Senin, 21 April 2014

Tingginya Gunung Tidak Hanya Sekedar 5 cm

Menuju puncak Merapi

Akhir-akhir ini, banyak tersiar berita tentang kecelakaan yang dialami pendaki gunung. Mulai dari yang tersesat dengan perbekalan yang minim, sampai ada yang meninggal karena menghirup gas beracun. Kecelakaan dalam pendakian biasanya disebabkan oleh faktor alam dan kesalahan pendaki sendiri. Untuk kasus di Indonesia, faktor kesalahan manusia lah penyebab utama terjadinya kecelakaan itu. Kurangnya persiapan seperti persiapan fisik, peralatan dan perbekalan yang memadai, serta kurangnya pemahaman medan adalah kesalahan yang fatal bagi pendaki.
Pendakian gunung di Indonesia saat ini sepertinya sedang diminati. Fenomena ini tak bisa dilepaskan dari film 5 cm yang mulai tayang Desember lalu. Film yang menceritakan tentang sekelompok sahabat yang ingin reunian di gunung Semeru setelah lama tidak bertemu. Film ini, banyak mengekspos keindahan gunung Semeru. Hal ini tentunya menyadarkan kita tentang keindahan alam negeri ini yang luar biasa. Bisa jadi, inilah yang menyebabkan kian maraknya pendakian gunung.

Film 5 cm memang sangat menarik untuk ditonton, terutama bagi yang belum pernah naik gunung. Namun, ada beberapa kejanggalan dalam cerita 5 cm ini. Karena belum nonton filmnya, saya hanya membahas cerita yang ada di novelnya saja. Adalah suatu kecerobohan mengajak mendaki orang yang belum pernah naik gunung tanpa persiapan memadai. Dia hanya dengan meng-sms kawan-kawannya yang isinya nyuruh kumpul di stasiun Senen dengan membawa carrier, baju anget, makanan dan snack untuk 4 hari, kacamata item, senter dan batere, betadine, obat, sendal sepatu dan kalau bisa olahraga kecil-kecilan tanpa memberi tahu tujuannya. Mana sleepingbag dan matrasnya? Olahraga kecil-kecilan, kalau bisa? Ini Mahameru Bung!

Mendaki gunung tanpa persiapan memadai adalah misi bunuh diri. Pendaki gunung yang sudah berpengalaman pun perlu persiapan apalagi bagi pendaki pemula. Sebagai kasus adalah meninggalnya dua pendaki di Sindoro akibat keracunan gas sulfur. Menurut salah seorang petugas medis, gas yang terhirup ini meracuni darah dan karena daya tahan tubuh tidak kuat kondisi melemah sehingga menyebabkan meninggal (Suara Merdeka). Faktor yang memperbesar risiko kematian akibat menghirup gas sulfur dalam kasus ini adalah daya tahan tubuh yang lemah. Jadi persiapan fisik dan mental sebelum pendakian perlu dilakukan secara sungguh-sungguh. Olahraga seperti lari dan naik turun anak tangga secara rutin adalah salah satu latihan sederhana yang dapat dilakukan sebelum mendaki.

Masih dari kasus tersebut, pengenalan medan/gunung yang akan didaki juga sangat penting. Gunung Sindoro merupakan gunung yang masih aktif sehingga perlu kewaspadaan saat mendakinya. Menurut mbah Rono, gas-gas berbahaya terus dirilis perut gunung melalui kawah. Kondisi mendung atau hujan bisa menjadikan gas seperti mengendap. Air hujan akan mengubahnya menjadi uap atau gas bertekanan tinggi (Suara Merdeka). Jadi sebenarnya saat musim hujan, kawah gunung api aktif berbahaya untuk didekati. Info semacam ini sebaiknya harus diketahui oleh para pendaki, di samping info lain seperti karakteristik gunung yang akan didaki.

Selain persiapan fisik dan mental, pendaki harus mempersiapkan perlengkapan pribadi yang mendasar seperti logistik yang cukup, baju ganti, jaket, sleepingbag, matras, jas hujan, dan obat-obatan seperlunya. Untuk pendaki pemula, sebaiknya memakai sepatu yang tidak mudah slip demi kenyamanan dan keamanan. Teknik survival dasar juga sebaiknya dipelajari untuk berjaga-jaga dari kejadian yang tidak diinginkan. Dan yang terpenting, kerjasama tim yang baik dalam pendakian. Mulai dari pembagian beban logistik tim sampai pembagian tugas selama pendakian.

Kembali ke cerita 5 cm, meskipun mendapat kritikan karena tidak menampilkan pendakian gunung yang realistis tapi tetap ada pelajaran penting yang bisa diambil bagi pendaki. Saat akan meninggalkan Ranu Kumbolo menuju Arcopodo, Genta berujar ke kawan-kawannya, “Sampah kita mana? Masukin di plastik, jangan dibuang di sini, kita bawa aja, gantung di carrier. Jangan pernah ninggalin sampah di gunung!” Di bagian lain diceritakan saat mereka menjumpai bunga Edelweis, Arial mengingatkan kawan-kawannya agar tidak memetik bunga Edelweis.

Mengutip pernyataan petugas pos pengamatan Sindoro dalam Suara Merdeka, “Please, naik gunung api aktif itu bukan seperti jalan-jalan di mall, harus paham juga sikon di puncak, kebugaran fisik. Lebih penting lagi, mendakilah dengan rasionalitas yang terkontrol dan hati tulus, kalau tidak hanya akan membawa bahaya.” Ikutilah peraturan sederhana dalam pendakian: Jangan mengambil apapun kecuali foto, Jangan membunuh apapun kecuali waktu, dan Jangan meninggalkan apapun kecuali jejak. Selanjutnya, yang diperlukan “cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa (5 cm).”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar