Rabu, 11 Februari 2015

Menemukan Ketenangan di Pantai Cemara

pantai Cemara

Pulau Lombok terkenal dengan pantai-pantainya yang indah. Pantai berpasir putih yang masih cukup alami menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong. Tak heran jika Lombok kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit. Bukan pantai Kuta Lombok, Senggigi, ataupun pantai-pantai eksotis di tiga gili. Hanya sejumlah pantai indah di ujung pulau Lombok. Pantai yang belum banyak terjamah manusia. Tersembunyi di balik terjalnya medan di Lombok Timur, tiga pantai ini menawarkan pesona tanah perawan pulau Lombok. Tanpa jajaran resort di tepi pantai, tanpa keramaian manusia, dan tanpa sampah.

Pantai Penyisuk, Tersembunyi di Balik Gersangnya Lombok Timur

Pantai Penyisuk

Sekaroh, yang merupakan sebuah desa di ujung selatan Lombok Timur tepatnya di Kecamatan Jerowaru. Sama seperti desa-desa lain di kecamatan ini, Sekaroh memiliki beberapa pantai indah dan masih belum terjamah komersialisasi pariwisata. Wajar saja, letaknya yang terpencil tanpa akses jalan yang memadai membuat pantai-pantai itu tetap perawan.

Sidomakmur yang Makmur, Kampung Kecil Dengan Perputaran Uang Besar




1390545599828703334

Jetty RKI (dok. Pribadi)

Ketinting mulai merapat, kami pun segera melompat ke jetty dan berjalan menuju warung kopi terdekat. Saya dan seorang kawan memesan kopi instan. Kembali lagi di Sidomakmur/RKI, seperti kembali di kampung sendiri. Suasana Jawa sangat kental di kampung yang terletak di tepi perairan Teluk Bintuni. Warung yang saya singgahi ini milik orang Probolinggo yang biasanya berbahasa Madura, namun bisa juga bahasa Jawa.

Asyiknya Naik Ketinting ke Sekolah


1397542958667612301
keceriaan dalam ketinting sekolah

Tampak raut kekecewaan di wajah anak-anak berseragam merah putih itu. Mereka kecewa lantaran ketinting yang biasa mengantar mereka ke sekolah urung datang. Ketinting itu rupanya kandas karena kebetulan air terlalu surut. Jetty/dermaga kampung yang tadinya disesaki anak-anak sekolah perlahan mulai ditinggalkan. Mereka kembali pulang ke rumah masing-masing. Jam hampir menunjukkan pukul tujuh pagi, sementara jetty sudah sepi. Dari kejauhan tampak seorang anak berseragam putih biru berlari tergesa ke arah jetty. Rupanya dia mengejar perahu yang dipakai temannya untuk menyeberang ke sekolah. Pagi itu, hanya tiga siswa yang berhasil berangkat ke sekolah.

Kopi dan Sopi, Tradisi yang Tetap Lestari

Sebotol sopi dan sebungkus rokok tersedia di atas meja kayu. Terdapat beberapa kursi yang mengelilingi meja itu, ada kami sebagai tamu, tuan rumah, dan seorang tetua adat. Sang tetua terlihat komat-kamit berdoa dan mencoba komunikasi dengan roh leluhur. Tak sampai sepuluh menit kemudian, sang tetua selesai dengan ritualnya. Beliau kemudian menyampaikan bahwa kedatangan kami sudah diterima, tidak ada yang bisa ganggu kami karena telah dilindungi oleh para leluhur. Beliau juga berpesan agar kami menjaga perilaku selama tinggal di wilayah itu. Terakhir  beliau menyodorkan sopi dan rokok sebagai penghormatan untuk tamu. Tahu kalau kami pantang minum alkohol, beliau menyuruh masing-masing kami untuk memegang keduanya sebagai tanda kalau sajian sudah diterima.

14030653281117690922
sajian untuk menyambut tamu

Tak sampai di situ, ternyata tuan rumah juga telah menyiapkan seekor ayam putih. Tanpa basa-basi kami langsung disodori sebuah pisau untuk menyembelih ayam yang sudah disiapkan. Agak kaget memang, saat itu sudah jam 9 malam kami disuruh menyembelih ayam yang jadi hidangan utama kami nanti. Mereka masih sempat-sempatnya menyiapkan banyak hal untuk para tamu yang belum dikenal. Sebelumnya kami memang sempat menghubungi tuan rumah dan menjelaskan sedikit tujuan kami via telepon, namun tak disangka bakal dapat sambutan seperti ini. Pisau sudah ditangan, ayam pun sudah siap sedia menyerahkan batang lehernya. Tumpulnya pisau ditambah rasa grogi karena baru pertama menyembelih hewan membuat leher ayam malang itu putus seketika.

Dari Taman Edelweiss Sampai Puncak Merbabu yang Mempesona

3142 mdpl, serangkai bunga edelweiss yang masih kuncup tampak menari mengikuti irama angin. Angin yang senantiasa membawa udara dingin di puncak Merbabu. Kehangatan matahari pagi menjadi penawar dingin yang sempurna. Langit biru dengan seulas awan menaungi puncak dan sekitarnya. Tepat di sebelah selatan, Merapi berdiri dengan gagahnya. Cahaya keemasan terpantul dari lereng Merapi di sisi timur. Asap tipis membumbung keluar dari puncak salah satu gunung api teraktif di dunia itu.

1403680219864731737
Serangkai Edelweiss di Puncak Merbabu dengan latar Sindoro-Sumbing yang berdampingan 

Beralih ke barat, dua gunung kembar Sindoro-Sumbing tampak berdampingan. Tak jauh di sebelah timur terlihat gunung Lawu. Sementara itu, di arah utara tampak beberapa bukit dan gunung ungaran. Beberapa bukit yang menjulang membuat kontur tanah di sebelah utara Merbabu ini lebih bervariasi. Samar terlihat petak-petak lahan sayuran warga di lereng-lereng gunung serta bangunan perumahan.


14036803991442934087
lanskap sisi utara Merbabu

Puncak gunung Merbabu, dikenal dengan nama puncak Trianggulasi. Gunung Merbabu memiliki banyak puncak, dengan puncak Trianggulasi sebagai yang tertinggi. Sering juga para pendaki menjulukinya the seven summitskarena ada tujuh puncak di gunung ini. Terdapat tiga puncak dengan ketinggian di atas 3000 mdpl, yaitu Puncak Syarif, Puncak Kentheng Songo, dan Puncak Trianggulasi. Puncak Syarif berjarak sekitar sejam perjalanan ke arah timur puncak Trianggulasi. Di puncak Syarif ini kita bisa menikmati sunrise yang sempurna, dengan lautan awan di bawah dan tanpa terhalang bukit atau gunung. Puncak yang paling terkenal adalah Kentheng Songo. Dinamakan demikian karena terdapat batu berlubang membentuk lumpang yang konon berjumlah sembilan namun hanya tampak tiga saja. Puncak Kentheng Songo ini berada tepat di sebelah timur puncak Trianggulasi, hanya dengan lima menit perjalanan.

Kutemukan Indonesia di Papua



14080861821172809570
keceriaan anak-anak Papua, Indonesia

Orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting adalah gambaran awal saya terhadap orang-orang yang menghuni Papua. Gambaran itu semakin kuat ketika saya melihat beberapa acara mengenai kehidupan di Papua. Di tayangan itu hanya tampak sekumpulan orang-orang Papua asli yang sedang melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, gambaran yang selama ini terbentuk mengenai Papua berubah ketika berkesempatan mengunjunginya pada 2013 lalu.