![]() |
Terinfus |
Rasa sakit tak tertahankan selama beberapa bulan terakhir hilang seketika saat serpihan gigi terakhir tanggal. Menyisakan lubang menganga, namun tak terasa sakit dan ngilu meski saat terkena air dingin. Saya kira gigi bungsu pengganggu itu telah hilang selamanya. Sebulan kemudian saya menambal gigi yang berlubang akibat ditabrak oleh si Bungsu. Sebelum menambal, dokter mengatakan bahwa gigi bungsu saya masih menyisakan akarnya. Akan berbahaya jika dibiarkan karena lubang bekas gigi yang tanggal tidak dapat menutup karena masih ada akarnya. Hal itu dapat menyebabkan infeksi di kemudian hari akibat sisa makanan yang tertinggal.
Singkat cerita, saya diberi surat rujukan untuk ke dokter spesialis bedah mulut di RSUD Jogja. Seminggu kemudian saya ke RS, hari Jumat. Berbekal fotokopi KTP, kartu BPJS, dan surat rujukan saya ke loket 4 untuk verifikasi setelah mendaftar kemarin. Proses pendaftaran dapat dilakukan via WA maupun datang langsung ke RS. Jika mendaftar langsung di RS, cukup menyita waktu karena harus antre seperti yang saya alami sehari sebelumnya. Setelah berkas diverifikasi, saya dipersilahkan menuju ke Poli Gigi dan Bedah Mulut.
Sekitar jam 9.30 saya kumpulkan berkas di bagian pendaftaran, sejam
kemudian baru dipanggil. Kemudian saya ditanya-tanya oleh Ibu di bagian
pendaftaran (sepertinya bukan dokter), termasuk ditanyakan keluhan. Setelah
itu, berbekal surat keterangan dari Poli Gigi dan Bedah Mulut saya diminta
untuk rontgen gigi. Ruang rontgen tidak terlalu jauh dari Poli. Tidak terlalu
lama saya menunggu, lalu dipanggil di ruang rontgen. Proses rontgen berlangsung
cepat dengan petugas yang ramah. Tak
sampai setengah jam kemudian, hasil rontgen sudah keluar dan langsung saya bawa
kembali ke Poliklinik.
Sekitar jam 11.00 setelah menunggu agak lama, saya kembali dipanggil
masuk ke Poli. Si Ibu menjelaskan kalau hasil rontgen memang menunjukkan gigi
bungsu yang tertanam cukup dalam sehingga operasinya cukup sulit. Dia meminta
agar saya kembali lagi besok Senin karena sudah mendekati Solat Jumat dan masih
banyak antrean. Saya pun datang kembali di hari Senin pagi. Kali ini langsung
ke Poli, tanpa harus mendaftar dulu. Setelah mengantre beberapa waktu, saya
dipanggil untuk bertemu dokter.
“Gigi bungsu kiri bawah tertanam agak dalam. Untuk mengambilnya cukup
sulit karena berdekatan dengan banyak syaraf dan pembuluh darah. Jadi harus
dilakukan bius total, karena risiko pendarahan akan cukup mengganggu pasien
jika hanya dibius lokal. Gigi bungsu bagian kanan juga ada yang berpotensi
menimbulkan masalah ke depannya sehingga harus dicabut. Jadi sebaiknya cabut
empat gigi ya, mas?”. Begitulah kira-kira penjelasan dokter yang dapat saya
tangkap. Saat itu saya tidak terlalu paham kenapa harus cabut 4 gigi, padahal
yang bermasalah cuma 1. Akhirnya saya pun menerima saran dokter tersebut karena
memang saya tidak tahu masalah pergigian.
Dokter menjadwalkan operasi minggu depan dan meminta saya ke tempat
pendaftaran rawat inap untuk memesan tempat. Di ruang pendaftaran, saya diberi
pilihan untuk menggunakan hak BPJS di kamar kelas 3 atau kelas 2 dengan biaya
tambahan. Saya pun dengan pasti memilih sesuai kelas BPJS, untuk mengantisipasi
jika ada biaya operasi yang harus saya tanggung. Dokter tadi sempat mengatakan
kalau BPJS sebenarnya hanya menanggung bius lokal saja, kalau bius total agak
sulit. Tapi rumah sakit akan mengusahakan agar biaya operasi bisa sepenuhnya
ditanggung BPJS, begitu katanya.
Senin pagi minggu berikutnya,
saya ditelepon oleh rumah sakit kalau sudah bisa rawat inap mulai malam ini.
Berarti jadwal operasi besok Selasa pagi sudah sesuai jadwal. Awalnya saya
berpikir kalau jadwal operasi akan mundur karena harus antre tempat tidur.
Maklum saja, banyaknya kabar negatif tentang pasien BPJS membuat saya tidak
berharap banyak waktu itu. Bisa dioperasi tanpa bayar sepeser pun saja sudah
syukur.
Sesampai RS, saya langsung menuju Poli Gigi dan Bedah Mulut kemudian
mendapatkan surat rujukan untuk tes antigen sebagai salah satu syarat sebelum
operasi. Sekitar sejam setelah tes, hasil sudah bisa diperoleh melalui Poli.
Bersamaan dengan diserahkan hasil tes yang tentu saja negatif, diberikan pula
beberapa berkas diantaranya surat rujukan tes darah dan rontgen thorax.
Laboratorium untuk tes darah berada di sebelah Poli. Setelah diambil darah,
kemudian menuju ke ruang radiologi untuk rontgen thorax. Tak perlu menunggu
hasil tes darah dan rontgen keluar, saya langsung menuju ke tempat pendaftaran
rawat inap. Setelah mengisi data sejumlah dokumen, saya beserta satu pasien
lain langsung diantar ke bangsal. Sekitar jam 9 pagi saya masuk Poli, setelah
melalui berbagai prosedur jam 12 siang sudah sampai di bangsal rawat inap.
Pengurusan klaim BPJS sebenarnya bisa dilakukan hingga tiga hari setelah
dirawat. Namun karena bosan di kamar, maka saya langsung menuju ke ruang
administrasi yang berada tidak jauh dari bangsal. Fotokopi KTP, BPJS, dan surat
dari Poli menjadi syarat klaim BPJS. Setelah menyerahkan berkas, kemudian tanda
tangan dan selesai sudah klaim BPJS. Setelah itu, hingga saya pulang dari RS
dan kontrol seminggu kemudian tidak pernah lagi berurusan dengan bagian
administrasi.
Kamar kelas 3 ternyata tidak seburuk yang saya bayangkan. Kasur cukup
empuk, ranjang bisa diatur kemiringannya. Terdapat pula loker kecil, kursi
plastik, dan yang paling penting ada dua colokan listrik. Ada juga gorden di
setiap ranjang untuk menjaga privasi. Ada dua AC yang menjaga kesejukan
ruangan, meski selama dua hari saya di sana hanya semalam saja AC dinyalakan
karena ada pasien yang merasa kedinginan. Menu makanan pun bervariasi dan cukup
enak bagi saya. Jauh seperti bayangan saya sebelumnya tentang kamar rawat inap
kelas 3 yang suram, panas, dan makanan yang hambar. Ada 5 ranjang di kamar
seluas kurang lebih 4m X 7m. Cukup sempit memang, tapi secara keseluruhan
relatif nyaman.
Di dalam kamar Sorenya saya mendapat kunjungan dari Koas yang saat itu
bertugas membantu Dokter Anestesi untuk ditanya mengenai riwayat kesehatan.
Malamnya dikunjungi rombongan perawat, sekadar menyapa dan memastikan kondisi
pasien. Mulai jam 12 malam, saya diharuskan berpuasa sampai selesai operasi.
Operasi direncanakan jam 9 pagi, sejak jam 7 pagi saya sudah dipasang infus dan
diminta memakai pakaian operasi. Namun pada kenyataannya baru sekitar jam 10,
saya dibawa ke ruang operasi. Di ruang operasi pun saya masih menunggu cukup
lama. Saat itu, ada dua orang yang akan operasi gigi dan kami sama-sama harus
dicabut empat gigi bungsu sekaligus.
“Operasinya ditanggung BPJS, ya Mas?”, Tanya Mas Koas. Tampaknya dia
juga ragu bahwa operasi bius total seperti ini ditanggung BPJS. Bisa jadi
memang RS melakukan upaya yang lebih untuk klaim BPJS saya. Obrolan basa-basi
itu tak berlangsung lama, karena tenaga kesehatan yang ada di sana sudah tampak
sibuk. Meski nampak sibuk, namun seringkali terdengar obrolan disertai dengan
guyonan dari ruang operasi. Sepertinya mereka cukup santai menghadapi operasi,
atau mungkin juga hanya berusaha rileks.
Pasien sebelah telah dibawa ke ruang operasi, saya masih menunggu
giliran. Sekitar setengah jam kemudian, saya menyusul ke ruang operasi. Lampu
operasi sudah siap tepat menghadap ke muka saya. Dua dokter yang berada di
sekitar saya masih ngobrol tentang karya tulis sambil menyiapkan peralatan dan
perlengkapan operasi. Salah seorang dokter menjelaskan secara singkat prosedur
pembiusan, kemudian memasukkan obat bius melalui selang infus. Setelah itu,
tangan terasa kesemutan. Saya masih mendengar keduanya berbincang namun semakin
lama terdengar sayup-sayup lalu hilang.
Saat sadar, saya berada di sebuah ruangan bersama dengan pasien yang
tadi dioperasi terlebih dahulu namun sepertinya dia masih belum sadar. Salah
seorang perawat kemudian mendatangi saya dan mengajak ngobrol. Tak lama, saya
dibawa menuju ke bangsal. Kepala terasa sangat berat dan bagian mulut terasa
kebas. Sekitar setengah jam berada di kamar rawat inap, gigi sebelah kiri mulai
terasa nyeri dan agak mual. Salah seorang perawat kemudian meminta saya untuk
coba minum dan makan. Menu siang itu adalah nasi dengan lauk sayur dan ayam
goreng dilengkapi teh hangat. Namun makanan itu masih belum berani saya sentuh,
takutnya nanti muntah karena masih terasa mual. Hanya teh hangat saja yang saya
minum. Malamnya, baru saya berani makan setelah rasa mual dan pening hilang.
Meskipun dicabut empat gigi, namun saya masih cukup nyaman untuk makan
menggunakan gigi sebelah kanan karena di bagian kiri lah dilakukan pembedahan.
Daging dan kerupuk yang tersaji habis tanpa sisa. Di luar dugaan saya, beberapa
jam setelah operasi saya sudah bisa makan dengan normal. Kata perawat memang
setelah operasi seharusnya gigi digunakan untuk mengunyah untuk mengurangi
pembengkakan dan mempercepat proses penyembuhan.
![]() |
Menu makan pagi setelah operasi |
Malamnya, saya tidak ditunggu karena memang merasa sudah cukup fit.
Untuk jalan sendiri ke kamar mandi juga tidak ada masalah. Jika infus habis
atau macet, bisa langsung menghubungi perawat melalui alat komunikasi yang
tersedia di setiap ranjang dan terhubung dengan ruang perawat. Tak lama setelah
dihubungi, perawat segera datang. Pelayanan perawat secara keseluruhan memang
baik. Setiap beberapa jam sekali ada seorang perawat yang keliling untuk
melihat kondisi pasien. Saat infus saya tinggal sedikit, segera digantinya
dengan yang baru meski belum diminta. Sepertinya layanan kelas terendah di
rumah sakit ini sudah cukup memanjakan pasien.
Pagi sekitar jam 10, selang infus dicabut. Lalu beberapa waktu kemudian
dokter bedah mulut yang mengoperasi saya datang, tak banyak yang dia katakan
karena sepertinya buru-buru. Sebelum pulang, saya diberi obat dan menandatangi
beberapa berkas. Hanya itu saja, tidak perlu lagi mengurus administrasi apalagi
membayar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar