Rabu, 05 Januari 2022

Menepi Sejenak di Hutan Watu Gembel yang Sepi

aliran sungai yang berundak

Jalan tanah yang kami lewati berujung di sebuah rumah, dengan kandang sapi beserta dua penghuninya. Rumah sederhana khas pedesaan itu tertutup rapat, hanya sepasang sandal di depan pintu. Tak ada seorang pun yang menyahut ketika kami beberapa kali coba “kulonuwun” sampai ke belakang rumah. Setelah menunggu agak lama tak menjumpai seorang pun, kami lantas melanjutkan perjalanan ke arah hutan melalui jalan setapak meninggalkan motor di depan rumah itu. Tidak ada papan petunjuk arah Watu Gembel, kami hanya berjalan mengikuti jalan setapak di samping rumah. Tujuan kami memang hanya untuk jalan-jalan saja menjauhi keramaian.

Jalan setapak bersih dan relatif lebar, pertanda sering dilewati orang. Setelah berjalan beberapa ratus meter, tampak jembatan kayu yang cukup rapi. Sepertinya ini memang jalur trekking wisata karena jika ini hanya jalur warga, jembatan biasanya hanya dibangun seadanya. Dan memang benar ini adalah jalan menuju Watu Gembel, begitu menurut salah seorang warga yang berpapasan dengan kami.

Kayu lantai jembatan sebagian tampak rapuh sehingga kami harus berjalan di atas tulang lantai yang sepertinya lebih kokoh karena terbuat dari kayu agak besar. Setelah itu, kembali kami mengikuti jalan setapak menurun ke arah sungai. Di sini juga ada jembatan, tapi yang ini tampak lebih kokoh. Di seberang, tampak semacam pondok tempat istirahat dengan dua set tempat sampah yang tersandar. Bangunan itu sangat kotor, sepertinya sudah cukup lama tidak digunakan. Di salah satu sudutnya terdapat kotak berisi sejumlah uang. Mungkin uang tersebut berasal dari para pengunjung, namun belum juga diambil oleh pengelola (kalau ada). Di bagian belakang pondok terdapat toilet yang juga sudah lama tidak terpakai.

Gemuruh suara aliran air menjadi suara latar utama yang mengalun sepanjang hari diselingi kicauan burung. Aliran sungai tersusun bertingkat membentuk seperti tangga dengan beberapa air terjun kecil. Saat itu arus cukup deras dengan air berwarna kecoklatan. Jika musim kemarau mungkin air sungai lebih jernih. Pepohonan sekitar sungai cukup rimbun, jadi meski siang hari terasa lumayan sejuk.

Saat menyusuri jalan setapak kami berpapasan dengan beberapa warga yang memikul rumput kolonjono untuk pakan ternak. Sebenarnya saya ingin sedikit mengajak ngobrol mereka, sekadar menanyakan tentang tempat wisata ini. Namun tak enak rasanya menahan mereka untuk mengobrol sebentar dengan beban berat di punggungnya. Alhasil saya pun hanya bertegur sapa seperlunya. Lalu sebagaimana orang desa pada umumnya mereka menanyakan asal dan tujuan kami ke sini, sekadar untuk basa-basi dan tanda peduli.

Jalan setapak menuntun kami ke jembatan berikutnya, menyeberang kembali ke sisi lain sungai. Terdapat kolam renang kecil, kering, hanya ada dedaunan berserakan. Tak jauh dari kolam renang, terdapat gazebo yang posisinya menggantung di sisi tebing. Bagian depan menapak di tanah, mulai bagian tengah menggantung di atas jurang setinggi sekitar 10 meter. Gazebo tersebut terbuat dari kayu yang sepertinya cukup kokoh meski posisinya menggantung. Daun dan buah pinus kering berserakan di lantai. Ada dua pohon besar di ujung gazebo yang dibuat “menembus” lantai kayunya. Konsep bangunan ini sebenarnya bagus dan tampak estetik. Namun sayangnya jarang dikunjungi dan terkesan kurang terawat.

gazebo

Jalan setapak masih berlanjut menuju ke arah hutan, namun sudah tertutup semak. Di ujung jalan setapak terdapat semacam menara pantau dengan tangga kayu seadanya. Tampaknya cukup kokoh, namun sepertinya kurang menarik karena jarang dikunjungi. Hal itu terlihat dari semak-semak yang menutup jalan setapak. Para pengunjung mungkin biasanya hanya sampai di gazebo gantung saja.

Menurut salah satu artikel, nama watu gembel berasal dari bebatuan di sini yang bentuknya mirip wedhus gembel. Karena itu, warga sepakat menamai daerah ini sebagai watu gembel. Wisata alam HKm (Hutan Kemasyarakatan) watu gembel ini merupakan kawasan hutan lindung dan dikelola oleh sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Tani. Namun sayangnya saat kami ke sana tidak kami jumpai pengelolanya. Bahkan hingga kami kembali ke tempat parkir motor pun tidak tampak ada orang di rumah itu.

Wisata alam watu gembel ini sebenarnya sangat potensial menjadi destinasi alternatif. Lokasinya yang berada di jalur menuju tempat wisata populer Kalibiru menjadi peluang karena sering dilewati wisatawan. Kondisi alam yang masih asri, ditambah lagi tersedianya fasilitas penunjang seperti: jembatan, gazebo, toilet, dan jalur trekking menjadi nilai plus yang dapat menarik pengunjung.

jalan setapak

Wisata antimainstream alias ora umum, layak disematkan untuk watu gembel. Meskipun lokasinya cukup terjangkau dan sering dilalui wisatawan yang akan berkunjung ke Kalibiru, namun nampaknya masih belum banyak yang mengetahuinya. Destinasi wisata ini cocok buat pengunjung yang ingin menepi sejenak dari keramaian tanpa harus jauh-jauh masuk hutan. Lokasi ini sebenarnya cocok juga dijadikan sebagai tempat camping. Fasilitas dasar penunjang wisata sebenarnya sudah ada, hanya pengelolaannya saja yang belum optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar