Senin, 20 September 2021

Semalam di Lembah Oya, Menikmati Senja dan Pagi di Pinggir Kali

Lembah Kali Oya

Batu, kayu, ranting, bambu, dan dedaunan kering tersusun sedemikian rupa membentuk kerangka api unggun. Setelah beberapa kali gagal memantik, akhirnya api menyala juga. Nesting berisi air dan beras kami gantung di atas api. Rencananya, menu makan malam kami adalah nasi dengan lauk pakis dan daun ubi yang kami dapatkan tadi sore di hutan. Nasi sudah matang, giliran dedaunan direbus di atas api. Awalnya kami berniat memasukkan ikan sungai sebagai menu makan malam. Namun itu urung terwujud karena sore tadi tidak sempat mancing, lebih tepatnya malas. Saat api mengecil, singkong yang tadi didapat dari warga dimasukkan ke dalam bara.

Pakis dan daun ubi hasil berburu

Suara jangkrik dan gemericik aliran air sungai menjadi musik latar malam hari. Kebetulan tempat kami camping berada agak jauh dari tenda pengunjung lain. Dalam kehangatan api unggun kami menikmati suasana sekitar kemah sambil ngemil singkong bakar. Entah kenapa singkong bakar yang dinikmati di alam bebas jauh lebih nikmat daripada singkong keju di kota. Langit malam itu begitu cerah, bulan sabit terpantul samar di permukaan sungai. Bergeser beberapa ratus meter ke arah utara kemah, tampak titik-titik lampu menghiasi lereng pegunungan.

Lokasi tempat kemah kami berada di antara sungai dan hutan, cukup jauh juga dari pemukiman dan keramaian pengunjung lain. Sangat cocok untuk merasakan sensasi kemah di alam bebas atau dikenal juga sebagai bushcraft. Kemah ala bushcraft adalah kemah di alam bebas dengan memanfaatkan segala sesuatu di alam untuk bertahan hidup. Idealnya, bushcraft dilakukan di tengah hutan belantara. Namun karena kami hanyalah petualang abal-abal, jadi masih milih berkemah manja dekat dengan peradaban dan warung.

Berbekal tutorial di Youtube, kami sempat membuat alat penyaring air sederhana menggunakan arang, kerikil, dan pasir. Setelah beberapa kali percobaan, botol air mineral bekas itu berubah menjadi filter air yang siap digunakan untuk menyaring air sungai. Namun pada akhirnya alat itu tidak kami gunakan karena ternyata di dekat situ ada selang yang mengalirkan air dari sumbernya di atas gunung. Kebetulan sore harinya, kami bertemu salah seorang warga dan dia menawarkan untuk menggunakan selang air yang digunakan untuk mengairi kebunnya. Rupanya kami memang tidak dapat melakukan bushcraft secara kaffah. Sangat sulit dan ribet ternyata bergaya seperti petualang dengan mode survival nya.

ngopi di pinggir kali

Pergantian hari yakni saat senja dan fajar adalah momen terbaik untuk dinikmati di alam bebas. Dari terang menuju remang, begitu pun sebaliknya terasa begitu syahdu. Cuaca cerah disertai suara latar aliran sungai dan hewan-hewan penghuni hutan menambah sempurna suasana. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar