Rabu, 22 Februari 2017

Bermain Mobil, Mengisi Sore Ceria di Kampung Heret


anak-anak Heret dan mobilnya

Mobil, begitu seorang bocah menyebut benda yang sedang didorongnya itu. Dengan malu-malu dia menjawab pertanyaanku tentang nama mainan yang terbuat dari bambu panjang, diujungnya terdapat semacam roda dari kayu. Benda itu dimainkan dengan cara didorong menggunakan semacam setang dari kayu yang ditusukkan di badan bambu. Entah kenapa mainan itu dinamakan mobil. Si bocah pun hanya bengong, tak bisa menjawab kekepoanku itu. Mungkin karena malu, takut, atau bingung mau jawab apa. Yang pasti mainan itu jadi kegemaran anak-anak di kampung Heret, kampung kecil di pegunungan pulau Flores, NTT.

Jumat, 30 Desember 2016

Singgah di Ngabang, Menapak Jejak Sejarah Kerajaan Tertua Kalimantan Barat


komplek Keraton Ismahayana 
Seorang lelaki paruh baya menghampiri kami yang sedang bersantai di beranda. Hanya tersenyum, lalu dia membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk. Sebuah rumah panggung kecil dengan warna kuning yang dominan dipermanis dengan warna hijau di bagian pintu, jendela, dan tiang. Bagian beranda dibatasi pagar kayu bermotif unik dibalut dengan warna kuning cerah. Enam pilar kayu berwarna hijau menjadi bagian dari pagar beranda sekaligus menjadi selingan dari warna kuning yang mendominasi. Di bagian tengah beranda terdapat lampu gantung klasik. Di samping beranda, terdapat selasar kecil yang masih terhubung dengan beranda namun tidak beratap. Bangunan beraksitektur khas Melayu itu cukup kecil, sama seperti beberapa rumah di sekitarnya.

Jumat, 11 Maret 2016

Mudik Ke Uncak Kapuas (1), Mulai Dari Pontianak Hingga Sekadau

jembatan Kapuas kota Pontianak
Membentang dari pegunungan Muller hingga selat Karimata, menjadikan Kapuas sebagai sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat. Setidaknya untuk keperluan MCK, air sungai ini menjadi pilihan utama warga sekitar. Meskipun sudah ada jalan raya, sungai ini masih dijadikan sebagai jalur transportasi alternatif. Sungai sepanjang 1.143 km ini membelah Kalimantan Barat mulai dari selat Karimata hingga wilayah Kapuas Hulu.

Mudik ke Uncak Kapuas (3), Menggapai Bumi Uncak Kapuas


hutan di desa Apan, Embaloh Hulu
Beranjak dari Sintang, kembali perjalanan mudik dilanjutkan melalui sungai Kapuas. Setelah perjalanan panjang melewati banyak kelokan sungai, sampailah kita di Uncak Kapuas. Dalam bahasa setempat, “uncak” berarti ujung atau bisa juga berarti hulu. Bumi Uncak Kapuas adalah julukan dari Kapuas Hulu yang merupakan kabupaten paling timur di Kalimantan Barat. Kabupaten ini beribukotakan di Putussibau, sebuah kota yang berjarak 814 km jalan darat/846 km via sungai Kapuas dari Pontianak. Ada banyak versi terkait asal mula penamaan Putussibau. Secara umum, nama “Putussibau” berasal dari putusnya aliran sungai Sibau oleh sungai Kapuas. Kedua sungai ini membelah kota Putussibau dan berarti penting bagi warganya. Kota Putussibau didirikan pada 1 Juni 1895 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Namun jauh sebelum itu kota ini sudah didiami oleh orang-orang dari suku Dayak Taman dan Dayak Kantu’.

Mudik ke Uncak Kapuas (2), Menengok Sekilas Anak-Anak Sungai Kapuas

tepi sungai Melawi
Kembali ke Kapuas, kemudian berlayar ke hulu sampai Bumi Senentang. Disebut Bumi Senentang karena di sanalah tempat sungai Kapuas dan Melawi bertemu/saling berhadapan (dalam bahasa setempat disebut “senentang”). Bumi Senentang adalah julukan kota Sintang yang kini jadi kota terbesar di daerah hulu sungai Kapuas. Sejak masa kolonial Belanda, Sintang sudah dijadikan kota penting di daerah hulu dengan dibukanya jalan darat dari Pontianak. Jalur sungainya pun tak kalah penting karena menjadi penghubung antara wilayah Melawi dengan Kapuas. Jalur sungai Melawi – Kapuas juga dijadikan sebagai jalur angkut hasil logging. Dulu kayu-kayu tersebut berasal dari daerah Melawi, tetapi karena hutan di sana sudah hampir habis diambillah kayu dari Kalimantan Tengah yang persediaan kayunya masih ada. Dari Kalteng, kayu-kayu tersebut diangkut melalui jalur darat yang telah dibuat perusahaan menuju suatu tempat di kecamatan Ella Hilir. Setelah jumlahnya mencukupi, kayu-kayu itu diangkut menggunakan tongkang melalui sungai Melawi.

Bertandang ke Kampung Dayak Iban Sungai Utik



Gaga Temuai Datai di Sungai Utik
Kota Putussibau berselimut kabut pagi itu. Sinar matahari belum sepenuhnya terpancar, sementara kabut masih enggan beranjak dari Bumi Uncak Kapuas. Kota tampak suram, terkesan mistis, namun terasa begitu romantis dan eksotis. Udara segar dari hutan hujan tropis sekitar membawa suasana sejuk dan damai. Jalanan kota sangat lengang, pagi yang begitu tenang.