![]() |
aliran sungai yang berundak |
Jalan tanah yang kami lewati berujung di sebuah rumah, dengan kandang sapi beserta dua penghuninya. Rumah sederhana khas pedesaan itu tertutup rapat, hanya sepasang sandal di depan pintu. Tak ada seorang pun yang menyahut ketika kami beberapa kali coba “kulonuwun” sampai ke belakang rumah. Setelah menunggu agak lama tak menjumpai seorang pun, kami lantas melanjutkan perjalanan ke arah hutan melalui jalan setapak meninggalkan motor di depan rumah itu. Tidak ada papan petunjuk arah Watu Gembel, kami hanya berjalan mengikuti jalan setapak di samping rumah. Tujuan kami memang hanya untuk jalan-jalan saja menjauhi keramaian.
Jalan setapak bersih dan relatif lebar, pertanda sering dilewati orang. Setelah
berjalan beberapa ratus meter, tampak jembatan kayu yang cukup rapi. Sepertinya
ini memang jalur trekking wisata karena jika ini hanya jalur warga, jembatan
biasanya hanya dibangun seadanya. Dan memang benar ini adalah jalan menuju Watu
Gembel, begitu menurut salah seorang warga yang berpapasan dengan kami.
Kayu lantai jembatan sebagian tampak rapuh sehingga kami harus berjalan
di atas tulang lantai yang sepertinya lebih kokoh karena terbuat dari kayu agak
besar. Setelah itu, kembali kami mengikuti jalan setapak menurun ke arah
sungai. Di sini juga ada jembatan, tapi yang ini tampak lebih kokoh. Di seberang,
tampak semacam pondok tempat istirahat dengan dua set tempat sampah yang
tersandar. Bangunan itu sangat kotor, sepertinya sudah cukup lama tidak
digunakan. Di salah satu sudutnya terdapat kotak berisi sejumlah uang. Mungkin
uang tersebut berasal dari para pengunjung, namun belum juga diambil oleh
pengelola (kalau ada). Di bagian belakang pondok terdapat toilet yang juga
sudah lama tidak terpakai.
Gemuruh suara aliran air menjadi suara latar utama yang mengalun
sepanjang hari diselingi kicauan burung. Aliran sungai tersusun bertingkat
membentuk seperti tangga dengan beberapa air terjun kecil. Saat itu arus cukup
deras dengan air berwarna kecoklatan. Jika musim kemarau mungkin air sungai
lebih jernih. Pepohonan sekitar sungai cukup rimbun, jadi meski siang hari
terasa lumayan sejuk.
Saat menyusuri jalan setapak kami berpapasan dengan beberapa warga yang
memikul rumput kolonjono untuk pakan ternak. Sebenarnya saya ingin sedikit
mengajak ngobrol mereka, sekadar menanyakan tentang tempat wisata ini. Namun tak
enak rasanya menahan mereka untuk mengobrol sebentar dengan beban berat di
punggungnya. Alhasil saya pun hanya bertegur sapa seperlunya. Lalu sebagaimana
orang desa pada umumnya mereka menanyakan asal dan tujuan kami ke sini, sekadar
untuk basa-basi dan tanda peduli.
Jalan setapak menuntun kami ke jembatan berikutnya, menyeberang kembali
ke sisi lain sungai. Terdapat kolam renang kecil, kering, hanya ada dedaunan
berserakan. Tak jauh dari kolam renang, terdapat gazebo yang posisinya
menggantung di sisi tebing. Bagian depan menapak di tanah, mulai bagian tengah
menggantung di atas jurang setinggi sekitar 10 meter. Gazebo tersebut terbuat
dari kayu yang sepertinya cukup kokoh meski posisinya menggantung. Daun dan
buah pinus kering berserakan di lantai. Ada dua pohon besar di ujung gazebo
yang dibuat “menembus” lantai kayunya. Konsep bangunan ini sebenarnya bagus dan
tampak estetik. Namun sayangnya jarang dikunjungi dan terkesan kurang terawat.
![]() |
gazebo |
Jalan setapak masih berlanjut menuju ke arah hutan, namun sudah tertutup
semak. Di ujung jalan setapak terdapat semacam menara pantau dengan tangga kayu
seadanya. Tampaknya cukup kokoh, namun sepertinya kurang menarik karena jarang
dikunjungi. Hal itu terlihat dari semak-semak yang menutup jalan setapak. Para pengunjung
mungkin biasanya hanya sampai di gazebo gantung saja.
Menurut salah satu artikel, nama watu gembel berasal dari bebatuan di
sini yang bentuknya mirip wedhus gembel. Karena itu, warga sepakat menamai
daerah ini sebagai watu gembel. Wisata alam HKm (Hutan Kemasyarakatan) watu
gembel ini merupakan kawasan hutan lindung dan dikelola oleh sejumlah warga
yang tergabung dalam Kelompok Tani. Namun sayangnya saat kami ke sana tidak
kami jumpai pengelolanya. Bahkan hingga kami kembali ke tempat parkir motor pun
tidak tampak ada orang di rumah itu.
Wisata alam watu gembel ini sebenarnya sangat potensial menjadi
destinasi alternatif. Lokasinya yang berada di jalur menuju tempat wisata
populer Kalibiru menjadi peluang karena sering dilewati wisatawan. Kondisi alam
yang masih asri, ditambah lagi tersedianya fasilitas penunjang seperti:
jembatan, gazebo, toilet, dan jalur trekking menjadi nilai plus yang dapat
menarik pengunjung.
![]() |
jalan setapak |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar