya belum ke sekaten kalo ga beli endog abang. Itu dulu, kalau sekarang ya gitu deh..

Catatan Papua Barat

Teluk Bintuni dan Fakfak 2013

Akhirnya Sampai Juga di Papua

Jalan-Jalan di Babo

Menikmati Papua Rasa Jawa (Nyaris) Dapat Bonus "Susu Gantung"

Kisah Sunyi dari Kampung Wimro yang Sepi

Menembus Ganasnya Gelombang Teluk Bintuni

Bermalam di Muara Otoweri

Tomage, Kampung yang Tersembunyi di Belantara Papua

Nikmatnya Manisan Pala Buatan Ibu Guru

Di Sini Harga Kangkung Sepuluh Ribu Seikat

Kembali ke Otoweri, Surganya Udang dan Buaya

Di Bawah Naungan Pelangi Teluk Bintuni

Jangan Bikin Onar di Kampung Onar

Sampai di Tofoi, Kembali ke "Peradaban"

Kulit "Hancur" Karena Agas

Kulit “Hancur” Karena Agas

jetty tempat nongkrongnya para agas nan ganas

“aduh.. mas kasian ee, kulit ancur kena agas” seloroh seorang mama ketika melihat tanganku yang penuh koreng. Akupun hanya bisa cengar-cengir sementara si mama malah ketawa. Haduh.. ternyata bekas gigitan agas ini makin tampak jelas. Baru kuingat, ternyata kemarin aku barusan main ke jetty milik sebuah perusahaan gas di tengah hutan bakau. Di sana ada banyak sekali agas dan nyamuk-nyamuk ganas. Hanya sebentar saja di sana tapi hasilnya ya seperti ini, kulit jadi ancur.