Jumat, 15 Agustus 2014

Peran Penting Koperasi dalam Manajemen Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana seringkali lebih difokuskan pada penyelamatan jiwa. Menyelamatkan nyawa adalah prioritas utama dalam peristiwa bencana alam. Berbagai sarana dan prasarana disediakan untuk memfasilitasi dalam hal evakuasi warga ketika bencana terjadi. Kegiatan simulasi kebencanaan juga turut disertakan agar warga memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana. Jika semua persiapan ini berhasil, maka saat terjadi bencana akan banyak nyawa terselamatkan. Setelah itu, mereka akan ditampung dalam barak-barak pengungsian yang sudah disiapkan sambil menunggu bantuan dari para donatur. Meski bisa bertahan hidup, namun para korban sudah kehilangan harta benda bahkan pekerjaannya.

Dalam mengurangi risiko bencana sebaiknya dipersiapkan secara matang dan menyeluruh. Keselamatan jiwa memang penting, namun yang tidak kalah penting adalah menjaga keberlangsungan hidup ke depannya termasuk memastikan keberlanjutan pendapatan pasca bencana. Setelah terjadi bencana biasanya warga akan kehilangan pendapatan rutinnya sehingga mereka sangat tergantung terhadap bantuan selama beberapa waktu. Persiapan secara menyeluruh itu dikenal dengan istilah manajemen risiko bencana.

Risiko bencana muncul dari interaksi antara natural hazard atau bahaya alami (faktor risiko eksternal) dan vulnerability atau kerentanan (faktor risiko internal). Bahaya alami merupakan fenomena geologis (erupsi gunung berapi, gempa bumi) atau meteorologis (banjir, topan, kekeringan) yang mengakibatkan dampak merugikan bagi masyarakat di daerah fenomena itu terjadi. Kerentanan terdiri dari rantai risiko, termasuk risiko itu sendiri, pilihan untuk mengelola risiko dan hasilnya. Rantai risiko adalah beberapa kondisi atau kejadian yang saling mempengaruhi besarnya risiko yang dihadapi. Jadi besarnya risiko yang dihadapi, tergantung bagaimana cara mengelola risiko. Semakin baik pengelolaan risiko makin kecil pula risiko bencana yang dihadapi.

Dampak dari bencana dibagi menjadi dua yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung adalah kerusakan sebagian atau total suatu aset seseorang atau kelompok. Dampak tidak langsung muncul setelah bencana terjadi, salah satunya adalah mempengaruhi keadaan ekonomi korban seperti misalnya terganggunya akses jalan dan informasi yang menghambat kegiatan perekonomian.

Dari penelitian yang dilakukan penulis pada tahun 2011 di wilayah terdampak erupsi gunung Merapi menyimpulkan bahwa masyarakat memiliki kerentanan yang besar terhadap erupsi. Risiko terbesar dihadapi oleh masyarakat miskin karena mereka memiliki keterbatasan dalam mengelola risiko. Sebagai contoh adalah warga yang bermukim secara turun temurun di lereng Merapi. Pertanian dan peternakan menjadi pekerjaan utama bahkan satu-satunya pekerjaan yang dimiliki warga. Akibatnya setelah lahan pertanian rusak akibat erupsi, praktis mereka tidak punya pekerjaan lagi. Seperti yang dialami oleh para petani salak. Pada Oktober-November saat terjadi erupsi seharusnya itu adalah waktu panen. Namun panen tersebut gagal total karena tanaman salak rusak tertimbun abu vulkanik yang tebal. Diperlukan waktu hingga tiga tahun untuk pulih kembali bagi kebun salak yang rusak parah.

Pasca erupsi Merapi, pendapatan warga yang bekerja di sektor pertanian mengalami gangguan. Bahkan selama beberapa bulan pasca erupsi mereka tidak memiliki penghasilan sama sekali akibat gagal panen. Sama halnya dengan petani, para peternak di lereng Merapi juga mengalami kerugian besar akibat banyak ternaknya yang mati. Seperti yang dialami seorang peternak Sapi perah asal Cangkringan yang semua sapinya mati akibat terpanggang awan panas, kebunnya kopinya juga rusak. Akibatnya bagi sebagian warga, erupsi Merapi juga mengancam keberlanjutan usaha mereka yang secara tak langsung dapat menurunkan tingkat kesejahteraan.

Dibutuhkan suatu lembaga untuk membantu masyarakat dalam mengelola risiko bencana. Koperasi adalah salah satu lembaga yang dapat berpartisipasi bersama masyarakat dalam hal pengelolaan risiko bencana. Sebagai lembaga yang didirikan secara bersama-sama dan berasaskan kekeluargaan, koperasi diharapkan menjadi lembaga yang terdekat dengan warga sehingga bisa menghasilkan solusi terbaik untuk mengatasi masalah kebencanaan. Koperasi di sini diartikan sebagai sebuah bentuk usaha dengan jenis bermacam-macam seperti koperasi simpan pinjam, koperasi tani, dan koperasi konsumsi.

Koperasi dengan dukungan beberapa pihak terkait dapat meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakat untuk meminimalkan risiko ekonomi akibat bencana. Kesadaran akan bencana perlu ditanamkan dalam pola pikir masyarakat. Sebelum menerima berbagai pelatihan terkait kebencanaan, masyarakat perlu mengetahui lingkungan mereka yang rawan bencana dan pentingnya melakukan persiapan terkait hal itu. Seringkali masyarakat terkesan abai meski sudah tahu bahwa ada sumber bencana di dekat mereka. Seperti yang dialami warga lereng Merapi bagian selatan sebelum terjadi bencana 2010. Berdasarkan pengalaman menghadapi erupsi-erupsi sebelumnya, mereka tidak mengira kalau dampak erupsi 2010 begitu besar dan meluas. Akibatnya tidak ada persiapan khusus yang mereka lakukan sehingga dampak bencana yang diterima semakin besar.

Ketergantungan terhadap satu jenis mata pencaharian menjadi salah satu faktor yang memperbesar risiko bencana. Karena itu diperlukan keterampilan tambahan bagi masyarakat agar memiliki pilihan untuk melakukan pekerjaan alternatif. Pekerjaan alternatif ini sebaiknya merupakan pekerjaan yang memiliki risiko relatif kecil terhadap bencana sehingga diharapkan tetap akan memberikan penghasilan meski terjadi bencana. Selain itu, dengan cara seperti ini berarti juga melakukan diversifikasi penggunaan modal agar tidak terpusat pada penggunaan usaha yang berisiko. Pekerjaan alternatif ini sangat beragam sesuai dengan kondisi lingkungan serta jenis bencana yang kemungkinan terjadi. Koperasi sebagai salah satu sumber penyedia modal bagi masyarakat memiliki kepentingan dalam hal ini. Kemampuan anggotanya dalam mengelola risiko usaha akan mempengaruhi besar kecilnya risiko pembiayaan yang dihadapi koperasi tersebut.

Untuk menghadapi kemungkinan terburuk akibat bencana juga dibutuhkan dana cadangan. Masyarakat perlu mengalokasikan sebagian penghasilan mereka untuk kebutuhan darurat seperti saat terjadi bencana. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan tabungan. Di sini peran koperasi juga diperlukan untuk meningkatkan kesadaran menabung. Bagi masyarakat, tabungan dapat menjadi jaminan tersedianya kebutuhan darurat pasca bencana. Bagi koperasi, tabungan dapat menjadi salah satu sumber dana pembiayaan yang akan disalurkan ke masyarakat. Dalam hal penyaluran pembiayaan, hendaknya koperasi melakukan diversifikasi sehingga penyaluran pembiayaan tidak terfokus pada satu jenis usaha atau daerah saja. Sebagai contoh adalah dua BMT (Baitul Maal wat Tamwil) yang terdapat di salah satu kecamatan terdampak erupsi Merapi. Salah satu BMT menyalurkan dana pembiayaan terpusat ke satu wilayah dan pekerjaan yang rawan (di bidang pertanian). Akibatnya terjadi banyak pembiayaan bermasalah pasca erupsi, mulai dari penunggakan angsuran sampai gagal bayar. Sementara itu, BMT lain tidak terlalu mengalami dampak serius karena mereka telah melakukan diversifikasi pembiayaan.

Selanjutnya pengembangan dan penerapan teknologi juga perlu dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap bencana. Sebagai contoh adalah pemanfaatan struktur bangunan tahan gempa yang dapat meminimalkan jumlah korban dan memungkinkan infrastruktur vital tetap berfungsi secara normal pasca bencana. Contoh lain adalah memanfaatkan perkembangan teknologi pertanian untuk mengurangi dampak akibat berbagai bencana seperti kekeringan, perubahan iklim, dan erupsi gunung. Dalam pengelolaan usaha pertanian ini, peran koperasi tani sangatlah penting. Selain sebagai penyedia kebutuhan dan penyalur produksi pertanian, koperasi juga bisa menjalankan fungsi penelitian dan pengembangan pertanian. Hal ini sejalan dengan tujuan koperasi yang dimiliki bersama yaitu untuk mensejahterakan anggota (dalam berbagai aspek). Koperasi tani adalah salah satu contoh dari koperasi produksi yang semakin banyak didirikan sesuai jenis usahanya. Jadi dalam hal ini koperasi produksi dapat juga berperan untuk membangun ketahanan usaha terhadap bencana.    
Kebutuhan pokok adalah hal mendesak yang perlu segera dipenuhi pasca terjadi bencana, koperasi konsumsi berperan penting dalam hal ini. Fungsi utama koperasi konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat secara kolektif sehingga diharapkan dapat menawarkan harga yang relatif lebih murah. Peran ini sekilas memang sudah tergantikan oleh adanya berbagai minimarket yang menjamur, namun ada perbedaan yang mendasar yaitu dalam hal kepemilikan. Koperasi konsumsi dimiliki bersama (sesuai asas koperasi), sehingga diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan anggota secara menyeluruh (tidak sebatas pemenuhan kebutuhan pokok) termasuk dalam hal ini terkait dengan kebencanaan. Ada beragam cara yang dapat dilakukan koperasi untuk membantu masyarakat untuk mengurangi dampak bencana, salah satunya adalah dengan menyediakan stok cadangan untuk kebutuhan darurat. Karena masih dalam wilayah yang rentan bencana, sebaiknya stok disimpan di tempat yang aman. Stok cadangan ini dapat diambil dari sebagian SHU (Sisa Hasil Usaha) sesuai kesepakatan, sehingga nantinya dapat dibagikan secara gratis sambil menunggu datangnya bantuan dari pihak luar. Jadi dengan kata lain koperasi berfungsi sebagai penyedia kebutuhan darurat pasca bencana sehingga kebutuhan korban (masyarakat sekitar koperasi) dapat segera terpenuhi.   

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah kerjasama antar koperasi. Koperasi tidak dapat menjalankan usahanya secara maksimal tanpa dukungan dari pihak luar termasuk koperasi lain. Terkait dengan pengelolaan bencana, kerjasama antar koperasi dilakukan untuk membantu koperasi yang terdampak bencana. Secara umum, koperasi yang surplus bisa membantu koperasi yang defisit. Surplus di sini dapat diartikan banyak hal seperti modal maupun barang. Sebagai contoh, suatu koperasi simpan pinjam bisa menyalurkan surplus dananya kepada koperasi di daerah bencana yang sedang mengalami defisit pendanaan dengan perjanjian khusus. Modal di sini juga dapat berarti modal pengetahuan, yang memungkinkan terjadinya transfer ilmu antar koperasi sesuai pengalaman masing-masing dalam hal ini adalah terkait pengelolaan risiko bencana. Kerjasama antar koperasi memang sangat dibutuhkan dalam terwujudnya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat sehingga dapat bertahan dari segala bencana.

Koperasi hanyalah salah satu dari sekian banyak pihak yang berkepentingan terhadap penanganan kebencanaan. Jadi tanpa dukungan dari pihak-pihak lain seperti pemerintah dan lembaga donor peran koperasi tidak akan optimal. Pemerintah dengan kewenangannya membuat regulasi dan lembaga donor sebagai perantara donasi/sumbangan juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Karena itu, berbagai pihak yang terkait seharusnya saling bekerjasama sesuai wewenang dan keahlian masing-masing untuk mengelola risiko bencana.

Peran-peran koperasi seperti yang dijelaskan di atas baru sebatas wacana yang didasarkan pada beberapa fakta yang ditemukan penulis dan teori-teori tentang koperasi dan manajemen risiko bencana. Dibutuhkan berbagai kajian untuk menentukan rumusan terbaik dalam hal Manajemen Risiko Bencana (MRB). MRB yang dilakukan dengan efektif diharapkan dapat meminimalkan dampak bencana yang terjadi. Sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan dengan bencana.


Sumber:
Skripsi “Evaluasi Penerapan Manajemen Risiko Bencana Studi pada Koperasi Serba Usaha Baitul Maal wat Tamwil (KSU BMT) Sejahtera Turi” oleh: Arief Setyo Widodo, 2012.

Artikel “Microfinance and Disaster Risk Management Experiences and Lessons Learned” oleh: Enrique Pantoja, 2002.

Modul Sekolah Koperasi “Koperasi Indonesia Sejati” oleh: Sekolah Koperasi, 2013. 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar