masak dan makan bersama di rumah Pak Goris (dok. tim M_arapu) |
Jam sebelas malam, waktu yang
seharusnya digunakan untuk beristirahat melepas penat setelah seharian bekerja.
Sementara itu, kami justru sedang bingung karena mobil yang kami tumpangi gagal
naik ke desa tujuan. Jalanan begitu terjal dan penuh lumpur membuat mobil selip
sehingga si sopir menyerah untuk melanjutkan perjalanan malam itu juga.
Satu-satunya pilihan adalah kembali turun ke jalan aspal dan bermalam di salah
satu rumah penduduk. Terdesak keadaan membuat kami berani mengetuk pintu sebuah
rumah di pinggir jalan. Rumah sederhana itu begitu sepi, hanya remang lampu
terlihat menembus jendela menandakan si empunya rumah ada dan sedang
beristirahat
.
Dengan mata terlihat berat,
seorang pria paruh baya membuka pintu dan segera mempersilahkan kami masuk. Setelah
dijelaskan maksud dan tujuan kami dia dengan ramah menyuruh memasukkan semua
barang yang masih berada di luar. Tanpa disangka, dengan mudahnya dia
mempersilahkan orang asing yang baru dikenalnya untuk menginap di rumahnya.
Bahkan dia rela menyiapkan satu kamar untuk cewek dan memasakkan mi instan yang
kami bawa saat seharusnya mereka beristirahat. Pak Goris nama pria itu. Sama
seperti orang Manggarai lainnya, dia begitu ramah dan memperlakukan tamu dengan
istimewa.
Sudah adat orang Manggarai memang
untuk memuliakan tamu. Tak jarang saat memasuki suatu desa, kami disambut
dengan upacara adat kecil-kecilan. Setidaknya tuan rumah harus menyediakan ayam
putih, sopi/tuak, dan rokok sebagai syarat sah upacara penyambutan tamu. Tidak
hanya itu, segelas kopi menjadi “minuman selamat datang” di hampir setiap rumah
yang kami kunjungi. Tak jarang dalam sehari kami bisa menghabiskan sampai enam
gelas kopi. Jika kita datang bertepatan saat makan siang, tuan rumah akan
segera menghidangkan makanan istimewanya. Tak jarang, mereka memaksa untuk
makan meski tahu kalau kami sudah makan di rumah tetangga sebelah. Sederhana
namun istimewa, begitulah sambutan yang diberikan orang Manggarai, NTT terhadap
tamunya.
wellcome drink.. tak ada tuak bir pun jadi (dok. tim M_arapu) |
Rumah kayu sederhana di daerah
pegunungan yang terisolasi, jauh dari sumber air, lahan pertanian terbatas,
itulah potret masyarakat di pedalaman Manggarai pulau Flores. Namun kehidupan
yang begitu sederhana itu tak serta merta menyambut tamunya dengan ala
kadarnya. Sambutan istimewa diberikan kepada siapapun (bertujuan baik) yang datang
berkunjung ke rumah. Mereka tampak puas dan bahagia ketika tamunya merasa
senang atas sambutannya.
ramah tamah bersama tuan rumah (dok tim M_arapu) |
Di pedalaman Manggarai, kita tak akan terlantar karena
setiap pintu rumah selalu terbuka untuk dijadikan tempat berteduh. Kita tak akan
kehausan karena persediaan kopi cukup melimpah sehingga selalu bisa mengisi
gelas kosong untuk para tamu. Kita tak akan kelaparan karena selalu ada jatah
nasi untuk setiap tamu yang berkunjung. Kita tak akan merasa asing karena
senyuman ramah selalu menghiasi wajah orang Manggarai saat kita menyapanya.
Bahkan tanpa segan mereka menyapa kami ketika lewat di depan rumahnya. Mereka
dengan senang hati berbagi kepada orang lain, bahkan kepada orang yang belum
mereka kenal sebelumnya. Kebiasaan memuliakan tamu memang masih mengakar kuat di pedalaman Manggarai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar