Jumat, 11 Maret 2016

Naik Klotok, Menyusur Sungai Kapuas Menuju Pontianak

Klotok siap berangkat
Jam 5 sore, kami sudah berada di kapal klotok. Sebelumnya kami sempatkan untuk beli nasi bungkus dan snack di warung dekat pelabuhan. Katanya perjalanan dari Teluk Batang ke Pontianak biasanya butuh waktu sekitar 14 jam. Para penumpang mulai berdatangan masuk ke dalam kapal dengan berbagai barang bawaannya. Biasanya barang bawaan mereka taruh di bagian tengah ruang penumpang berupa lantai papan yang cukup luas. Di dinding ruang penumpang diberi papan memanjang yang berfungsi sebagai tempat duduk.

Karimata, Mutiara yang Terlupakan

pulau Karimata dan gunung Cabang di kejauhan
Karimata dikenal sebagai nama selat yang memisahkan antara pulau Sumatera dan Kalimantan. Pertemuan arus Laut Cina Selatan dan Laut Jawa menjadikan wilayah ini memiliki gelombang laut yang ganas. Gelombang laut yang seringkali memangsa kapal-kapal yang kurang beruntung. Benar saja, gelombang setinggi hampir 2 meter selalu setia mengombang-ambingkan speedboat kecil yang kami tumpangi. Berlayar di perairan terbuka selat Karimata memang menawarkan sensasi unik yang memacu adrenalin. Beruntung, kami akhirnya bisa sampai di dermaga Betok, Pulau Karimata dengan selamat.

Dusun Betok, Terkucil di Tengah Selat Karimata

dermaga dusun Betok
Dusun Betok, secara administratif masuk dalam wilayah desa Betok Jaya, kecamatan Karimata, Kabupaten Kayong Utara (KKU), Kalimantan Barat. Terpisah sekitar 100 km dari pulau Kalimantan membuat dusun kecil yang ada di pulau Karimata ini seolah terkucilkan. Akses menuju ke sana tergolong sulit, mahal, dan berisiko tinggi. Hanya ada tiga pilihan untuk menuju ke Karimata. Pertama adalah menumpang perahu nelayan yang biasanya singgah di Ketapang atau Sukadana. Dari sisi biaya, pilihan ini adalah yang paling ekonomis karena hanya numpang. Tapi sebanding dengan risikonya yang besar, berlayar belasan jam dengan perahu bermesin kecil. Belasan jam pula terombang ambing gelombang selat Karimata yang dikenal ganas, tentu bukanlah hal aneh jika pas lagi apes perahu bisa terbalik.

Bertandang ke Kampung Nelayan di Selat Karimata

warga setempat sedang membuat Bubu (alat tangkap ikan tradisional)
Sekitar seabad silam, perairan Karimata khususnya sekitar dusun Betok sudah sering didatangi nelayan dari Belitung. Melimpahnya ikan di Karimata menjadi daya tarik bagi para nelayan dari berbagai daerah. Mulai dari beberapa gubuk sebagai tempat singgah, lalu berkembang menjadi pemukiman kecil. Dulu, letak pemukiman nelayan berada di muara sungai Betok. Betok adalah nama ikan yang dijadikan nama sebuah sungai. Karena kesulitan air, pada tahun 20-an para nelayan memindahkan lokasi singgahnya tempat baru yang lebih dekat dengan sumber air tawar. Tempat baru itu kemudian berkembang menjadi perkampungan yang kini dihuni 248 KK atau sekitar 900-an jiwa. Tidak hanya dihuni orang Belitung saja, orang Bugis dan Buton pun juga banyak yang bermukim di sana.

Berlayar ke Pulau Karimata, Merasakan Ayunan Gelombang Selat Karimata


pulau Kepayang, salah satu pulau kecil di kepualauan Karimata
Kapal masih tertambat di sebuah warung dekat dermaga ketika kami datang. Bang Sema dan seorang kawannya terlihat sedang duduk santai di warung. Setelah ngobrol sebentar tentang teknis keberangkatan nanti, segera mereka menyiapkan kapal. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 10 menit mesin kapal sudah dinyalakan dan siap untuk berangkat. Bang Sema selaku nakhoda sudah bersiap di belakang kemudi ditemani Bang Yos. Tepat jam 6.45 speedboat kecil dengan 8 kursi penumpang mulai bergerak menuju muara. Kanal yang sempit dengan beberapa perahu tertambat di pinggirnya membuat nakhoda harus ekstra hati-hati mengemudikan kapalnya. Tak jauh memang, setelah melalui dua kelokan sampailah kami di muara.

Menyeberang ke Pulau “Malaria”, Pulau Maya

dermaga dusun Pancur
Pulau Maya dan malaria, menjadi dua hal yang tak terpisahkan bagi warga Kalimantan Barat. Beberapa orang yang mengetahui rencana kami untuk pergi ke pulau Maya pun mengingatkan untuk berhati-hati selama di sana. Sudah sejak lama pulau Maya dikenal menjadi daerah endemi malaria di Kalimantan Barat. Beberapa orang bahkan mengaku pikir-pikir dulu jika diharuskan ke pulau Maya. Seakan pulau ini digambarkan sebagai pulau menyeramkan yang sangat dihindari.

Mereguk Manisnya Sawit di Manismata

simpang sawit, dekat perbatasan Kalimantan Tengah
Sejarah perkebunan sawit di Manismata sudah berlangsung sejak awal masa penempatan transmigran di sini, pada tahun 1980-an. Manismata masuk wilayah administratif kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang saat ini bisa ditempuh dalam waktu 4 – 6 perjalanan darat. Tapi kota terdekat dari sini adalah Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah yang bisa ditempuh sekitar sejam lewat jalan darat. “Dulu sekitar sekolah ini masih hutan lebat, hanya ada beberapa rumah saja di sekitarnya.”, kisah Pak Saka. Beliau adalah salah satu guru pertama yang ditempatkan di sekolah yang kini menjadi lokasi SMPN 1 Manismata. Bersama dua orang guru lainnya, beliau ditugaskan untuk mengajar anak-anak warga lokal dan transmigran pertama.